Ia membeberkan, sudah sangat banyak aplikasi legal yang biasa digunakan masyarakat dalam beraktivitas sosial di dunia digital, disusupi oleh iklan-iklan negatif seperti judi daring, sehingga Pemerintah harus menuntaskan permasalahan tersebut.
"Contohnya di aplikasi Telegram, itu banyak sekali tiba-tiba pengguna sudah tergabung di grup judi daring, tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba sudah masuk saja ke grup itu. Itu artinya ada data pribadi pengguna yang bocor," kata Yuva kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, bila terpapar iklan-iklan negatif seperti itu secara terus-menerus, berpotensi mengubah perilaku masyarakat.
Sebab, rasa ingin tahu manusia juga ada terhadap sesuatu yang baru sehingga terbuka kemungkinan untuk terjebak menelusuri lebih jauh iklan-iklan atau apapun terkait hal itu.
"Jadi kadang yang masyarakat akses itu situs legal, situs bagus yang dilihat, tetapi terlalu banyak disusupi iklan-iklan judi daring, sehingga terkadang tanpa sadar mengklik dan setelahnya otomatis masyarakat melihat," ujar magister dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Kepala Program Studi Departemen Sosiologi USK itu menambahkan, kebocoran data pribadi masyarakat merupakan pekerjaan rumah Pemerintah dan pihak berwenang terkait lainnya.
Oleh sebab itu, permasalahan itu juga harus segera dituntaskan layaknya gerakan pemberantasan judi daring.
Baca juga: Pakar: Regulasi AI harus cakup perlindungan data
Baca juga: Pentingnya perlindungan data pribadi karyawan