Depok (ANTARA) - Universitas Indonesia (UI) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperkuat implementasi kawasan tanpa rokok dan pengembangan upaya untuk berhenti merokok.

Sekretaris Universitas UI, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D., di Depok, Rabu menyampaikan bahwa UI telah meraih predikat Five Star Plus pada Health University Rankings System (HURS) dari ASEAN University Network-Health Promotion Network (AUN-HPN).

Baca juga: Wamendagri: Daerah harus evaluasi Perda KTR demi kesehatan masyarakat

Selain itu kolaborasi yang kuat antara institusi pendidikan dan sektor kesehatan, baik melalui tenaga kesehatan yang kompeten maupun yang memberikan inisiatif.

UI merupakan kawasan tanpa rokok, dan hal itu sudah tertuang dalam SK Rektor No 1805/SK/R/UI/2011. Berbagai upaya diinisiasi oleh UI dalam mempertahankan kampus hijau seluas 320 hektar ini agar menjadi area yang sehat dan non polutan.

Salah satunya adalah sosialisasi bersama Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) lewat kegiatan Penguatan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Pengembangan Upaya Berhenti Merokok (UBM).

Kegiatan UBM ditujukan untuk pengendalian konsumsi rokok dan mengatasi gejala putus nikotin. UBM berfokus pada penyediaan layanan skrining, edukasi, konseling, hingga rujukan.

Program ini mencakup konseling intensif setiap dua minggu selama tiga bulan, yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan individu dalam berhenti merokok.

Sosialisasi UBM dilakukan melalui skrining perilaku merokok yang melibatkan sekitar 150 mahasiswa UI berusia 18-22 tahun, dengan menggunakan CO2 Analyzer untuk mengukur konsentrasi karbon dioksida dalam napas.

Hal ini berguna untuk mendeteksi tingkat paparan asap rokok. Hasil pengukuran dengan nilai CO2 di atas 7 menjadi indikator peringatan bahwa seseorang telah terpapar asap rokok secara signifikan.

Sejak 2011, UI telah menetapkan kebijakan KTR di seluruh area kampus. Kebijakan dilarang merokok itu berlaku bagi seluruh warga UI, yakni mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, serta tamu yang berkunjung.

Langkah ini sejalan dengan upaya UI dalam mendukung kebijakan pemerintah dalam hal pengendalian tembakau dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh rokok.

Baca juga: Kemenkes paparkan implementasi Kawasan Tanpa Rokok di perguruan tinggi

Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes, dr. Benget Saragih, M.Epid, menyoroti minimnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku merokok.

Ironisnya, banyak kepala keluarga lebih mengutamakan pengeluaran untuk rokok dibandingkan kebutuhan pokok seperti protein dan beras. Hal ini berdampak langsung pada kondisi gizi anak, yang berisiko memperburuk masalah stunting akibat asupan nutrisi yang tidak memadai.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI yang juga staf khusus kampus sehat UI, Prof. Dr. Robiana Modjo, S.K.M., M.Kes., mengatakan skrining ini tidak hanya ditujukan untuk perokok aktif, tetapi juga bagi perokok pasif atau mereka yang hanya terpapar asap rokok.

Dari hasil pengukuran dua sampel kadar CO2, ditemukan peserta dengan kadar mencapai angka 6, meskipun ia tidak merokok.

Sedangkan, satu peserta lainnya yang merokok, kadar CO2 hanya mencapai angka 4. Hal ini menunjukkan bahwa perokok pasif juga dapat terpapar asap rokok dari lingkungannya.

“Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang perilaku merokok di kalangan sivitas akademika UI serta mendukung upaya pencegahan dan intervensi dini guna mendukung salah satu parameter HURS melalui program kawasan tanpa rokok,” ujar Prof. Robiana.

Ia juga mengatakan bahwa hasil pengukuran pada kegiatan skrining ini akan ditindak lanjuti untuk memberikan program yang tepat bagi para peserta perokok yang memiliki tingkat kadar CO2 tinggi.

Baca juga: Akademisi: Indikator kawasan tanpa rokok perlu masuk akreditasi kampus