Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan risiko geopolitik dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok membayangi pertumbuhan ekonomi global pada triwulan III-2024.

“Di triwulan III-2024 yang lalu, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan di sebagian besar negara perekonomian utama,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI di Jakarta, Senin.

Mahendra menuturkan kondisi tersebut turut dibayangi oleh memburuknya tensi geopolitik yang terjadi di berbagai penjuru dunia, secara utama akibat kondisi perang di Ukraina dan serangan Israel ke Gaza dan Lebanon.

Menyikapi perkembangan tersebut, berbagai bank sentral utama dunia mengambil kebijakan yang lebih akomodatif dengan melonggarkan kebijakan moneter dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing.

Risiko geopolitik yang membayangi perekonomian global pada triwulan III-2024 itu dibarengi juga dengan berlanjutnya pelemahan ekonomi Tiongkok dan peningkatan proteksionisme, serta risiko kembali terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.

“Pada saat itu dan tentu sekarang kita sudah ketahui hasilnya, risiko terpilihnya Donald Trump yang menjadikan para pelaku pasar memperhitungkannya dalam pelemahan perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan,” ujar Mahendra.

Di Amerika Serikat, indikator high frequency menunjukkan tekanan di pasar ketenagakerjaan sehingga menurunkan kepercayaan konsumen.

Sedangkan Tiongkok mengalami perlambatan ekonomi seiring masih tertekannya demand maupun supply.

Sementara perekonomian Eropa masih tertekan dengan tingkat inflasi yang cenderung persisten dan kinerja sektor manufaktur yang terkontraksi.

Di dalam negeri, sekalipun pertumbuhan pada triwulan III-2024 tercatat sebesar 4,95 persen, pertumbuhan ekonomi untuk sepanjang tahun 2024 sampai triwulan ketiga tetap terjaga di atas 5 persen, yaitu 5,03 persen.

Baca juga: Presiden: Tanpa sektor ekonomi dinamis, pertumbuhan tak akan tercapai
Baca juga: OJK: Penurunan FFR menstimulus pertumbuhan ekonomi Indonesia
Baca juga: Indef: Industri pengolahan perlu didukung untuk capai ekonomi 8 persen