Petrokimia Gresik bersiap produksi amonia hijau untuk dukung NZE
19 November 2024 21:51 WIB
Chief Executive Officer PT Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo (kiri) dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) Azerbaijan yang diikuti secara daring dari Jakarta, Selasa (19/11/2024). ANTARA/Rizka Khaerunnisa
Jakarta (ANTARA) - PT Petrokimia Gresik, anggota holding BUMN Pupuk Indonesia, bersiap untuk memproduksi amonia biru yang rendah karbon serta amonia hijau yang bebas karbon dalam rangka mendukung komitmen emisi nol bersih (net zero emission/NZE).
“Ini adalah target kami. Kami harus melakukan transformasi dari produksi amonia abu-abu menjadi amonia biru dan amonia hijau untuk mengurangi emisi karbon. Tanpa itu, kita tidak bisa melakukannya (untuk mencapai emisi nol bersih). Inilah tantangan kami,” kata Chief Executive Officer PT Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) Azerbaijan yang diikuti daring dari Jakarta, Selasa.
Dwi menjelaskan, target untuk memproduksi amonia biru dan amonia hijau telah masuk dalam peta jalan (roadmap) dekarbonisasi yang dimiliki perusahaan. Dalam peta jalan Petrokimia Gresik, perusahaan menargetkan pembangunan hybrid green ammonia dengan produksi 100 metrik ton per hari (MTPD) pada tahun 2027-2030.
Kemudian, pembangunan green ammonia plant I dan II akan dilakukan antara tahun 2031 hingga 2050 termasuk juga pengimplementasian teknologi CCUS (carbon capture, utilization, and storage) atau teknologi yang dapat menangkap emisi karbon dioksida (CO2) agar tidak terlepas ke atmosfer.
“Untuk amonia biru, kami akan menggunakan teknologi yang dapat menangkap emisi CO2 sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Kami memiliki rencana untuk itu. Untuk amonia hijau, kami akan menggunakan hidrogen hijau yang didapatkan dari proses hidrolisis yang merupakan energi terbarukan,” kata Dwi.
Namun, menurut dia, pengembangan amonia biru dan amonia hijau masih menghadapi tantangan bagi industri pupuk di Indonesia. Apalagi, industri pupuk sejak lama sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk memproduksi amonia.
Tantangan terbesar untuk beralih ke produksi amonia biru dan hijau antara lain karena membutuhkan investasi yang besar dan teknologi pendukung yang dibutuhkan.
Ia mencatat, pengembangan bahan baku utama dalam pembuatan pupuk yang lebih hijau ini membutuhkan investasi sekitar 227 juta dolar AS untuk memproduksi 82 ribu ton amonia hijau.
“Tapi ini adalah komitmen kami. Saya yakin kita bisa mendapatkan teknologi yang lebih murah dengan kapasitas yang tinggi. Dan kita yakin bisa memproduksi amonia hijau, sehingga kita menghasilkan pupuk hijau yang tujuan akhirnya adalah untuk menyelamatkan bumi,” kata Dwi.
Baca juga: Menko Airlangga: Jepang hibahkan 25 juta dolar AS untuk amonia hijau
Baca juga: Pupuk Indonesia pertahankan produksi amonia guna jaga ketahanan pangan
“Ini adalah target kami. Kami harus melakukan transformasi dari produksi amonia abu-abu menjadi amonia biru dan amonia hijau untuk mengurangi emisi karbon. Tanpa itu, kita tidak bisa melakukannya (untuk mencapai emisi nol bersih). Inilah tantangan kami,” kata Chief Executive Officer PT Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) Azerbaijan yang diikuti daring dari Jakarta, Selasa.
Dwi menjelaskan, target untuk memproduksi amonia biru dan amonia hijau telah masuk dalam peta jalan (roadmap) dekarbonisasi yang dimiliki perusahaan. Dalam peta jalan Petrokimia Gresik, perusahaan menargetkan pembangunan hybrid green ammonia dengan produksi 100 metrik ton per hari (MTPD) pada tahun 2027-2030.
Kemudian, pembangunan green ammonia plant I dan II akan dilakukan antara tahun 2031 hingga 2050 termasuk juga pengimplementasian teknologi CCUS (carbon capture, utilization, and storage) atau teknologi yang dapat menangkap emisi karbon dioksida (CO2) agar tidak terlepas ke atmosfer.
“Untuk amonia biru, kami akan menggunakan teknologi yang dapat menangkap emisi CO2 sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Kami memiliki rencana untuk itu. Untuk amonia hijau, kami akan menggunakan hidrogen hijau yang didapatkan dari proses hidrolisis yang merupakan energi terbarukan,” kata Dwi.
Namun, menurut dia, pengembangan amonia biru dan amonia hijau masih menghadapi tantangan bagi industri pupuk di Indonesia. Apalagi, industri pupuk sejak lama sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk memproduksi amonia.
Tantangan terbesar untuk beralih ke produksi amonia biru dan hijau antara lain karena membutuhkan investasi yang besar dan teknologi pendukung yang dibutuhkan.
Ia mencatat, pengembangan bahan baku utama dalam pembuatan pupuk yang lebih hijau ini membutuhkan investasi sekitar 227 juta dolar AS untuk memproduksi 82 ribu ton amonia hijau.
“Tapi ini adalah komitmen kami. Saya yakin kita bisa mendapatkan teknologi yang lebih murah dengan kapasitas yang tinggi. Dan kita yakin bisa memproduksi amonia hijau, sehingga kita menghasilkan pupuk hijau yang tujuan akhirnya adalah untuk menyelamatkan bumi,” kata Dwi.
Baca juga: Menko Airlangga: Jepang hibahkan 25 juta dolar AS untuk amonia hijau
Baca juga: Pupuk Indonesia pertahankan produksi amonia guna jaga ketahanan pangan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: