KPK periksa Bupati Karawang sebagai tersangka
5 Agustus 2014 11:26 WIB
Bupati Karawang Ade Swara dikawal petugas saat meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta Selatan, Jumat (18/7). Ade dan istrinya menjadi tersangka dalam kasus pemerasan terhadap PT Tatar Kertabumi. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya Nur Latifah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam pengurusan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atas nama PT Tatar Kertabumi.
Saat tiba di gedung KPK Jakarta dari rumah tahanan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Selasa, Ade hanya mengatakan "Alhamdulilah, Minal Aidin wal-Faizin."
Nur Latifah datang lima menit setelah Ade. Ia tidak mengatakan apapun saat tiba dari ruang tahanan yang ada di ruang bawah tanah gedung KPK
KPK menangkap Nur Latifah pada Kamis (17/7) malam dan Ade Swara pada Jumat (18/7) dini hari.
Sebelumnya, KPK juga sudah menangkap Ali Hamidi, adik sepupu Nur Latifah yang ditugasi Ade untuk mengambil uang di tempat penukaran uang di satu pusat perbelanjaan Karawang.
Di sana petugas KPK mengamankan Ali bersama pengawalnya dan pegawai dari PT Tatar Kertabumi, perusahaan yang dimintai uang oleh Ade dan Nur serta orang dari penukaran uang.
Di tempat penukaran uang, Ali akan menukarkan uang 424.349 dolar AS, yang merupakan besaran uang yang diminta Ade dan Nur dari PT Tatar Kertabumi supaya perusahaan itu mendapatkan SPPL sebagai syarat untuk mendirikan pusat perbelanjaan di Karawang.
KPK menyita uang pecahan 100 dolar sebanyak 4.243 lembar, dua lembar pecahan 20 dolar AS, satu lembar pecahan 5 dolar AS serta empat lembar pecahan 1 dolar AS.
Dari sana tim KPK bergerak ke rumah dinas Bupati Karawang dan menangkap Nur Latifah namun tak menemukan sang bupati di rumah itu.
Ade Swara baru ditangkap pada sekitar pukul 01.46 WIB setelah menyelesaikan kegiatan Safari Ramadhan.
KPK menjerat Ade dan Nur dengan pasal 12 e atau pasal 23 Undang-Undang No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana penjara maksimal selama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Saat tiba di gedung KPK Jakarta dari rumah tahanan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Selasa, Ade hanya mengatakan "Alhamdulilah, Minal Aidin wal-Faizin."
Nur Latifah datang lima menit setelah Ade. Ia tidak mengatakan apapun saat tiba dari ruang tahanan yang ada di ruang bawah tanah gedung KPK
KPK menangkap Nur Latifah pada Kamis (17/7) malam dan Ade Swara pada Jumat (18/7) dini hari.
Sebelumnya, KPK juga sudah menangkap Ali Hamidi, adik sepupu Nur Latifah yang ditugasi Ade untuk mengambil uang di tempat penukaran uang di satu pusat perbelanjaan Karawang.
Di sana petugas KPK mengamankan Ali bersama pengawalnya dan pegawai dari PT Tatar Kertabumi, perusahaan yang dimintai uang oleh Ade dan Nur serta orang dari penukaran uang.
Di tempat penukaran uang, Ali akan menukarkan uang 424.349 dolar AS, yang merupakan besaran uang yang diminta Ade dan Nur dari PT Tatar Kertabumi supaya perusahaan itu mendapatkan SPPL sebagai syarat untuk mendirikan pusat perbelanjaan di Karawang.
KPK menyita uang pecahan 100 dolar sebanyak 4.243 lembar, dua lembar pecahan 20 dolar AS, satu lembar pecahan 5 dolar AS serta empat lembar pecahan 1 dolar AS.
Dari sana tim KPK bergerak ke rumah dinas Bupati Karawang dan menangkap Nur Latifah namun tak menemukan sang bupati di rumah itu.
Ade Swara baru ditangkap pada sekitar pukul 01.46 WIB setelah menyelesaikan kegiatan Safari Ramadhan.
KPK menjerat Ade dan Nur dengan pasal 12 e atau pasal 23 Undang-Undang No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana penjara maksimal selama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: