Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terus melakukan pengawasan tinggi muka air tanah ekosistem gambut sebagai bagian dari upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta memastikan pengelola konsesi menaati ketentuan terkait hal itu.

Direktur Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut KLH Mohamad Noor Andi Kusumah dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB Ke-29 (COP29) Azerbaijan, Selasa, menyebut Indonesia telah melakukan pengawasan tinggi muka air tanah untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di ekosistem gambut yang dapat melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam skala besar.

Baca juga: KLH soroti strategi kunci manajemen ekosistem gambut demi tekan emisi

"Kami meminta kepada pengelola lahan konsesi dan pihak swasta perkebunan sawit dan kehutanan untuk menjaga tinggi muka air tanah 0,4 meter di bawah permukaan," ujar Mohamad Noor Andi Kusumah dalam diskusi yang dipantau daring di Jakarta pada Selasa.

Untuk memastikan kepatuhan, Pemerintah Indonesia telah memiliki hampir 11 ribu unit alat pemantau yang mencakup area gambut seluas 4,1 juta hektare. Sampai dengan Oktober 2024, terdapat 332 perusahaan yang area operasinya diawasi tingkat muka air tanahnya sebagai bagian dari upaya merestorasi gambut.

Baca juga: BRGM dorong pembentukan peraturan hukum desa untuk jaga lahan gambut

Dia menjelaskan pengawasan tinggi muka air tanah itu karena berdasarkan studi yang sudah dilakukan memperlihatkan korelasi dengan turunnya muka air tanah dan kemunculan titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, pemerintah menetapkan kriteria minimal tinggi muka air tanah 0,4 meter di lahan gambut untuk mencegah kebakaran lahan.

"Jika kurang dari 0,4 meter maka potensi kebakaran hutan dan lahan meningkat. Oleh karena itu, kami menggunakan kriteria tinggi muka air tanah 0,4 meter sebagai dasar aktivitas di lahan gambut yang harus dipatuhi," tuturnya.

Baca juga: BRIN: Pelestarian ekosistem gambut demi mencapai tujuan iklim global

Indonesia memiliki ekosistem gambut seluas 24,6 juta hektare, dengan potensi cadangan karbon mencapai 46 giga ton, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2017. Sementara Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyebut sekitar 13 juta hektare pada tahun lalu berada dalam kondisi rusak dengan beragam tingkatan.