Jakarta (ANTARA) - Sejumlah warga dari Apartemen Graha Cempaka Mas membuat aduan ke posko pengaduan masyarakat di Balai Kota DKI Jakarta karena belum diselesaikannya kisruh di hunian bertingkat itu sejak 2013.

Pengawas Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), Apartemen Graha Cempaka Mas, Dwi Lies mengatakan di Jakarta, Senin, polemik ini bermula dari adanya gugatan dari kelompok warga terhadap PPRS yang dianggap sudah tak lagi memiliki dasar hukum kuat.

Baca juga: Penghuni Graha Cempaka Mas adukan Dinas Perumahan DKI ke Balai Kota

Sebab, pada tahun 2011, terdapat aturan baru Undang-Undang tentang Rumah Susun yang juga mengubah nomenklatur PPRS jadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).

Kelompok warga itu pun mengadukan persoalan ini kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan gubernur saat itu, Anies Baswedan mengeluarkan Kepgub pencabutan Surat Keputusan (SK) penetapan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas.

Tak terima dengan keputusan itu, Lies dan warga lainnya membawa persoalan ini ke meja hijau. Hingga akhirnya peradilan tingkat kasasi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menetapkan PPRS kubu Hery Wijaya sebagai pengurus yang sah. Sedangkan, PPRS tandingan yang dipimpin Tonny Soenanto dianggap tidak sah.

Baca juga: Penghuni rusun Cempaka Mas adukan SK Anies di posko Balai Kota

Kemudian hari ini, Lies menyebut dalam aduan yang disampaikan, pihaknya meminta agar Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi mencabut keputusan gubernur mengenai pencabutan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas yang dibuat Anies.

"Kami sudah menerima putusan kasasi dari (pengadilan) tata usaha negara, yang inkrah atau berkekuatan tetap untuk Pj gubernur melaksanakan mencabut SK pak Anies Baswedan yang mencabut akte pendirian kami," ujar Lies.

Lies juga meminta agar Teguh segera memerintahkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI untuk memfasilitasi pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) pemilihan Ketua P3SRS.

Baca juga: Penghuni rusun Cempaka Mas minta pencabutan SK eks Gubernur Anies

"Sehingga kami bisa mengelola daripada graha cempaka mas ini dengan lebih baik lagi," lanjut Lies.

Selama bersengketa dengan kelompok warga lain, Lies menyebut sudah mengalami sejumlah kerugian, khususnya materi hingga Rp40 miliar. Pasalnya, kelompok itu mendirikan PPRS tandingan dan ikut menarik Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang lebih murah.

Ia menyebut ada ratusan warga yang membayar IPL ke PPRS tandingan itu. Padahal, dana yang disetor warga tidak pernah dipakai untuk bayar berbagai keperluan seperti listrik dan air karena mereka tak punya kewenangan.

Akibatnya, Lies menyebut PPRS harus menalangi iuran IPL warga selama sembilan tahun dengan dana dari anggaran sinking fund.

Lies pun berharap Teguh memberi atensi pada kasus ini dan turut membantu penyelesaian masalah warga. Ia juga masih berkeinginan PPRS tandingan mengganti rugi Rp40 miliar yang dipakai untuk menalangi IPL warga.