Parlemen Indonesia dorong pendanaan iklim adil dan inovatif di COP29
17 November 2024 12:27 WIB
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR RI Ravindra Airlangga (kiri) hadiri Parliamentary Meeting on 29th United Nations Climate Cange Conference COP29 di Baku, Azerbaijan. (ANTARA/HO-DPR RI)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menyerukan aksi kolektif yang lebih adil untuk mengatasi tantangan perubahan iklim saat Parliamentary Meeting on 29th United Nations Climate Cange Conference COP29 di Baku, Azerbaijan.
"Pendekatan inovatif diharapkan dapat mempercepat transisi menuju keberlanjutan dan melindungi negara berkembang dari dampak terburuk perubahan iklim. Tanggung jawab bersama harus dibarengi dengan kontribusi yang proporsional,” kata Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Hal tersebut disampaikan Ravindra dalam sesi Unpacking the Global Climate Finance Architecture: Mobilizing Resources and Streamlining Access to Climate Change di COP29 di Azerbaijan.
Menurut anggota Komisi IX DPR komitmen itu dibutuhkan untuk mempercepat transisi keberlanjutan dan melindungi negara berkembang dari dampak buruk perubahan iklim.
Ravindra mengapresiasi komitmen pendanaan iklim dari negara-negara maju yang dinaungi UNFCCC. Menurutnya hal ini menjadi penting untuk digaungkan dan dilaksanakan.
Dia menekankan urgensi pendanaan bagi negara berkembang sebagai pihak yang paling terdampak dari perubahan iklim. Meskipun, menurutnya, kontribusi emisi relatif kecil.
"Sebanyak 79 persen emisi CO2 global secara historis berasal dari segelintir negara maju, sementara negara berkembang menjadi pihak yang paling merasakan dampak buruk perubahan iklim,” ujar Ravindra.
Ia menyebut, berdasarkan proyeksi Postdam Institute of Climate Change, kerugian akibat perubahan iklim dapat mencapai hampir setengah dari PDB dunia pada 2050. Dalam kondisi itu, Dia menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi.
Disebutkan berdasarkan Global Climate Atlas, Indonesia menyumbang 1,7 persen dari total emisi global pada 2021.
"Indonesia berkomitmen melalui Nationally Determined Contribution (NDC) mengurangi emisi sebesar 31,89 persen secara mandiri dan hingga 43,2 persen dengan dukungan pendanaan internasional," ujar Ravindra Airlangga.
Legislator ini juga menyoroti perlunya pendanaan iklim sebagai bentuk mitigasi dan adaptasi. Menurutnya, dalam inisiatif New Collective Quantified Goal, angka pendanaan diproyeksikan mencapai 5,4 triliun dolar AS per tahun hingga 2030.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya insentif bagi sektor publik untuk terlibat dalam mitigasi iklim. Dan juga perlunya pengembangan pasar global untuk Ecosystem as a Service.
Baca juga: BKSAP DPR: parlemen berperan buat regulasi transparansi dana iklim
Baca juga: BKSAP DPR: Parlemen berperan rumuskan kebijakan atasi perubahan iklim
"Pendekatan inovatif diharapkan dapat mempercepat transisi menuju keberlanjutan dan melindungi negara berkembang dari dampak terburuk perubahan iklim. Tanggung jawab bersama harus dibarengi dengan kontribusi yang proporsional,” kata Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Hal tersebut disampaikan Ravindra dalam sesi Unpacking the Global Climate Finance Architecture: Mobilizing Resources and Streamlining Access to Climate Change di COP29 di Azerbaijan.
Menurut anggota Komisi IX DPR komitmen itu dibutuhkan untuk mempercepat transisi keberlanjutan dan melindungi negara berkembang dari dampak buruk perubahan iklim.
Ravindra mengapresiasi komitmen pendanaan iklim dari negara-negara maju yang dinaungi UNFCCC. Menurutnya hal ini menjadi penting untuk digaungkan dan dilaksanakan.
Dia menekankan urgensi pendanaan bagi negara berkembang sebagai pihak yang paling terdampak dari perubahan iklim. Meskipun, menurutnya, kontribusi emisi relatif kecil.
"Sebanyak 79 persen emisi CO2 global secara historis berasal dari segelintir negara maju, sementara negara berkembang menjadi pihak yang paling merasakan dampak buruk perubahan iklim,” ujar Ravindra.
Ia menyebut, berdasarkan proyeksi Postdam Institute of Climate Change, kerugian akibat perubahan iklim dapat mencapai hampir setengah dari PDB dunia pada 2050. Dalam kondisi itu, Dia menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi.
Disebutkan berdasarkan Global Climate Atlas, Indonesia menyumbang 1,7 persen dari total emisi global pada 2021.
"Indonesia berkomitmen melalui Nationally Determined Contribution (NDC) mengurangi emisi sebesar 31,89 persen secara mandiri dan hingga 43,2 persen dengan dukungan pendanaan internasional," ujar Ravindra Airlangga.
Legislator ini juga menyoroti perlunya pendanaan iklim sebagai bentuk mitigasi dan adaptasi. Menurutnya, dalam inisiatif New Collective Quantified Goal, angka pendanaan diproyeksikan mencapai 5,4 triliun dolar AS per tahun hingga 2030.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya insentif bagi sektor publik untuk terlibat dalam mitigasi iklim. Dan juga perlunya pengembangan pasar global untuk Ecosystem as a Service.
Baca juga: BKSAP DPR: parlemen berperan buat regulasi transparansi dana iklim
Baca juga: BKSAP DPR: Parlemen berperan rumuskan kebijakan atasi perubahan iklim
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: