Jakarta (ANTARA) - Tim Pakar Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Bener Meriah, Aceh, dr. Arwin Mun menyampaikan pentingnya pemeriksaan atau skrining psikologis bagi calon pengantin guna mencegah stunting.

Hal tersebut disampaikan Arwin pada saat berbagi praktik baik audit kasus stunting Indonesia untuk lima pasti atau Aksi Pasti bersama Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) secara daring di Jakarta, Rabu.

“Program-program seperti skrining psikologis dan konseling rutin dapat membantu mendeteksi dan mengatasi masalah kecemasan dan stres yang mungkin dialami oleh ibu, dengan dukungan ini, ibu dapat lebih memahami kondisi mental mereka dan menerima intervensi (penurunan stunting) yang tepat,” kata Arwin.

Tim pakar percepatan penurunan stunting di Aceh menyoroti pentingnya skrining psikologis tersebut karena ditemukan seorang calon pengantin berusia 17 tahun yang memiliki gangguan jiwa, juga seorang ibu hamil berusia 24 tahun dengan gangguan skizofrenia di Kabupaten Bener Meriah.

“Dukungan dari berbagai lembaga sangat krusial dalam memberikan pendampingan kesehatan mental bagi ibu hamil dengan skizofrenia. Selain itu, komitmen dan kepedulian dari pimpinan sangat membantu dalam upaya percepatan penurunan stunting, dengan kerja sama yang baik mulai dari tim percepatan penurunan stunting tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten,” tuturnya.

Pada kasus calon pengantin memiliki gangguan jiwa, tim pakar merekomendasikan tes psikologi untuk mengukur kapasitas inteligensi, kemampuan menyesuaikan diri, menyelesaikan masalah, simpati dan empati, serta kemampuan sosial dan motivasi diri.

“Tim pakar juga merekomendasikan periksa kesehatan periodik di puskesmas, pemberian terapi zat besi, asam folat, serta edukasi tentang kesehatan reproduksi dan kontrasepsi, juga pendampingan rutin oleh tim pendamping keluarga, serta peningkatan asupan gizi,” ucapnya.

Sementara itu, pada kasus ibu hamil dengan skizofrenia, tim pakar merekomendasikan komunikasi, informasi, dan edukasi melalui keluarga yang merawat, pemberian gizi seimbang yang tinggi protein hewani, serta simulasi pembuatan makanan tambahan kepada keluarga.

“Selain itu, tetap perlu dilakukan pemasangan KB pascapersalinan, observasi pemberian makanan, penegakan kebijakan kawasan tanpa rokok mengingat ibu tersebut terpapar asap rokok,” ujar dia.

Arwin juga menyarankan ada pemantauan dan pendampingan tenaga kesehatan di rumah sakit, pemantauan kadar protein dalam sel darah merah atau hemoglobin (HB) secara rutin, pemeriksaan kehamilan dan janin secara rutin atau antenatal care, serta pemberian terapi zat besi dan asam folat.

Baca juga: BKKBN minta daerah percepat realisasi anggaran Audit Kasus Stunting
Baca juga: BKKBN paparkan 5 pasti & 5 standar baru Audit Kasus Stunting 2024
Baca juga: Menteri Wihaji buat Gerakan Orang Tua Asuh percepat penurunan stunting