Jakarta (ANTARA) - Pengujian yang dilakukan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali menemukan kandungan mikroplastk dalam makanan yang dijual di kantin dua sekolah, memperlihatkan potensi paparan anak terhadap mikroplastik yang berdampak pada kesehatan.

Manajer Program PPLH Bali Ni Made Diyah Darma Yanti dalam diskusi Aliansi Zero Waste Indonesia yang dipantau daring di Jakarta, Kamis, mengatakan pihaknya mengambil sampel di dua sekolah di Bali yang masih menggunakan wadah plastik sekali pakai untuk makanan dan minuman yang dijual di kantinnya serta berbagai produk yang masih menggunakan kemasan plastik sekali pakai.

Pihaknya kemudian membawa makanan dan minuman yang menggunakan wadah plastik tersebut, termasuk yang dibungkus wadah mika, kertas minyak, plastik bening, saset dan botol, untuk diuji di Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana pada Januari 2024.

"Yang kita dapatkan bahwa semua sampel yang kita teliti itu semuanya mengandung mikroplastik. Dari sampel yang kita ambil, kertas minyak mengandung fiber, di nasi goreng dan sosis juga mengandung mikroplastik dengan jenis fiber dan fragmen," jelasnya.

Fiber sendiri adalah jenis mikroplastik yang merupakan degradasi dari kain sintetik akibat pencucian atau kain yang sudah rusak, sementara fragmen adalah pecahan dari plastik yang sudah dikeraskan seperti kemasan saset, tutup botol dan sejenisnya.

Pihaknya memperkirakan mikroplastik fiber itu masuk dalam kontaminasi proses produksi sementara jenis fragmen adalah kontaminasi dari kemasan yang membungkus makanan-makanan tersebut.

Untuk itu dia merekomendasikan beberapa langkah demi mewujudkan serendah mungkin potensi kontaminasi mikroplastik, termasuk memastikan pengawasan proses produksi bersih dan steril menghindari kontaminasi yang kemungkinan berasal dari kain atau lap yang digunakan saat proses pembuatan makanan.

"Kita juga harus menghindari pengemasan dan penyimpanan makanan langsung di bawah sinar matahari dan ketika kita menggunakan plastik yang masih bisa digunakan beberapa kali seperti polipropilen sebisa mungkin kita memasukkan makanan jangan dalam kondisi masih panas," jelasnya.

Dalam diskusi yang sama, Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton Rafika Aprillianti memperingatkan agar menghindari penggunaan wadah plastik sekali pakai untuk makanan dan minuman karena potensi cemaran mikroplastik.

Dia menjelaskan bahwa plastik secara umum mengandung 16.000 bahan kimia aditif yang tidak terikat secara kovalen dengan polimer induk, sehingga dapat mudah lepas. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan lepasnya mikroplastik dalam kemasan wadah sekali pakai itu termasuk karena faktor suhu, kualitas bahan plastik serta tekanan dan gesekan kepada wadah.

"Dia sangat mudah lepas menjadi mikroplastik dan 16 ribu senyawa kimianya juga mudah lepas menempel di minuman dan makanan. Jadi hati-hati kalau makanan dan minuman dibungkus plastik, apalagi plastik yang tipis itu sangat mudah rontok plastiknya," jelas Rafika.

Baca juga: Peneliti sarankan Program Makan Bergizi Gratis hindari mikroplastik
Baca juga: Peneliti temukan kandungan mikroplastik pada sapi di wilayah TPA