Depok (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana memuji pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko agar Malaysia membongkar pembangunan tiang pancang mercusuar di Tanjung Datu, Kalimantan Barat.

"Bila Malaysia hendak membangun Mercusuar di wilayah Landas Kontinen Indonesia maka Malaysia wajib meminta izin kepada Indonesia," kata Hikmahanto menanggapi pernyataan Moeldoko, Minggu.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko membuat pernyataan keras terhadap Malaysia atas tiang pancang pembangunan mercusuar itu dengan meminta Malaysia membongkarnya atau TNI yang akan membongkarnya.

Hikmahanto mengatakan pernyataan keras Moeldoko itu didasarkan pada Perjanjian Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia pada 1969 dan Konvensi Hukum Laut 1982 yang diratifikasi Malaysia dan Indonesia.

"Berdasarkan Perjanjian Landas Kontinen, pemasangan tiang pancang berada dalam koordinat hak berdaulat Indonesia," jelasnya.

Selanjutnya, pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan negara yang mempunyai hak berdaulat di landas kontinen mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan memiliki kewenangan dan pengaturan atas instalasi yang dibangun di atasnya.

Hikmahanto menilai Malaysia mencoba mengulur-ulur waktu membongkar tiang pancang meski telah dilakukan perundingan.

Malaysia, lanjut dia, terlihat hendak bertahan dalam membangun mercusuar dengan harapan pemerintah Indonesia lalai dan mengabaikannya.

"Protes dan keberatan Malaysia terhadap tindakan Indonesia untuk membongkar tidak akan mungkin, mengingat tiang pancang tersebut berada di landas kontinen Indonesia," katanya.