Luhut: NU harus pimpin upaya perdamaian Timur Tengah
22 November 2024 19:02 WIB
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf berfoto bersama saat diskusi panel "Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap Perdamaian di Timur Tengah" di Jakarta, Jumat (22/11/2024). (ANTARA/HO-PBNU)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa Nahdlatul Ulama memiliki potensi besar dalam ikhtiar mengatasi konflik serta menciptakan perdamaian di Timur Tengah.
"PBNU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia harus me-lead dalam upaya perdamaian Timur Tengah, dengan menggunakan pendekatan humanitarian Islam dan lintas agama, melibatkan berbagai pihak," kata Luhut di Jakarta, Jumat.
Pernyataan Luhut tersebut disampaikan saat menjadi pembicara kunci pada diskusi panel "Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap Perdamaian di Timur Tengah" yang digelar di Aula Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Jumat.
Luhut mengatakan kiprah NU telah aktif di berbagai forum global guna menyuarakan perdamaian dunia, mulai dari Konferensi Islam Asia Afrika di 1965 hingga kerja sama pada G20 atas Religion of Twenty (R20).
Menurutnya, dengan anggota lebih dari 100 juta, NU telah mencapai 18 kali lipat dari Ikhwanul Muslimin di Mesir. Dengan demikian, NU memiliki kekuatan politik yang besar, termasuk dalam penentuan arah politik nasional.
Luhut dalam presentasinya juga memaparkan bahwa konflik Timur Tengah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan target pembangunan lainnya.
Baca juga: Presiden Prancis, Emir Qatar bahas perlunya perdamaian di Timur Tengah
Ekspor, kata dia, berpotensi menurun akibat perlambatan ekonomi dunia. Impor meningkat seiring peningkatan harga komoditas, terutama minyak.
"Inflasi berpotensi meningkat akibat kenaikan harga impor dan BBM. Konsumsi rumah tangga menurun akibat peningkatan inflasi. Meningkatnya ketidakpastian mendorong capital outflow dan menurunkan minat investasi global," kata dia.
Bagi Luhut, di tengah berbagai tantangan yang ada, dunia dan Indonesia, tidak bisa menanggung beban yang lebih besar lagi dari dampak perang, termasuk perang di Timur Tengah.
Penyelesaian perang yang lama dan potensi meluasnya skala perang di Timur Tengah berdampak signifikan tidak hanya terhadap ekonomi yang terlibat atau di kawasan, tetapi juga ekonomi dunia.
Hal itu dapat berdampak pada peningkatan harga minyak, terganggunya rantai pasokan dunia, dan turunnya pertumbuhan ekonomi.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini mengatakan dampak negatif yang sama dapat dirasakan oleh Indonesia, yang berpotensi mengganggu pencapaian target pertumbuhan dan pembangunan yang sangat dibutuhkan untuk mencapai target pemerintahan Presiden Prabowo maupun Visi Indonesia Emas 2045.
"Upaya ini harus di-lead (dipimpin) oleh NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia, dengan menggunakan pendekatan humanitarian Islam dan lintas agama dan melibatkan berbagai pihak," ujar Luhut.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa agama merupakan salah satu masalah utama konflik, meski tidak selalu menjadi masalah paling utama.
Menurutnya, memang ada faktor ekonomi atau politik, tetapi faktor agama tidak bisa diabaikan.
"Kita ingat bahwa zionisme itu mengklaim hak kepemilikan tanah itu berdasar wacana agama," kata pria yang akrab disapa Gus Yahya ini.
Oleh karena itu, kata Gus Yahya, wawasan keagamaan di tingkat masyarakat harus menjadi salah satu target pembenahan untuk mengatasi problem konflik secara lebih utuh.
Baca juga: Pejabat Palestina: Rusia dapat berperan penting stabilkan Timur Tengah
Baca juga: Anggota DPR: Pembunuhan Ismail Haniyeh bukti Israel tak ingin damai
"PBNU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia harus me-lead dalam upaya perdamaian Timur Tengah, dengan menggunakan pendekatan humanitarian Islam dan lintas agama, melibatkan berbagai pihak," kata Luhut di Jakarta, Jumat.
Pernyataan Luhut tersebut disampaikan saat menjadi pembicara kunci pada diskusi panel "Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap Perdamaian di Timur Tengah" yang digelar di Aula Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Jumat.
Luhut mengatakan kiprah NU telah aktif di berbagai forum global guna menyuarakan perdamaian dunia, mulai dari Konferensi Islam Asia Afrika di 1965 hingga kerja sama pada G20 atas Religion of Twenty (R20).
Menurutnya, dengan anggota lebih dari 100 juta, NU telah mencapai 18 kali lipat dari Ikhwanul Muslimin di Mesir. Dengan demikian, NU memiliki kekuatan politik yang besar, termasuk dalam penentuan arah politik nasional.
Luhut dalam presentasinya juga memaparkan bahwa konflik Timur Tengah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan target pembangunan lainnya.
Baca juga: Presiden Prancis, Emir Qatar bahas perlunya perdamaian di Timur Tengah
Ekspor, kata dia, berpotensi menurun akibat perlambatan ekonomi dunia. Impor meningkat seiring peningkatan harga komoditas, terutama minyak.
"Inflasi berpotensi meningkat akibat kenaikan harga impor dan BBM. Konsumsi rumah tangga menurun akibat peningkatan inflasi. Meningkatnya ketidakpastian mendorong capital outflow dan menurunkan minat investasi global," kata dia.
Bagi Luhut, di tengah berbagai tantangan yang ada, dunia dan Indonesia, tidak bisa menanggung beban yang lebih besar lagi dari dampak perang, termasuk perang di Timur Tengah.
Penyelesaian perang yang lama dan potensi meluasnya skala perang di Timur Tengah berdampak signifikan tidak hanya terhadap ekonomi yang terlibat atau di kawasan, tetapi juga ekonomi dunia.
Hal itu dapat berdampak pada peningkatan harga minyak, terganggunya rantai pasokan dunia, dan turunnya pertumbuhan ekonomi.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini mengatakan dampak negatif yang sama dapat dirasakan oleh Indonesia, yang berpotensi mengganggu pencapaian target pertumbuhan dan pembangunan yang sangat dibutuhkan untuk mencapai target pemerintahan Presiden Prabowo maupun Visi Indonesia Emas 2045.
"Upaya ini harus di-lead (dipimpin) oleh NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia, dengan menggunakan pendekatan humanitarian Islam dan lintas agama dan melibatkan berbagai pihak," ujar Luhut.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa agama merupakan salah satu masalah utama konflik, meski tidak selalu menjadi masalah paling utama.
Menurutnya, memang ada faktor ekonomi atau politik, tetapi faktor agama tidak bisa diabaikan.
"Kita ingat bahwa zionisme itu mengklaim hak kepemilikan tanah itu berdasar wacana agama," kata pria yang akrab disapa Gus Yahya ini.
Oleh karena itu, kata Gus Yahya, wawasan keagamaan di tingkat masyarakat harus menjadi salah satu target pembenahan untuk mengatasi problem konflik secara lebih utuh.
Baca juga: Pejabat Palestina: Rusia dapat berperan penting stabilkan Timur Tengah
Baca juga: Anggota DPR: Pembunuhan Ismail Haniyeh bukti Israel tak ingin damai
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: