LSI: publik lelah dengan proses pilpres
7 Agustus 2014 15:27 WIB
Pemohon sidang sengketa Pilpres Prabowo Subiyanto memberikan salam ketika menghadiri sidang perdana sengketa Pilpres 2014 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (6/8). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 (PHPU Pilpres) itu mengagendakan penjelasan lisan dari pemohon. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/Asf/pd/14)
Jakarta (ANTARA News) - Mayoritas publik saat ini sudah lelah dengan proses pilpres sehingga mengharapkan penyelesaian sengketa pemilu melalui Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan jalan terakhir, demikian menurut peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ade Mulyana.
Hasil survei tertanggal 4-6 Agustus 2014 yang dilakukan terhadap 1.200 responden, 78,11 persen responden mengharapkan sengketa pemilu berakhir jika gugatan ditolak MK, sedangkan 14,59 persen ingin sengketa bisa berlanjut dengan langkah hukum lain, dan 7,30 persen mengatakan tidak tahu/tidak menjawab.
"Artinya, publik sudah lelah dengan proses ini," kata Ade Mulyana dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Temuan dan analisis survei nasional LSI yang bertajuk "Network Head to Head Dukungan Prabowo-Jokowi Pascakeputusan Resmi KPU" itu, dilakukan dengan metode quickpoll melalui smartphone dengan tingkat margin error 2,9 persen.
Ade mengatakan seluruh pihak tentu harus menghormati apapun putusan MK, baik itu memutuskan adanya pemungutan suara ulang pilpres, maupun menolak gugatan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Namun, dia mengatakan tidak bisa dipungkiri bahwa fakta mayoritas publik menginginkan proses pilpres segera berakhir.
Dia mengatakan apabila pemilu dilakukan saat ini pun pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tetap memperoleh suara mayoritas, bahkan meningkat dibandingkan perolehan suara pada Pilpres 9 Juli 2014 lalu.
"Hal ini terbukti pula bahwa meskipun ada pemungutan suara ulang di beberapa TPS di Jakarta beberapa waktu lalu, pasangan Jokowi tetap unggul," ujar dia.
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih berdasarkan hasil rekapitulasi suara resmi tingkat nasional oleh KPU.
Pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa menilai proses Pilpres diliputi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif, sehingga mengajukan gugatan hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi.
Hasil survei tertanggal 4-6 Agustus 2014 yang dilakukan terhadap 1.200 responden, 78,11 persen responden mengharapkan sengketa pemilu berakhir jika gugatan ditolak MK, sedangkan 14,59 persen ingin sengketa bisa berlanjut dengan langkah hukum lain, dan 7,30 persen mengatakan tidak tahu/tidak menjawab.
"Artinya, publik sudah lelah dengan proses ini," kata Ade Mulyana dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Temuan dan analisis survei nasional LSI yang bertajuk "Network Head to Head Dukungan Prabowo-Jokowi Pascakeputusan Resmi KPU" itu, dilakukan dengan metode quickpoll melalui smartphone dengan tingkat margin error 2,9 persen.
Ade mengatakan seluruh pihak tentu harus menghormati apapun putusan MK, baik itu memutuskan adanya pemungutan suara ulang pilpres, maupun menolak gugatan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Namun, dia mengatakan tidak bisa dipungkiri bahwa fakta mayoritas publik menginginkan proses pilpres segera berakhir.
Dia mengatakan apabila pemilu dilakukan saat ini pun pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tetap memperoleh suara mayoritas, bahkan meningkat dibandingkan perolehan suara pada Pilpres 9 Juli 2014 lalu.
"Hal ini terbukti pula bahwa meskipun ada pemungutan suara ulang di beberapa TPS di Jakarta beberapa waktu lalu, pasangan Jokowi tetap unggul," ujar dia.
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih berdasarkan hasil rekapitulasi suara resmi tingkat nasional oleh KPU.
Pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa menilai proses Pilpres diliputi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif, sehingga mengajukan gugatan hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: