Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengkampanyekan program Jeli, Inisiatif, Toleran, Ukur (JITU) pada masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak guna menghindarkan isu kekerasan perempuan.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy mengatakan poligami yang dipraktikkan oleh sejumlah calon kepala daerah dinilai sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, yang mengancam hak-hak perempuan dan merendahkan posisi mereka dalam proses politik.

"Kami dari Komnas Perempuan menyayangkan bentuk-bentuk kekerasan yang ditampilkan oleh calon kepala daerah, seperti praktik poligami serta narasi diskriminatif yang merendahkan perempuan dalam kampanye dan debat publik," kata Olivia melalui keterangan resminya, Jumat.

Baca juga: Seluruh peserta Pilkada 2024 diminta tidak berikan pernyataan seksis

Dia melanjutkan pesta demokrasi seperti Pilkada tidak sepatutnya perempuan tidak boleh hanya dilihat sebagai objek yang dibicarakan atau dimanfaatkan, tetapi harus dihargai sebagai subjek dengan hak dan suara yang sama pentingnya.

Dalam hal ini, pihaknya juga menyoroti pentingnya pengawasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan bahwa calon kepala daerah menggunakan narasi kampanye yang menghormati kesetaraan gender.

"Ini bukan sekadar urusan kampanye, tetapi menyangkut kepentingan publik. Penyelenggara harus mengawasi dan memastikan kampanye bebas dari narasi yang merendahkan perempuan, apalagi sudah ada PKPU yang mengatur soal kampanye" ujar dia.

Kampanye JITU yang sudah dijalankan sejak 2019 yang lalu itu, memiliki tujuan yang positif yakni mendidik masyarakat agar dapat memilih calon pemimpin yang memiliki komitmen pada pemenuhan hak asasi manusia dan hak konstitusional perempuan, berperspektif kebangsaan dan kebhinekaan.

Baca juga: Komnas: Kampanye seksis digunakan untuk raup perhatian publik

Pihaknya menyebutkan program JITU juga banyak melibatkan jaringan masyarakat sipil di seluruh Indonesia untuk membantu pemilih mengidentifikasi calon yang benar-benar berkeadilan gender dan tidak melakukan kekerasan simbolik terhadap perempuan.

Berdasarkan data yang dibagikan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi, dengan lebih dari 339.782 kasus dilaporkan pada 2023. Selain itu, kebijakan diskriminatif juga tercatat masih marak dengan 305 peraturan daerah yang dianggap merugikan hak-hak perempuan.

Dengan adanya kampanye JITU ini, Komnas Perempuan berharap pemilih di Pilkada 2024 lebih jeli dalam menilai calon kepala daerah, terutama terkait komitmen mereka terhadap isu kesetaraan gender dan hak perempuan.

"Kita perlu calon kepala daerah yang menghargai perempuan bukan hanya sebagai elemen masyarakat, tetapi sebagai subjek yang setara dalam demokrasi," tutup Olivia.

Baca juga: Komnas kritisi kekerasan & diskriminasi perempuan di kampanye Pilkada
Baca juga: Rekam jejak calon Pilkada 2024 harus bersih dari kekerasan gender