Bappenas ungkap strategi investasi capai pertumbuhan ekonomi 8 persen
21 November 2024 15:32 WIB
Ilustrasi - Pengunjung mengunjungi stan pameran industri kelapa sawit di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (7/11/2024). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/agr (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan strategi investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Pertama adalah insentif dan fasilitasi investasi sesuai dengan karakter sektor dan daerah untuk investasi bernilai tambah tinggi (industrialisasi dan hilirisasi) serta berkualitas.
“Jadi, insentif itu tidak one size fits all nantinya, tetapi akan difokuskan kepada sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah yang tinggi,” katanya dalam acara Proyeksi Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2025, di Jakarta, Kamis.
Prioritas diberikan terhadap investasi yang memberikan spillover pada perekonomian, menciptakan lapangan kerja, terhubung dengan proses industri dalam negeri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), berorientasi ekspor dan terhubung rantai pasok global, melakukan transfer/adopsi teknologi, mengembangkan riset dan inovasi, serta menerapkan prinsip keberlanjutan.
Kedua adalah pengembangan investasi berdasarkan keunggulan daerah dengan backward dan forward linkage untuk menciptakan nilai tambah dan nilai rantai pasok domestik yang kuat.
Selanjutnya adalah kebijakan moneter dan sektor keuangan adaptif yang menyediakan beragam alternatif sumber pendanaan bagi investor, baik perbankan, pasar modal, maupun produk keuangan lainnya.
Keempat, peningkatan iklim berinvestasi dan berusaha, kepastian kebijakan dan hukum, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan antar pusat-daerah dan antar sektor, ketersediaan infrastruktur dan konektivitas, ketersediaan bahan baku, Sumber Daya Manusia (SDM), energi hijau; serta persaingan usaha yang sehat.
“Artinya, (mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen) perlu melakukan langkah-langkah konkret seperti penyederhanaan perizinan, penciptaan iklim usaha yang kondusif, kemudian memastikan investasi-investasi besar ini dapat berjalan dengan baik di Indonesia,” ungkap dia.
Terakhir, penyediaan investasi pemerintah dan BUMN/BUMD berfokus pada sektor publik dan kebutuhan dasar penarik investasi.
Dalam paparannya, tercatat sejumlah prasyarat investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen untuk lima tahun mendatang. Mulai dari pertumbuhan investasi rata-rata tumbuh 8,36 persen atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,7 persen pada 2025-2029; lalu kebutuhan investasi rata-rata Rp9.883 triliun per tahun dengan kontribusi pemerintah 7,3 persen, BUMN 6,8 persen, dan swasta/masyarakat 85,9 persen.
Kemudian, peningkatan investasi industrialisasi dan hilirisasi terutama sektor industri prioritas. Ada 15 komoditas hilirisasi (nikel, tembaga, bauksit, timah, kelapa sawit, kelapa, rumput laut, minyak bumi, gas bumi, besi-baja, pasir silika, garam, ikan Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT), udang, dan tilapia) dengan total target investasi sekitar Rp2.874,8 triliun, target investasi Penanaman Modal Asing-Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA-PMDN) pada 2029 sebesar Rp3.543,6 triliun, dan target Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Mesin dan Perlengkapan Rp1.476 triliun pada 2029 atau naik dari Rp692 triliun pada 2023.
Mengenai prasyarat ketiga ialah peningkatan nilai investasi berorientasi ekspor pada 2029 sebesar Rp440,9-Rp483,5 triliun untuk PMA dan Rp125-Rp143,1 triliun untuk PMDN, serta peningkatan kontribusi investasi luar Jawa melebihi capaian tahun 2023 yang sebesar 51,5 persen.
Baca juga: Indef proyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5 persen pada 2025
Baca juga: Bappenas:Pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen harus dikawal dengan baik
Pertama adalah insentif dan fasilitasi investasi sesuai dengan karakter sektor dan daerah untuk investasi bernilai tambah tinggi (industrialisasi dan hilirisasi) serta berkualitas.
“Jadi, insentif itu tidak one size fits all nantinya, tetapi akan difokuskan kepada sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah yang tinggi,” katanya dalam acara Proyeksi Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2025, di Jakarta, Kamis.
Prioritas diberikan terhadap investasi yang memberikan spillover pada perekonomian, menciptakan lapangan kerja, terhubung dengan proses industri dalam negeri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), berorientasi ekspor dan terhubung rantai pasok global, melakukan transfer/adopsi teknologi, mengembangkan riset dan inovasi, serta menerapkan prinsip keberlanjutan.
Kedua adalah pengembangan investasi berdasarkan keunggulan daerah dengan backward dan forward linkage untuk menciptakan nilai tambah dan nilai rantai pasok domestik yang kuat.
Selanjutnya adalah kebijakan moneter dan sektor keuangan adaptif yang menyediakan beragam alternatif sumber pendanaan bagi investor, baik perbankan, pasar modal, maupun produk keuangan lainnya.
Keempat, peningkatan iklim berinvestasi dan berusaha, kepastian kebijakan dan hukum, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan antar pusat-daerah dan antar sektor, ketersediaan infrastruktur dan konektivitas, ketersediaan bahan baku, Sumber Daya Manusia (SDM), energi hijau; serta persaingan usaha yang sehat.
“Artinya, (mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen) perlu melakukan langkah-langkah konkret seperti penyederhanaan perizinan, penciptaan iklim usaha yang kondusif, kemudian memastikan investasi-investasi besar ini dapat berjalan dengan baik di Indonesia,” ungkap dia.
Terakhir, penyediaan investasi pemerintah dan BUMN/BUMD berfokus pada sektor publik dan kebutuhan dasar penarik investasi.
Dalam paparannya, tercatat sejumlah prasyarat investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen untuk lima tahun mendatang. Mulai dari pertumbuhan investasi rata-rata tumbuh 8,36 persen atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,7 persen pada 2025-2029; lalu kebutuhan investasi rata-rata Rp9.883 triliun per tahun dengan kontribusi pemerintah 7,3 persen, BUMN 6,8 persen, dan swasta/masyarakat 85,9 persen.
Kemudian, peningkatan investasi industrialisasi dan hilirisasi terutama sektor industri prioritas. Ada 15 komoditas hilirisasi (nikel, tembaga, bauksit, timah, kelapa sawit, kelapa, rumput laut, minyak bumi, gas bumi, besi-baja, pasir silika, garam, ikan Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT), udang, dan tilapia) dengan total target investasi sekitar Rp2.874,8 triliun, target investasi Penanaman Modal Asing-Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA-PMDN) pada 2029 sebesar Rp3.543,6 triliun, dan target Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Mesin dan Perlengkapan Rp1.476 triliun pada 2029 atau naik dari Rp692 triliun pada 2023.
Mengenai prasyarat ketiga ialah peningkatan nilai investasi berorientasi ekspor pada 2029 sebesar Rp440,9-Rp483,5 triliun untuk PMA dan Rp125-Rp143,1 triliun untuk PMDN, serta peningkatan kontribusi investasi luar Jawa melebihi capaian tahun 2023 yang sebesar 51,5 persen.
Baca juga: Indef proyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5 persen pada 2025
Baca juga: Bappenas:Pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen harus dikawal dengan baik
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Tags: