Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum terdakwa Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto, Handika Honggowongso, meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pembebanan uang pengganti dan eksekusi penyitaan dalam kasus dugaan korupsi timah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Hal itu disampaikan oleh Handika untuk menyikapi pernyataan Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar yang mengatakan bahwa untuk menutupi kerugian dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022 yang sebesar Rp332 triliun, akan dilakukan penyitaan aset para tersangka.

"Jelas tidak bisa jumlah kerugian negara dalam dakwaan sebesar Rp332 triliun, dibebankan semua kepada terdakwa," kata Handika dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dijelaskan Handika bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa uang pengganti harus sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Menurutnya, pernyataan Qohar bahwa kerugian negara bisa ditutupi dengan adanya uang pengganti tidak bisa dilakukan atas dasar pengembalian kerugian negara saja. Sebab, jumlah pembebanan uang pengganti dibatasi sejumlah harta benda yang dikorupsi sebagaimana yang diatur dalam pasal tersebut.

"Dengan demikian, mohon kepada Kejagung agar dalam pembebanan uang pengganti untuk betul-betul menaati Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan tidak melampaui batas limitatif nya," ucapnya.

Lebih lanjut, Handika memaparkan bahwa PT Timah Tbk. dalam kurun waktu 2015–2022 telah memberikan kompensasi sebesar Rp26 triliun atas biaya penambangan biji timah sebanyak 154 ribu ton kepada para mitra tambang, termasuk masyarakat.

Baca juga: Ahli: Pihak terlibat tambang ilegal kasus timah harus tanggung jawab

Baca juga: Kejagung sebut sudah sita beberapa aset Hendry Lie

Baca juga: Kejagung jerat enam tersangka korupsi timah dengan TPPU


Adapun terkait kerusakan lingkungan sebesar Rp271 triliun, ia menyebut bahwa PT Timah Tbk. sudah menggantinya dengan program dan jaminan reklamasi untuk memulihkannya.

Di sisi lain, menurutnya, negara pun sebenarnya sudah mendapatkan keuntungan dari pembayaran royalti dan pajak, baik dari PT Timah Tbk. ataupun lima smelter, yang jumlahnya sekitar Rp2 triliun.

"Namun demikian, apa yang disampaikan oleh pihak Kejagung terkait pembebanan Rp332 triliun, itu bisa saja dilakukan apabila Kejaksaan menempuh upaya gugatan perdata, bukan pakai jalur pidana tipikor," ucapnya.

Sebelumnya, pada Selasa (19/11), Dirdik Jampidsus Abdul Qohar mengatakan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022 yang berjumlah Rp332 triliun, akan dibebankan melalui uang pengganti.

"Kerugian ini dikonversi atau nanti diperhitungkan dengan aset-aset para tersangka yang sudah didapatkan dari penyitaan. Nanti akan dibebankan kepada masing-masing tersangka," ucapnya.

Nantinya, kata dia, setelah para tersangka di kasus ini dikenakan uang pengganti, maka aset yang telah disita dan telah berkekuatan hukum tetap akan dilelang untuk menutupi uang pengganti masing-masing tersangka.