Indef: Pacu daya beli masyarakat wujudkan pertumbuhan 8 persen
18 November 2024 14:44 WIB
Tangkapan virtual Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam talkshow spesial Sidang Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2024). ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan Pemerintah Indonesia harus dapat memacu atau meningkatkan daya beli masyarakat secara maksimal guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi domestik sebesar 8 persen.
“Kita tahu daya beli itu, kita bisa melihat dari sektor konsumsi rumah tangga yang sekarang pada posisi hari ini itu masih dalam kondisi turun begitu, ya dikatakan hanya di 4,9 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Jadi ini benar-benar alarm sebetulnya, daya beli kita harus kita bangkitkan,” kata Eko dalam diskusi publik di Jakarta, Senin.
Eko menuturkan pemerintah perlu membangkitkan daya beli masyarakat dalam 100 hari ke depan, karena konsumsi rumah tangga merupakan salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kami dari Indef itu menawarkan bagaimana kemudian 100 hari pertama itu harus bisa dibuktikan bisa mengungkit daya beli masyarakat. Kalau tidak ada, itu kan kita susah untuk bisa optimis dengan ambisi 8 persen itu, kenapa? Karena lebih dari separuh perekonomian Indonesia itu sebetulnya faktor penentunya itu di konsumsi, di daya beli masyarakat,” tuturnya.
Menurut dia, secara historis pertumbuhan Indonesia pernah berada di sekitar 8 persenan, bahkan tumbuh di 10,9 persen. Pertumbuhan ekonomi 8 persen diperlukan agar Indonesia bisa menjadi negara maju.
Untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga, pemerintah perlu memberikan stimulus bukan pungutan. Eko mengatakan jika kelompok administered prices naik, hal itu dapat menggerus level konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah perlu memacu pertumbuhan industri terutama industri manufaktur karena industri manufaktur merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Eko, penciptaan lapangan kerja bisa memperbaiki daya beli rumah tangga.
“Kalau manufaktur sudah beberapa bulan ini kontraksi terus, ya itu artinya PHK meningkat karena manufaktur melambat ya otomatis kan mereka lama-lama nggak bisa kalau pesanannya sedikit terus kemudian juga penjualannya sedikit atau menurun, bagaimana mungkin mereka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, yang ada justru mungkin malah mem-PHK,” ujarnya.
Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 tercatat sebesar 49,2.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan strategi yang disiapkan oleh Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Daya beli masyarakat tentu kita jaga dengan beberapa program bantuan ekonomi,” kata Airlangga, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/10).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui dorongan program perlindungan sosial (perlinsos), seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Pemerintah juga menggencarkan bantuan sosial (bansos) pangan. Terakhir kali, Pemerintah menyatakan bantuan beras serta daging ayam dan telur kembali digelontorkan untuk Agustus, Oktober, dan Desember.
Adapun upaya yang terbaru adalah terkait revisi manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pasalnya, jumlah peserta yang terdaftar dan mengakses JKP melalui BPJS Ketenagakerjaan terbilang cukup rendah. Untuk itu, Pemerintah akan mengkaji upaya perbaikan yang bisa dilakukan agar manfaat JKP dapat terserap secara optimal.
Baca juga: Presiden: Tanpa sektor ekonomi dinamis, pertumbuhan tak akan tercapai
Baca juga: Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia menguat di 2024 hingga dua digit
Baca juga: OJK: Industri fintech dukung akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia
“Kita tahu daya beli itu, kita bisa melihat dari sektor konsumsi rumah tangga yang sekarang pada posisi hari ini itu masih dalam kondisi turun begitu, ya dikatakan hanya di 4,9 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Jadi ini benar-benar alarm sebetulnya, daya beli kita harus kita bangkitkan,” kata Eko dalam diskusi publik di Jakarta, Senin.
Eko menuturkan pemerintah perlu membangkitkan daya beli masyarakat dalam 100 hari ke depan, karena konsumsi rumah tangga merupakan salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kami dari Indef itu menawarkan bagaimana kemudian 100 hari pertama itu harus bisa dibuktikan bisa mengungkit daya beli masyarakat. Kalau tidak ada, itu kan kita susah untuk bisa optimis dengan ambisi 8 persen itu, kenapa? Karena lebih dari separuh perekonomian Indonesia itu sebetulnya faktor penentunya itu di konsumsi, di daya beli masyarakat,” tuturnya.
Menurut dia, secara historis pertumbuhan Indonesia pernah berada di sekitar 8 persenan, bahkan tumbuh di 10,9 persen. Pertumbuhan ekonomi 8 persen diperlukan agar Indonesia bisa menjadi negara maju.
Untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga, pemerintah perlu memberikan stimulus bukan pungutan. Eko mengatakan jika kelompok administered prices naik, hal itu dapat menggerus level konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah perlu memacu pertumbuhan industri terutama industri manufaktur karena industri manufaktur merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Eko, penciptaan lapangan kerja bisa memperbaiki daya beli rumah tangga.
“Kalau manufaktur sudah beberapa bulan ini kontraksi terus, ya itu artinya PHK meningkat karena manufaktur melambat ya otomatis kan mereka lama-lama nggak bisa kalau pesanannya sedikit terus kemudian juga penjualannya sedikit atau menurun, bagaimana mungkin mereka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, yang ada justru mungkin malah mem-PHK,” ujarnya.
Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 tercatat sebesar 49,2.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan strategi yang disiapkan oleh Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Daya beli masyarakat tentu kita jaga dengan beberapa program bantuan ekonomi,” kata Airlangga, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/10).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui dorongan program perlindungan sosial (perlinsos), seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Pemerintah juga menggencarkan bantuan sosial (bansos) pangan. Terakhir kali, Pemerintah menyatakan bantuan beras serta daging ayam dan telur kembali digelontorkan untuk Agustus, Oktober, dan Desember.
Adapun upaya yang terbaru adalah terkait revisi manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pasalnya, jumlah peserta yang terdaftar dan mengakses JKP melalui BPJS Ketenagakerjaan terbilang cukup rendah. Untuk itu, Pemerintah akan mengkaji upaya perbaikan yang bisa dilakukan agar manfaat JKP dapat terserap secara optimal.
Baca juga: Presiden: Tanpa sektor ekonomi dinamis, pertumbuhan tak akan tercapai
Baca juga: Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia menguat di 2024 hingga dua digit
Baca juga: OJK: Industri fintech dukung akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: