Ragam panggilan nama sesuai kasta dalam silsilah di keluarga Bali
18 November 2024 15:43 WIB
Sejumlah anggota keluarga dari salah satu pahlawan yang gugur berdoa saat berziarah pada Peringatan 77 Tahun Hari Puputan Margarana di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Tabanan, Bali, Senin (20/11/2023). Kegiatan yang digelar untuk mengenang 1.372 pahlawan yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada masa perang kemerdekaan Indonesia tersebut diperingati dengan berbagai acara di antaranya upacara, tradisi budaya, doa-doa, dan tabur bunga di tugu pahlawan. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/tom.
Jakarta (ANTARA) - Dalam ruang lingkup keluarga, setiap anggota memiliki peran masing-masing yang sesuai dengan garis keturunan atau hubungan keluarga. Oleh karena itu, setiap peran tersebut mendapatkan panggilan khusus sebagai bentuk penghormatan dari yang lebih muda kepada yang lebih tua.
Termasuk pada panggilan nama dalam silsilah keluarga di Bali, hal ini bertujuan sebagai penghormatan sekaligus untuk menjaga adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun.
Panggilan tersebut tidak hanya sekadar nama, tetapi juga mencerminkan kedudukan, urutan lahir, dan peran dalam keluarga besar, yang krusial dalam menjaga tata krama serta identitas masyarakat dan keluarga pada budaya Bali.
Bagi Anda yang tinggal atau berencana mengunjungi Bali, serta memiliki kerabat yang berasal dari budaya Bali, penting untuk memahami istilah-istilah panggilan dalam keluarga agar tidak salah menyapa seseorang.
Baca juga: Kemenparekraf sebut pariwisata ajarkan jaga lingkungan dan budaya
Baca juga: Mengenal jenis wayang suket yang terbuat dari rumput kering
Sebab, dalam budaya Bali, panggilan nama dalam silsilah keluarga dapat disesuaikan dengan kasta dan beragam sesuai dengan kedekatan serta posisi setiap anggota keluarga.
Berikut ini ragam panggilan nama sesuai dengan kasta dalam silsilah di keluarga Bali yang telah dirangkum dari berbagai macam sumber.
Panggilan nama dalam silsilah keluarga pada masyarakat Bali
1. Kakek dan nenek
Dalam pemanggilan kepada yang lebih tua terutama cucu, biasanya memanggil sang kakek dengan sebutan Kak atau Pekak dan untuk panggilan nenek dengan sebutan "Dong" atau "Dadong". Pemanggilan ini juga sama secara keseluruhan termasuk kepada usia yang sangat tua walaupun bukan anggota keluarga sebagai bentuk menghormati.
2. Orang tua
Dalam penyebutan kepada orang tua memiliki pemanggilan yang berbeda-beda. Hal ini memiliki arti yang sering digunakan dalam menyapa kepada orang tua sesuai dengan kasta nya masing-masing, yakni diantaranya:
• Kasta Sudra
Pada kasta Sudra atau pada saat bertamu ke rumah saudara, biasanya untuk penyebutan orang tua laki – laki disebut dengan "Bapa" atau "Nanang" dan orang tua perempuan disebut dengan "Me" atau "Meme". Pemanggilan ini untuk menyambut orang tua baik itu kandung maupun mertua.
• Kasta tinggi atau keturunan triwangsa
Dalam kasta yang memiliki keturunan triwangsa seperti Brahmana, Kesatria dan Waisya memiliki nama pemanggilan yang berbeda dengan kasta Sudra untuk penyebutan orang tua. Biasanya untuk orang tua laki-laki disebut dengan "Aji" atau "Ajung" dan orang tua perempuan disebut dengan "Biang" atau "Bu".
Baca juga: BRIN ungkap potensi arkeoastronomi untuk meneliti budaya masa lalu
3. Anak atau menantu
Dalam penyebutan anak atau menantu setiap kasta di Bali memiliki penyebutan yang berbeda. Hal ini karena untuk bisa membedakan pemanggilan setiap kasta yang dimiliki oleh masyarakat Bali itu sendiri.
• Kasta Sudra
Pada kasta sudra untuk pemanggilan anak ataupun menantu perempuan disebut dengan "Luh" yang berarti perempuan. Sedangkan untuk laki-laki disebut "Ning" atau "Cening" yang berarti laki-laki. Meskipun tidak memiliki artian yang spesial namun pemanggilan ini masih dilestarikan oleh masyarakat Bali terutama pada kasta sudra.
• Kasta tinggi atau keturunan triwangsa
Pada kasta tinggi atau keturunan triwangsa biasanya pada anak atau menantu perempuan memanggil dengan sebutan "Gek" atau "Yuk" dari pemanggilan itu sendiri dapat disingkat menjadi "jegeg" yang artinya cantik. Sedangkan untuk anak atau menantu laki-laki disebut dengan "Gus" atau "Gung" yang artinya ganteng.
4. Saudara
Pada pemanggilan untuk saudara baik itu laki-laki ataupun perempuan yang usianya terpaut lebih tua dari orang tua memiliki panggilan yang sama yaitu "Iwa" Apabila diartikan dalam bahasa Indonesia samanya seperti bibi atau paman.
Sedangkan, untuk saudara perempuan yang usianya lebih muda dari orang tua terbiasa dipanggil dengan sebutan "Me Nik" atau "Meme Cenik" dan seringkali pemanggilan ini digunakan pada masyarakat kasta Sudra.
Baca juga: Sanggul menginspirasi anak muda kreatif lestarikan warisan budaya
Baca juga: Mendiktisaintek: Pertukaran budaya landasan hubungan dengan Belgia
Baca juga: Menbud Fadli Zon tegaskan pentingnya pelestarian budaya
Termasuk pada panggilan nama dalam silsilah keluarga di Bali, hal ini bertujuan sebagai penghormatan sekaligus untuk menjaga adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun.
Panggilan tersebut tidak hanya sekadar nama, tetapi juga mencerminkan kedudukan, urutan lahir, dan peran dalam keluarga besar, yang krusial dalam menjaga tata krama serta identitas masyarakat dan keluarga pada budaya Bali.
Bagi Anda yang tinggal atau berencana mengunjungi Bali, serta memiliki kerabat yang berasal dari budaya Bali, penting untuk memahami istilah-istilah panggilan dalam keluarga agar tidak salah menyapa seseorang.
Baca juga: Kemenparekraf sebut pariwisata ajarkan jaga lingkungan dan budaya
Baca juga: Mengenal jenis wayang suket yang terbuat dari rumput kering
Sebab, dalam budaya Bali, panggilan nama dalam silsilah keluarga dapat disesuaikan dengan kasta dan beragam sesuai dengan kedekatan serta posisi setiap anggota keluarga.
Berikut ini ragam panggilan nama sesuai dengan kasta dalam silsilah di keluarga Bali yang telah dirangkum dari berbagai macam sumber.
Panggilan nama dalam silsilah keluarga pada masyarakat Bali
1. Kakek dan nenek
Dalam pemanggilan kepada yang lebih tua terutama cucu, biasanya memanggil sang kakek dengan sebutan Kak atau Pekak dan untuk panggilan nenek dengan sebutan "Dong" atau "Dadong". Pemanggilan ini juga sama secara keseluruhan termasuk kepada usia yang sangat tua walaupun bukan anggota keluarga sebagai bentuk menghormati.
2. Orang tua
Dalam penyebutan kepada orang tua memiliki pemanggilan yang berbeda-beda. Hal ini memiliki arti yang sering digunakan dalam menyapa kepada orang tua sesuai dengan kasta nya masing-masing, yakni diantaranya:
• Kasta Sudra
Pada kasta Sudra atau pada saat bertamu ke rumah saudara, biasanya untuk penyebutan orang tua laki – laki disebut dengan "Bapa" atau "Nanang" dan orang tua perempuan disebut dengan "Me" atau "Meme". Pemanggilan ini untuk menyambut orang tua baik itu kandung maupun mertua.
• Kasta tinggi atau keturunan triwangsa
Dalam kasta yang memiliki keturunan triwangsa seperti Brahmana, Kesatria dan Waisya memiliki nama pemanggilan yang berbeda dengan kasta Sudra untuk penyebutan orang tua. Biasanya untuk orang tua laki-laki disebut dengan "Aji" atau "Ajung" dan orang tua perempuan disebut dengan "Biang" atau "Bu".
Baca juga: BRIN ungkap potensi arkeoastronomi untuk meneliti budaya masa lalu
3. Anak atau menantu
Dalam penyebutan anak atau menantu setiap kasta di Bali memiliki penyebutan yang berbeda. Hal ini karena untuk bisa membedakan pemanggilan setiap kasta yang dimiliki oleh masyarakat Bali itu sendiri.
• Kasta Sudra
Pada kasta sudra untuk pemanggilan anak ataupun menantu perempuan disebut dengan "Luh" yang berarti perempuan. Sedangkan untuk laki-laki disebut "Ning" atau "Cening" yang berarti laki-laki. Meskipun tidak memiliki artian yang spesial namun pemanggilan ini masih dilestarikan oleh masyarakat Bali terutama pada kasta sudra.
• Kasta tinggi atau keturunan triwangsa
Pada kasta tinggi atau keturunan triwangsa biasanya pada anak atau menantu perempuan memanggil dengan sebutan "Gek" atau "Yuk" dari pemanggilan itu sendiri dapat disingkat menjadi "jegeg" yang artinya cantik. Sedangkan untuk anak atau menantu laki-laki disebut dengan "Gus" atau "Gung" yang artinya ganteng.
4. Saudara
Pada pemanggilan untuk saudara baik itu laki-laki ataupun perempuan yang usianya terpaut lebih tua dari orang tua memiliki panggilan yang sama yaitu "Iwa" Apabila diartikan dalam bahasa Indonesia samanya seperti bibi atau paman.
Sedangkan, untuk saudara perempuan yang usianya lebih muda dari orang tua terbiasa dipanggil dengan sebutan "Me Nik" atau "Meme Cenik" dan seringkali pemanggilan ini digunakan pada masyarakat kasta Sudra.
Baca juga: Sanggul menginspirasi anak muda kreatif lestarikan warisan budaya
Baca juga: Mendiktisaintek: Pertukaran budaya landasan hubungan dengan Belgia
Baca juga: Menbud Fadli Zon tegaskan pentingnya pelestarian budaya
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024
Tags: