Polri buru bandar judi online dengan ikuti jejak transaksi
21 November 2024 19:06 WIB
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Wahyu Widada (dua kiri) mengungkap hasil kerja sementara Desk Pemberantasan Judi Online saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/11/2024). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.
Jakarta (ANTARA) - Polri yang tergabung dalam Desk Pemberantasan Judi Online memburu bandar judi dengan melacak keberadaan aset-aset dan mengikuti jejak transaksi mereka.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Wahyu Widada dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, yakin dengan cara melacak aset dan mengikuti jejak transaksi atau aliran dana itu dapat sampai ke aktor utama jaringan judi online di Indonesia.
“Ini yang kami kejar. Kejar sampai ke mana alirannya? Ujungnya di mana? Nah, itu nanti ketemu. Bandar atau siapa. Pasti ketemu,” kata Kabareskrim menjawab pertanyaan ANTARA saat jumpa pers.
Dia melanjutkan dalam mengungkap dalang jaringan judi online di Indonesia berawal dari pengusutan aktor-aktor yang mengoperasikan website-website judi online.
“Tentu di dalam ada rekening, yang dipakai itu rekening deposit maupun rekening untuk mengambil uang (withdrawal). Nah, dari situ, rekening ini berpindah-pindah. Uang itu kadang diam di situ (satu rekening) saja, tetapi pada saat tertentu dia pindah lagi,” kata Komjen Wahyu.
Dia menambahkan Polri juga menggunakan pasal-pasal dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk membidik dan menangkap kaki tangan bandar judi online. Wahyu menjelaskan pasal-pasal TPPU dikenakan sehingga negara dapat menyita aset-aset bandar judi online tersebut.
“Oleh karena itu, dalam penyelidikan, kami selalu bekerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dengan perbankan, karena yang tahu alirannya itu PPATK,” kata Wahyu.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan menjelaskan struktur jaringan judi online itu terdiri atas pemodal di tingkatan puncak, kemudian ada bandar, selanjutnya di bawahnya ada operator website dan/atau aplikasinya, dan pemain, kemudian ada juga oknum yang melindungi jaringan judi online.
“Ini semua masih dalam proses oleh aparat. Pastinya, apabila sudah terbukti, memenuhi unsur, akan diproses secara tuntas,” kata Budi Gunawan.
Sejak Desk Pemberantasan Judi Online dibentuk pada 4 November 2024 sampai hari ini, Polri telah mengungkap 619 kasus judi online, menetapkan 734 tersangka, dan menyita aset judi online berupa uang tunai sebanyak Rp89,7 miliar. Kasus-kasus itu, Wahyu menyebut hanya yang ditangani oleh Mabes Polri, dan jumlah itu belum termasuk keseluruhan kasus yang diusut Polri baik di tingkat Polda, Polres, maupun Polsek.
Baca juga: Desk Judi Daring minta platform dompet digital tindak transaksi judol
Baca juga: Desk Judi Daring ajukan 651 pemblokiran rekening bank terkait judol
Baca juga: Desk Judi Daring blokir lebih 8 ribu kata kunci terkait judi online
Baca juga: Polri ungkap 619 kasus judi online dalam 16 hari, ada tersangka WNA
Baca juga: Menko Polkam ungkap tiga prioritas Desk Pemberantasan Judi Online
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Wahyu Widada dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, yakin dengan cara melacak aset dan mengikuti jejak transaksi atau aliran dana itu dapat sampai ke aktor utama jaringan judi online di Indonesia.
“Ini yang kami kejar. Kejar sampai ke mana alirannya? Ujungnya di mana? Nah, itu nanti ketemu. Bandar atau siapa. Pasti ketemu,” kata Kabareskrim menjawab pertanyaan ANTARA saat jumpa pers.
Dia melanjutkan dalam mengungkap dalang jaringan judi online di Indonesia berawal dari pengusutan aktor-aktor yang mengoperasikan website-website judi online.
“Tentu di dalam ada rekening, yang dipakai itu rekening deposit maupun rekening untuk mengambil uang (withdrawal). Nah, dari situ, rekening ini berpindah-pindah. Uang itu kadang diam di situ (satu rekening) saja, tetapi pada saat tertentu dia pindah lagi,” kata Komjen Wahyu.
Dia menambahkan Polri juga menggunakan pasal-pasal dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk membidik dan menangkap kaki tangan bandar judi online. Wahyu menjelaskan pasal-pasal TPPU dikenakan sehingga negara dapat menyita aset-aset bandar judi online tersebut.
“Oleh karena itu, dalam penyelidikan, kami selalu bekerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dengan perbankan, karena yang tahu alirannya itu PPATK,” kata Wahyu.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan menjelaskan struktur jaringan judi online itu terdiri atas pemodal di tingkatan puncak, kemudian ada bandar, selanjutnya di bawahnya ada operator website dan/atau aplikasinya, dan pemain, kemudian ada juga oknum yang melindungi jaringan judi online.
“Ini semua masih dalam proses oleh aparat. Pastinya, apabila sudah terbukti, memenuhi unsur, akan diproses secara tuntas,” kata Budi Gunawan.
Sejak Desk Pemberantasan Judi Online dibentuk pada 4 November 2024 sampai hari ini, Polri telah mengungkap 619 kasus judi online, menetapkan 734 tersangka, dan menyita aset judi online berupa uang tunai sebanyak Rp89,7 miliar. Kasus-kasus itu, Wahyu menyebut hanya yang ditangani oleh Mabes Polri, dan jumlah itu belum termasuk keseluruhan kasus yang diusut Polri baik di tingkat Polda, Polres, maupun Polsek.
Baca juga: Desk Judi Daring minta platform dompet digital tindak transaksi judol
Baca juga: Desk Judi Daring ajukan 651 pemblokiran rekening bank terkait judol
Baca juga: Desk Judi Daring blokir lebih 8 ribu kata kunci terkait judi online
Baca juga: Polri ungkap 619 kasus judi online dalam 16 hari, ada tersangka WNA
Baca juga: Menko Polkam ungkap tiga prioritas Desk Pemberantasan Judi Online
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: