Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Centr Of Economic And Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhesitira menyarankan pemerintah untuk lebih kreatif mencari pendanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satunya bisa melalui pajak orang kaya (wealth tax).

Berdasarkan perhitungannya, penerapan pajak orang kaya mampu berkontribusi pada anggaran MBG hingga Rp81,6 triliun.

“Jangan naikan tarif PPN jadi 12 persen untuk biayai program prioritas. Banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya pajak kekayaan (wealth tax) yang bisa berkontribusi Rp81,6 triliun dalam sekali penerapan. Kemudian cegah kebocoran pajak yang ada di sektor komoditas ekstraktif (underinvoicing dan miss-reporting). Kami berharap pemerintah jangan korbankan masyarakat kelas menengah yang hidupnya sudah terhimpit untuk biayai MBG,” kata Bhima dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Diketahui, Program MBG merupakan program unggulan Prabowo-Gibran, sebagai bagian dari upaya memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Program ini bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi 82 juta penerima, termasuk anak sekolah, santri, balita, dan ibu hamil.

Baca juga: Celios: 78 persen responden dukung RI netral dalam persaingan AS-China

Program MBG dialokasikan melalui anggaran pendidikan yang memotong hampir 10 persen dari total anggaran pendidikan nasional 2025 atau setara dengan Rp71 triliun.

Meski MBG memiliki dampak terhadap perekonomian, CELIOS memperingatkan bahwa alokasi anggaran besar ini berpotensi membebani keuangan negara dan memperkecil ruang fiskal bagi program prioritas lainnya.

Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda mengungkapkan hasil modelling program MBG jika menggunakan dana pendidikan hanya akan memberikan dampak positif terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 0,06 persen atau Rp7,21 triliun, tetapi di sisi lain berdampak negatif pada sektor pendidikan dengan nilai kehilangan ekonomi mencapai Rp27,03 triliun.

Huda menilai, jika program MBG menggunakan anggaran pendidikan, dikhawatirkan kualitas pendidikan nasional akan terganggu karena anggaran berkurang.

Selain itu, dampak negatif lainnya juga akan dirasakan oleh tenaga kerja berupa pengurangan kompensasi sebesar Rp27,03 triliun dan tidak terlepas dari berkurangnya penghasilan tenaga kerja di bidang pendidikan pemerintah sebesar Rp41,55 triliun.

Baca juga: CELIOS: RI perlu tekankan kerja sama China soal transisi energi

“Sedangkan, redistibusi dana ini berpotensi mengurangi kesempatan kerja hingga 723 ribu posisi pada sektor pendidikan, termasuk guru dan dosen,” jelasnya.

Kemudian, studi CELIOS memperkirakan bahwa jika program MBG ini terus berjalan hingga mencapai target 100 persen pada 2029, defisit APBN diperkirakan akan mencapai 3,34 persen dari PDB pada 2029. Jumlah ini melebihi ambang batas aman yang diatur undang-undang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5 persen.

Bahkan ketika menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang optimis sebesar 7 persen, defisit anggaran tetap diprediksi akan melampaui ketentuan konstitusi yaitu sebesar 3,1 persen.

Sementara, Peneliti Ekonomi CELIOS Dyah Ayu mengungkapkan bahwa program MBG bakal menghadirkan tantangan besar dari sisi kebutuhan pembiayaan khususnya yang berasal dari pajak dan utang.

"Rasio pajak sulit naik dengan situasi ekonomi yang penuh tantangan eksternal maupun pelemahan konsumsi kelas menengah. Proyeksi penurunan rasio pajak Indonesia pada APBN 2025 yang hanya ditargetkan 10,09 persen, masih jauh dibanding target ambisius 23 persen di 2029," ujarnya.

Jika tidak diimbangi dengan strategi peningkatan pendapatan negara yang efektif, menurutnya ambisi untuk mendanai program MBG bisa menjadi beban tambahan yang memperlebar defisit anggaran.

“Pilihannya hanya naikan rasio pajak atau tambah utang untuk danai MBG,” tutur Dyah.

Ia menambahkan, pada dasarnya dibutuhkan rasionalisasi program MBG untuk diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan saja melalui skema program keluarga harapan (PKH). Bantuan bisa diberikan melalui uang tunai ataupun bantuan makanan bergizi bagi murid tertentu.