Jakarta (ANTARA News) - Direktur lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali mengaku membantu Anas Urbaningrum dalam kongres pemilihan ketua ketua umum partai tersebut agar memudahkan mendapat akses masuk ke Partai Demokrat.

"Apabila Anas menang nanti saya minta tidak dihalangi akses masuk ke Demokrat," kata Denny saat menyampaikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Denny menjadi saksi untuk terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Menurut Denny, sebelumnya akses LSI untuk masuk ke Partai Demokrat sangat sulit, harus bersaing dengan lembaga survei yang lain.

Bantuan yang diberikan kepada Anas sebagai ketum partai Demokrat adalah bantuan berupa survei dan iklan politik dan dana sekitar Rp10 juta.

"Waktu itu Anas bilang kalau dia tidak punya dana, kemudian saya bilang kalau begitu kita buat yang minimal saja, dan berasal dari dana saya pribadi," jelas Denny.

Denny mengaku dengan membantu terpilihnya Anas agar reputasi LSI meningkat, terlebih dalam kongres Anas berhadapan dengan Andi Malarangeng yang dikabarkan mendapatkan dukungan dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat saat itu Susilo Bambang Yudhoyono.

Hasilnya, Anas berhasil memperoleh 236 suara pada putaran pertama, sedangkan dalam putaran kedua memenangkan 280 suara.

Anas diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC.

Selanjutnya, uang operasional dan "entertainment", biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya "event organizer", siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.

(D017/Z003)