Artikel
Pemulangan bermartabat 105 WNI dari Malaysia ke Tanah Air (2)
Oleh Virna P Setyorini
24 November 2024 19:55 WIB
Sebanyak 105 WNI yang telah menjalani proses hukum di Malaysia mengikuti pemulangan ke Tanah Air turun dari kapal cepat sesampainya di pelabuhan di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Kamis (14/11/2024). ANTARA/Virna P Setyorini
Kuala Lumpur (ANTARA) - Banyak pemangku kepentingan yang berperan dalam setiap pemulangan warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri.
Terlebih bila mereka merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kelompok rentan, maupun telah menghadapi proses hukum di negeri orang.
Mulai dari Kementerian Luar Negeri melalui Kantor Perwakilan RI di luar negeri hingga Kementerian Sosial melalui Rumah Perlindungan Trauma Centre (RPTC) yang ada di beberapa daerah, memiliki peran yang saling menguatkan dalam upaya memberikan perlindungan hingga rehabilitasi bagi WNI ataupun pekerja migran Indonesia (PMI).
Pada Kamis (14/11), sebanyak 105 WNI, yang sebagian besar merupakan PMI telah menyelesaikan proses hukuman di Malaysia, harus segera dipulangkan atau deportasi dari Depo Imigresen Pekan Nenas di Johor ke Tanah Air.
Dari jumlah itu, ada 40 perempuan dan seorang bayi berusia 6,5 bulan, serta 64 laki-laki yang menjalani pemulangan lewat Pelabuhan Stulang Laut Malaysia di Johor Bahru, Malaysia, menuju Pelabuhan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri).
Tentu beberapa waktu sebelumnya Kantor Perwakilan RI di Malaysia, dalam hal ini Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru, telah mendapatkan informasi dari Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) bahwa akan ada deportasi sejumlah WNI dari salah satu depo imigrasi di sana.
Selain membantu menyiapkan dokumen perjalanan, yakni Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi mereka yang tidak memiliki paspor, KJRI juga membantu menyediakan tiket kepulangan menuju Tanah Air. Mereka tentu berkoordinasi dengan pihak terkait di Indonesia guna memastikan seluruh WNI dapat menjalani pemulangan secara baik dan bermartabat dari Malaysia.
Banyak juga di antara WNI yang pulang itu merupakan PMI yang menyalahi aturan keimigrasian Malaysia, masuk, dan kemudian bekerja tanpa dokumen sah, atau ada juga yang melebihi masa tinggal (overstay), atau yang biasa disebut sebagai pendatang asing tanpa izin (PATI) di negara jiran.
Pemulangan
Kamis pagi, sekitar pukul 08.30 waktu Malaysia (pukul 07.30 WIB), 105 WNI tiba di Pelabuhan Stulang Laut Malaysia di Johor Bahru dari Depo Imigresen Pekan Nenas. Mereka duduk teratur di lantai tepat di depan pintu pelepasan pelabuhan menuju konter Imigrasi.
KJRI Johor Bahru menyiapkan 107 tas kecil berwarna merah berisi kaus berwarna biru muda bertuliskan “Pemulangan Bermartabat KJRI Johor Bahru”, dan dibagikan kepada WNI yang kemudian diminta untuk dipakai. Tujuannya untuk memudahkan pengawasan selama proses pemulangan.
Banyak di antara mereka yang pulang hanya menggunakan pakaian sama yang mereka gunakan saat ditangkap. Beberapa tampak membawa kantong plastik berwarna merah berisi barang-barang pribadi seperti dompet dan mengenakan sandal jepit.
Namun, ada pula beberapa yang membawa koper, ransel kecil, atau tas jinjing wanita.
Petugas imigrasi Malaysia lalu mulai membagikan paspor maupun SPLP mereka satu per satu agar bisa melewati konter imigrasi.
Setelah melewati konter imigrasi itu, mereka resmi masuk daftar hitam di Malaysia, dan tidak dapat masuk negara itu selama 5 tahun. Itu menjadi bentuk pencegahan PATI kembali masuk ke negara tersebut.
Setidaknya butuh waktu sekitar 2 jam untuk proses pemulangan 105 WNI di pelabuhan hingga kapal cepat mulai bergerak menuju Tanjung Pinang di Kepulauan Riau. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 10.23.
Ada empat staf KJRI Johor Bahru yang mendampingi pemulangan mereka ke Tanah Wir, termasuk di antaranya Koordinator Fungsi Konsuler KJRI Johor Bahru Jati H Winarto, yang mengatakan, itu merupakan pemulangan bermartabat.
Pemerintah ingin memastikan para WNI tersebut pulang dengan selamat sampai tujuan.
Ada pula 14 petugas dari Depo Imigresen Pekan Nenas Johor yang ikut mendampingi dan melihat proses pemulangan PMI yang dideportasi hingga ke Tanjung Pinang.
Setiap dari mereka mendapat kursi masing-masing, dan duduk rapi di tempat masing-masing sampai kapal cepat itu mulai bergerak.
Tidak banyak aktivitas yang mereka lakukan selama perjalanan, selain membeli makanan kecil, minuman, mi instan dalam wadah yang memang dijual di atas kapal cepat tersebut. Atau beberapa di antaranya memilih keluar, dan duduk di bagian belakang kapal bersama beberapa petugas Imigrasi Malaysia yang ikut serta dan staf KJRI Johor Bahru.
Rute kapal cepat dari Pelabuhan Stulang Laut Malaysia menyusuri Selat Johor lalu melewati Tanjung Pengelih di sisi timur Johor sebelum masuk ke perairan Kepulauan Riau dan tiba di Pelabuhan Tanjung Pinang sekitar pukul 12.55 WIB.
Setelah melalui proses asesmen di Imigrasi dan Bea Cukai, mereka dibawa menuju Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Tanjung Pinang milik Kementerian Sosial RI untuk ditampung dan menjalani rehabilitasi hingga reintegrasi sebelum dipulangkan ke daerah masing-masing.
RPTC Tanjung Pinang mengambil peran dalam proses pemulangan 105 WNI yang baru dideportasi tersebut. Koordinator Rumah Perlindungan dan Trauma Center Tanjungpinang Sulistyaningsih atau yang akrab disapa Ani juga ikut menjemput kedatangan para PMI di Pelabuhan Tanjung Pinang.
Koordinasi
Koordinator Fungsi Konsuler KJRI Johor Bahru Jati H Winarto mengatakan walau bagaimanapun mereka adalah WNI yang perlu didampingi dan difasilitasi.
Karena itu, KJRI berkoordinasi baik dengan Imigrasi Malaysia maupun dengan Kementerian terkait, untuk menindaklanjuti pemulangan 105 WNI melalui Tanjung Pinang sebelum dikembalikan ke daerah asal.
Kepala Sub Direktorat Kawasan Asia Tenggara Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Rina Komaria mengatakan dalam setiap pemulangan koordinasi dilakukan di berbagai level.
Tentu untuk pemulangan, ia mengatakan yang bekerja paling keras ada di level lapangan. Mereka yang ada di Perwakilan RI, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), RPTC Kementerian Sosial, Imigrasi menjadi garda terdepan.
Namun, ia mengatakan kerja keras teman-teman di Perwakilan RI tentu juga perlu didukung dengan kebijakan di tingkat nasional yang bisa mendukung upaya bersama dalam melindungi masyarakat Indonesia.
Kementerian Luar Negeri, menurut Rina, sudah mendorong Malaysia untuk terus bekerja sama dalam melakukan pemulangan WNI secara bermartabat. Dari mulai bagaimana memperlakukan mereka ketika tertangkap karena overstay, misalnya, kemudian mendorong mereka agar mau meningkatkan kondisi di Depo Imigrasi sebagai bentuk perlindungan bagi kelompok rentan.
Pencegahan nonprosedural
Dalam konteks pemulangan atau deportasi seperti yang terjadi terhadap 105 WNI, itu karena mereka melakukan migrasi yang tidak aman sehingga kebijakan yang dibutuhkan, kata Rina, harus mencakup seluruh lingkar migrasi dari mulai keberangkatan, pencegahan keberangkatan nonprosedural, saat penempatan, ketika pemulangan dan reintegrasi, dilanjutkan dengan program pemberdayaan.
Ia mengatakan harus diatasi akar permasalahannya, bagaimana agar WNI berangkat bekerja ke luar negeri dengan prosedur yang benar, agar mereka terlindungi.
Intinya, jika upaya perlindungan pekerja migran Indonesia tidak dimulai dari mencegah keberangkatan nonprosedural, maka pemulangan atau deportasi hanya akan menjadi kegiatan rutin yang tidak menyelesaikan akar permasalahan.
WNI yang akan bekerja di luar negeri tidak diberikan bekal cukup tentang bagaimana melindungi diri sendiri, bagaimana bekerja dengan baik dan aman di negara penempatan. Karena sebelumnya tidak mendapat edukasi dan menghadapi persoalan di negara tujuan, akhirnya dideportasi.
Itu, menurut Rina, menjadi pekerjaan rumah besar untuk bersama.
Pada Maret 2024 , dalam sidang di Dewan Rakyat, Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail mengatakan 3.797 WNI sedang menjalani penahanan di depo Imigrasi di negara tersebut, menunggu untuk dipulangkan.
Nyaris di setiap pemberitaan tentang operasi khusus penangkapan PATI di media Malaysia selalu ada saja WNI atau PMI nonprosedural ikut ditangkap. Dan menjelang berakhirnya program Rekalibrasi Pulang di pengujung 2024 ini, operasi khusus makin gencar dilakukan oleh aparat Malaysia di setiap negeri dan wilayah persekutuan, baik di Semenanjung maupun di Borneo.
Dengan demikian, sudah sepantasnya kolaborasi antarkementerian dan lembaga terkait makin diperkuat, agar dapat memastikan setiap WNI atau calon-calon pekerja migran Indonesia mengikuti prosedur sehingga dapat terlindungi saat pekerja di luar negeri.
Editor: Achmad Zaenal M
Terlebih bila mereka merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kelompok rentan, maupun telah menghadapi proses hukum di negeri orang.
Mulai dari Kementerian Luar Negeri melalui Kantor Perwakilan RI di luar negeri hingga Kementerian Sosial melalui Rumah Perlindungan Trauma Centre (RPTC) yang ada di beberapa daerah, memiliki peran yang saling menguatkan dalam upaya memberikan perlindungan hingga rehabilitasi bagi WNI ataupun pekerja migran Indonesia (PMI).
Pada Kamis (14/11), sebanyak 105 WNI, yang sebagian besar merupakan PMI telah menyelesaikan proses hukuman di Malaysia, harus segera dipulangkan atau deportasi dari Depo Imigresen Pekan Nenas di Johor ke Tanah Air.
Dari jumlah itu, ada 40 perempuan dan seorang bayi berusia 6,5 bulan, serta 64 laki-laki yang menjalani pemulangan lewat Pelabuhan Stulang Laut Malaysia di Johor Bahru, Malaysia, menuju Pelabuhan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri).
Tentu beberapa waktu sebelumnya Kantor Perwakilan RI di Malaysia, dalam hal ini Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru, telah mendapatkan informasi dari Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) bahwa akan ada deportasi sejumlah WNI dari salah satu depo imigrasi di sana.
Selain membantu menyiapkan dokumen perjalanan, yakni Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi mereka yang tidak memiliki paspor, KJRI juga membantu menyediakan tiket kepulangan menuju Tanah Air. Mereka tentu berkoordinasi dengan pihak terkait di Indonesia guna memastikan seluruh WNI dapat menjalani pemulangan secara baik dan bermartabat dari Malaysia.
Banyak juga di antara WNI yang pulang itu merupakan PMI yang menyalahi aturan keimigrasian Malaysia, masuk, dan kemudian bekerja tanpa dokumen sah, atau ada juga yang melebihi masa tinggal (overstay), atau yang biasa disebut sebagai pendatang asing tanpa izin (PATI) di negara jiran.
Pemulangan
Kamis pagi, sekitar pukul 08.30 waktu Malaysia (pukul 07.30 WIB), 105 WNI tiba di Pelabuhan Stulang Laut Malaysia di Johor Bahru dari Depo Imigresen Pekan Nenas. Mereka duduk teratur di lantai tepat di depan pintu pelepasan pelabuhan menuju konter Imigrasi.
KJRI Johor Bahru menyiapkan 107 tas kecil berwarna merah berisi kaus berwarna biru muda bertuliskan “Pemulangan Bermartabat KJRI Johor Bahru”, dan dibagikan kepada WNI yang kemudian diminta untuk dipakai. Tujuannya untuk memudahkan pengawasan selama proses pemulangan.
Banyak di antara mereka yang pulang hanya menggunakan pakaian sama yang mereka gunakan saat ditangkap. Beberapa tampak membawa kantong plastik berwarna merah berisi barang-barang pribadi seperti dompet dan mengenakan sandal jepit.
Namun, ada pula beberapa yang membawa koper, ransel kecil, atau tas jinjing wanita.
Petugas imigrasi Malaysia lalu mulai membagikan paspor maupun SPLP mereka satu per satu agar bisa melewati konter imigrasi.
Setelah melewati konter imigrasi itu, mereka resmi masuk daftar hitam di Malaysia, dan tidak dapat masuk negara itu selama 5 tahun. Itu menjadi bentuk pencegahan PATI kembali masuk ke negara tersebut.
Setidaknya butuh waktu sekitar 2 jam untuk proses pemulangan 105 WNI di pelabuhan hingga kapal cepat mulai bergerak menuju Tanjung Pinang di Kepulauan Riau. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 10.23.
Ada empat staf KJRI Johor Bahru yang mendampingi pemulangan mereka ke Tanah Wir, termasuk di antaranya Koordinator Fungsi Konsuler KJRI Johor Bahru Jati H Winarto, yang mengatakan, itu merupakan pemulangan bermartabat.
Pemerintah ingin memastikan para WNI tersebut pulang dengan selamat sampai tujuan.
Ada pula 14 petugas dari Depo Imigresen Pekan Nenas Johor yang ikut mendampingi dan melihat proses pemulangan PMI yang dideportasi hingga ke Tanjung Pinang.
Setiap dari mereka mendapat kursi masing-masing, dan duduk rapi di tempat masing-masing sampai kapal cepat itu mulai bergerak.
Tidak banyak aktivitas yang mereka lakukan selama perjalanan, selain membeli makanan kecil, minuman, mi instan dalam wadah yang memang dijual di atas kapal cepat tersebut. Atau beberapa di antaranya memilih keluar, dan duduk di bagian belakang kapal bersama beberapa petugas Imigrasi Malaysia yang ikut serta dan staf KJRI Johor Bahru.
Rute kapal cepat dari Pelabuhan Stulang Laut Malaysia menyusuri Selat Johor lalu melewati Tanjung Pengelih di sisi timur Johor sebelum masuk ke perairan Kepulauan Riau dan tiba di Pelabuhan Tanjung Pinang sekitar pukul 12.55 WIB.
Setelah melalui proses asesmen di Imigrasi dan Bea Cukai, mereka dibawa menuju Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Tanjung Pinang milik Kementerian Sosial RI untuk ditampung dan menjalani rehabilitasi hingga reintegrasi sebelum dipulangkan ke daerah masing-masing.
RPTC Tanjung Pinang mengambil peran dalam proses pemulangan 105 WNI yang baru dideportasi tersebut. Koordinator Rumah Perlindungan dan Trauma Center Tanjungpinang Sulistyaningsih atau yang akrab disapa Ani juga ikut menjemput kedatangan para PMI di Pelabuhan Tanjung Pinang.
Koordinasi
Koordinator Fungsi Konsuler KJRI Johor Bahru Jati H Winarto mengatakan walau bagaimanapun mereka adalah WNI yang perlu didampingi dan difasilitasi.
Karena itu, KJRI berkoordinasi baik dengan Imigrasi Malaysia maupun dengan Kementerian terkait, untuk menindaklanjuti pemulangan 105 WNI melalui Tanjung Pinang sebelum dikembalikan ke daerah asal.
Kepala Sub Direktorat Kawasan Asia Tenggara Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Rina Komaria mengatakan dalam setiap pemulangan koordinasi dilakukan di berbagai level.
Tentu untuk pemulangan, ia mengatakan yang bekerja paling keras ada di level lapangan. Mereka yang ada di Perwakilan RI, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), RPTC Kementerian Sosial, Imigrasi menjadi garda terdepan.
Namun, ia mengatakan kerja keras teman-teman di Perwakilan RI tentu juga perlu didukung dengan kebijakan di tingkat nasional yang bisa mendukung upaya bersama dalam melindungi masyarakat Indonesia.
Kementerian Luar Negeri, menurut Rina, sudah mendorong Malaysia untuk terus bekerja sama dalam melakukan pemulangan WNI secara bermartabat. Dari mulai bagaimana memperlakukan mereka ketika tertangkap karena overstay, misalnya, kemudian mendorong mereka agar mau meningkatkan kondisi di Depo Imigrasi sebagai bentuk perlindungan bagi kelompok rentan.
Pencegahan nonprosedural
Dalam konteks pemulangan atau deportasi seperti yang terjadi terhadap 105 WNI, itu karena mereka melakukan migrasi yang tidak aman sehingga kebijakan yang dibutuhkan, kata Rina, harus mencakup seluruh lingkar migrasi dari mulai keberangkatan, pencegahan keberangkatan nonprosedural, saat penempatan, ketika pemulangan dan reintegrasi, dilanjutkan dengan program pemberdayaan.
Ia mengatakan harus diatasi akar permasalahannya, bagaimana agar WNI berangkat bekerja ke luar negeri dengan prosedur yang benar, agar mereka terlindungi.
Intinya, jika upaya perlindungan pekerja migran Indonesia tidak dimulai dari mencegah keberangkatan nonprosedural, maka pemulangan atau deportasi hanya akan menjadi kegiatan rutin yang tidak menyelesaikan akar permasalahan.
WNI yang akan bekerja di luar negeri tidak diberikan bekal cukup tentang bagaimana melindungi diri sendiri, bagaimana bekerja dengan baik dan aman di negara penempatan. Karena sebelumnya tidak mendapat edukasi dan menghadapi persoalan di negara tujuan, akhirnya dideportasi.
Itu, menurut Rina, menjadi pekerjaan rumah besar untuk bersama.
Pada Maret 2024 , dalam sidang di Dewan Rakyat, Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail mengatakan 3.797 WNI sedang menjalani penahanan di depo Imigrasi di negara tersebut, menunggu untuk dipulangkan.
Nyaris di setiap pemberitaan tentang operasi khusus penangkapan PATI di media Malaysia selalu ada saja WNI atau PMI nonprosedural ikut ditangkap. Dan menjelang berakhirnya program Rekalibrasi Pulang di pengujung 2024 ini, operasi khusus makin gencar dilakukan oleh aparat Malaysia di setiap negeri dan wilayah persekutuan, baik di Semenanjung maupun di Borneo.
Dengan demikian, sudah sepantasnya kolaborasi antarkementerian dan lembaga terkait makin diperkuat, agar dapat memastikan setiap WNI atau calon-calon pekerja migran Indonesia mengikuti prosedur sehingga dapat terlindungi saat pekerja di luar negeri.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Tags: