DPD minta pemerintah perkuat pengawasan AMDAL dan TJSL usaha tambang
21 November 2024 20:24 WIB
Foto Arsip - Anggota Komite II DPD Graal Taliawo menyampaikan Laporan Kegiatan Kunjungan Pengawasan Anggota DPD RI dalam Sidang Paripurna DPD RI, di Jakarta, Selasa (19/11/2024). ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Graal Taliawo mengatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap implementasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) perusahaan tambang demi menjaga kesejahteraan warga sekitar.
Selama masa kunjungan pengawasan pada 29 Oktober-17 November lalu, ia menerima banyak keluhan dari masyarakat dari tiga kabupaten di Maluku Utara, yakni Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Halmahera Selatan, terkait deforestasi akibat meningkatnya aktivitas tambang sehingga memicu munculnya banjir rob.
“Pemerintah pusat perlu mengawasi secara ketat dan konsekuen pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) setiap perusahaan tambang dan pemerintah daerah harus menerbitkan regulasi turunan terkait Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk setiap perusahaan tambang,” ujar Graal Taliawo, di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan bahwa masyarakat dari 10 desa di Halmahera Timur menolak aktivitas suatu usaha tambang, karena dianggap tidak konsekuen melaksanakan AMDAL dan mengorbankan kehidupan warga.
Selain itu, terdapat pula persinggungan lahan antara cagar alam dan wilayah masyarakat adat dengan lahan pertambangan di Halmahera Timur.
“Area hidup masyarakat adat seperti Suku Tobelo Dalam di Halmahera Timur beririsan dengan lahan pertambangan, sehingga pemerintah pusat bersama DPR dan DPD perlu merancang, membahas, dan mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat dengan segera,” kata Graal.
Ia pun meminta pemerintah pusat untuk mengkaji dan mengevaluasi pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan tegas mencabut IUP suatu usaha tambang jika terbukti melanggar peraturan.
Untuk mengoptimalkan manfaat dari maraknya pembukaan usaha tambang tersebut, ia mendorong pemerintah untuk menyiapkan pusat pelatihan dengan biaya yang terjangkau bagi warga yang berminat bekerja di industri pertambangan, mengingat mata pencaharian utama masyarakat Maluku Utara adalah pertanian dan perikanan.
Meskipun begitu, Graal mengimbau masyarakat untuk tetap menggiatkan dan tidak meninggalkan sektor pertanian dan perikanan karena dapat menyebabkan produksi pangan menurun.
Saat ini pun dua sentra produksi beras di Subaim, Halmahera Timur, dan Kao, Halmahera Utara, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan beras seluruh masyarakat Maluku Utara.
Padahal tidak hanya pertambangan, sektor pertanian dan perikanan dapat pula menjadi fokus hilirisasi pemerintah sebagai sumber daya alam berkelanjutan yang berbasis pada pemberdayaan warga melalui komunitas.
Hal tersebut terutama untuk mewujudkan ketahanan pangan yang juga merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
“Maluku Utara punya pangan lokal yaitu kasbi, batatas, bete, pisang, dan sagu yang perlu dikembangkan supaya bisa dijadikan pangan alternatif yang menunjang stabilitas ketahanan pangan nasional,” kata Graal pula.
Baca juga: Koalisi desak proses amdal tambang di habitat Gajah Seblat dihentikan
Baca juga: KLHK ingatkan pemda kawal kinerja lingkungan perusahaan usai beri izin
Selama masa kunjungan pengawasan pada 29 Oktober-17 November lalu, ia menerima banyak keluhan dari masyarakat dari tiga kabupaten di Maluku Utara, yakni Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Halmahera Selatan, terkait deforestasi akibat meningkatnya aktivitas tambang sehingga memicu munculnya banjir rob.
“Pemerintah pusat perlu mengawasi secara ketat dan konsekuen pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) setiap perusahaan tambang dan pemerintah daerah harus menerbitkan regulasi turunan terkait Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk setiap perusahaan tambang,” ujar Graal Taliawo, di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan bahwa masyarakat dari 10 desa di Halmahera Timur menolak aktivitas suatu usaha tambang, karena dianggap tidak konsekuen melaksanakan AMDAL dan mengorbankan kehidupan warga.
Selain itu, terdapat pula persinggungan lahan antara cagar alam dan wilayah masyarakat adat dengan lahan pertambangan di Halmahera Timur.
“Area hidup masyarakat adat seperti Suku Tobelo Dalam di Halmahera Timur beririsan dengan lahan pertambangan, sehingga pemerintah pusat bersama DPR dan DPD perlu merancang, membahas, dan mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat dengan segera,” kata Graal.
Ia pun meminta pemerintah pusat untuk mengkaji dan mengevaluasi pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan tegas mencabut IUP suatu usaha tambang jika terbukti melanggar peraturan.
Untuk mengoptimalkan manfaat dari maraknya pembukaan usaha tambang tersebut, ia mendorong pemerintah untuk menyiapkan pusat pelatihan dengan biaya yang terjangkau bagi warga yang berminat bekerja di industri pertambangan, mengingat mata pencaharian utama masyarakat Maluku Utara adalah pertanian dan perikanan.
Meskipun begitu, Graal mengimbau masyarakat untuk tetap menggiatkan dan tidak meninggalkan sektor pertanian dan perikanan karena dapat menyebabkan produksi pangan menurun.
Saat ini pun dua sentra produksi beras di Subaim, Halmahera Timur, dan Kao, Halmahera Utara, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan beras seluruh masyarakat Maluku Utara.
Padahal tidak hanya pertambangan, sektor pertanian dan perikanan dapat pula menjadi fokus hilirisasi pemerintah sebagai sumber daya alam berkelanjutan yang berbasis pada pemberdayaan warga melalui komunitas.
Hal tersebut terutama untuk mewujudkan ketahanan pangan yang juga merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
“Maluku Utara punya pangan lokal yaitu kasbi, batatas, bete, pisang, dan sagu yang perlu dikembangkan supaya bisa dijadikan pangan alternatif yang menunjang stabilitas ketahanan pangan nasional,” kata Graal pula.
Baca juga: Koalisi desak proses amdal tambang di habitat Gajah Seblat dihentikan
Baca juga: KLHK ingatkan pemda kawal kinerja lingkungan perusahaan usai beri izin
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: