Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Mahfudz menyampaikan bahwa perhutanan sosial (perhutsos) memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat ditilik dari aspek ekonomi.

“Nilai transaksi ekonomi unit usaha perhutanan sosial pada tahun 2023 yang tercatat melalui Sistem Informasi GoKUPS telah mencapai Rp1,13 triliun atau 102,7 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp1 triliun. Pada tahun 2024, nilai ekonomi tersebut meningkat hingga mencapai Rp1,5 triliun,” katanya dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) Azerbaijan yang diikuti dari Jakarta pada Rabu.

Mahfudz menyebutkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 14.000 unit usaha perhutanan sosial yang terdiri atas empat klasifikasi antara lain blue atau tahap awal sebanyak 8.109 unit, silver atau tahap pelaksanaan 4.718 unit, gold atau tahap berkelanjutan 1.136 unit, serta platinum atau tahap mandiri 59 unit.

“Sementara itu terdapat 169 unit usaha masyarakat hukum adat yang turut mengembangkan kewirausahaan di lingkungan masyarakat hukum adat dalam rangka meningkatkan penghidupan mereka yang selaras dengan upaya perlindungan hutan,” imbuh dia.

Peningkatan ekonomi kelompok perhutanan sosial juga berdampak pada skala desa dan regional yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Desa Mandiri (IDM) pada desa yang memiliki izin perhutanan sosial.

Mahfudz menyebutkan, indeks yang dipantau dari tahun 2016 hingga 2023 menunjukkan adanya penurunan status desa sangat tertinggal dari 2.193 desa menjadi 189 desa. Sementara itu, status desa mandiri meningkat dari 33 desa menjadi 1.803 desa.

Pemerintah telah melakukan kajian dampak perhutanan sosial di Indonesia bekerja sama dengan beberapa lembaga penelitian yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Lampung (Unila), Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk kajian tingkat regional di Yogyakarta, Lampung, dan Jawa Barat, serta Katadata untuk kajian tingkat nasional.

Studi dampak ini, ujar Mahfudz, menunjukkan bahwa program perhutanan sosial telah berhasil memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat khususnya dalam aspek ekonomi, ekologi, dan sosial yaitu peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, serta perbaikan tutupan lahan.

Ia mengatakan bahwa Indonesia juga telah menjadi role model internasional dalam hal pengakuan dan pengelolaan hutan adat melalui strategi penyederhanaan dalam pengembangan produk hukum baik nasional maupun daerah, serta keterlibatan tim terpadu dalam proses pengakuan hutan adat yang terdiri dari pemerintah daerah, akademisi, dan pihak terkait.

Selain itu, strategi lain dalam pengakuan dan pengelolaan hutan adat termasuk melibatkan komunikasi dengan multipihak, melibatkan kemitraan dengan lembaga sumber pendanaan untuk meningkatkan mata pencaharian, serta memperkuat peran pemuda dan perempuan dalam pengambilan keputusan bersama.

Baca juga: Kemenhut: Perhutanan sosial capai lebih dari 8 juta ha hingga Oktober
Baca juga: Menhut: Produk perhutanan sosial pasok program makan bergizi gratis