Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong pembangunan budaya hukum ramah perempuan secara optimal sebagai salah satu langkah mengatasi kekerasan terhadap perempuan di tanah air.

"Selain kita tetap terus mendorong berbagai peraturan perundang-undangan yang akan membantu korban, hal-hal terkait kelembagaan di aparat penegak hukum, budaya hukum, dan dorongan terhadap lembaga layanan korban itu juga harus dioptimalkan," kata anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk "Indonesia Darurat Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan", seperti dikutip secara daring di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Ami, sapaan akrab Siti Aminah Tardi menyampaikan sejauh ini di Indonesia terdapat budaya hukum yang masih menormalkan kekerasan terhadap perempuan atau secara tidak langsung membenarkan ataupun mengabaikan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan.

Dalam budaya hukum seperti itu, kekerasan terhadap perempuan, baik fisik, psikologis, seksual, maupun ekonomi sering dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Baca juga: Pimpinan MPR: Negara harus hadir berantas kekerasan pada perempuan

Baca juga: Budaya patriarki sebabkan KDRT dominasi kasus kekerasan gender

Berikutnya, Ami menjelaskan persoalan kelembagaan aparat penegak hukum berkaitan dengan peningkatan dan perbaikan struktur serta sistem penegakan hukum agar lebih efektif dalam menangani kasus yang melibatkan perempuan korban kekerasan.

Ami menilai saat ini upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan cenderung terfokus pada pembentukan materi hukum, sedangkan kelembagaan hukum yang meliputi sumber daya manusia (SDM), kepemimpinan perempuan, dan sarana serta prasarana belum menjadi perhatian.

"Padahal, kelembagaan hukum ini menjadi penting untuk menegakkan materi hukum itu sendiri," kata dia menambahkan.

Berkaitan dengan lembaga layanan korban seperti lembaga bantuan hukum atau pusat rehabilitasi, menurut Ami, saat ini jumlah lembaga layanan untuk korban terutama yang berbasis komunitas semakin berkurang atau tutup.

"Hal ini dikarenakan tidak adanya dana operasional untuk kerja-kerja lembaga layanan, terutama yang berbasis komunitas," ucapnya.

Ami lalu kembali menekankan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan harus dilakukan secara komprehensif untuk mendukung dan melindungi korban. Upaya itu dapat ditempuh tidak hanya melalui hukum, tetapi juga dengan meningkatkan kelembagaan, budaya, dan layanan terkait.