“Penting banget untuk kita para orang tua punya critical thinking, apa yang disampaikan oleh publik figur atau mungkin pun ada pihak ahli gitu ya, itu yang perlu dipikirkan keahliannya bagiannya apa ya, ini siapa ya, apakah benar kalau misalnya ada artikel atau jurnal itu perlu dicek dulu,” kata Nucha dalam acara diskusi Cegah Pneumonia Menuju Indonesia Emas 2045 di Jakarta, Senin.
Nucha mengatakan derasnya informasi di internet dan media sosial serta mulai banyaknya ahli atau dokter yang memiliki akun untuk menyebarkan edukasi terkadang membuat orang tua kebingungan untuk memilih mana yang benar untuk diikuti.
Baca juga: Hindari hoaks, Titi Kamal cari informasi kesehatan di telemedisin
Baca juga: UNICEF: "Basic parenting" wajib untuk lindungi anak di era digital
“Ini salah satu media yang paling berpengaruh terhadap decision making si keluarga untuk pemilihan vaksin dan lain-lain. Jadi ada pengaruh dari teman-teman dan juga komunitas, itu yang saling mengingatkan misalnya ada informasi baru soal vaksin atau misalnya ada ilmu kesehatan,” katanya.
Media sosial, kata Nucha, juga bisa jadi jembatan atau penengah antara ahli dengan masyarakat untuk menjelaskan dengan bahasa yang lebih mudah agar informasi tentang kesehatan lebih mudah dimengerti.
Para orang tua perlu memiliki filter sendiri terhadap semua informasi semua yang didapat karena tidak semua informasi itu benar-benar tervalidasi. Terutama bagi generasi yang lebih tua yang tidak terlalu melek terhadap sosial media.
“Kita yang mungkin lebih muda, yang harus lebih peduli sih untuk bisa menyaring apakah semua informasi itu benar atau tidak, biasanya aku selalu tanyain kepada ahli-ahli lagi, psikolog atau dokter,” ucapnya.
Baca juga: Manfaat menerapkan "smart parenting" untuk perkembangan anak
Baca juga: Nikita Willy terapkan pola asuh ke anak dengan rutinitas
Baca juga: Tekankan kejujuran ketika anak gunakan media sosial