Jakarta (ANTARA) - Industri pangan saat ini menghadapi tantangan besar, seiring meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kualitas makanan yang dikonsumsi, mulai dari keamanan, nilai gizi, hingga dampak lingkungannya.

Untuk menjawab tuntutan ini, industri pangan semakin bergeser dari teknik pengolahan tradisional ke teknologi pengolahan baru yang lebih efektif dan efisien, seperti teknologi termal dan non-termal.

Namun demikian, meskipun menawarkan berbagai keunggulan, adopsi teknologi ini dalam skala industri seringkali lambat. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari sisi teknologi itu sendiri, keterbatasan sumber daya, hingga persepsi konsumen.

Teknologi pemanasan dalam industri pangan telah mengalami inovasi yang signifikan. Beberapa teknologi termal yang baru muncul adalah pemanasan frekuensi radio (RF), pemanasan gelombang mikro (microwave), dan pemanasan ohmik.

Teknologi RF menggunakan gelombang radio yang menciptakan pemanasan secara merata di dalam bahan pangan, sehingga cocok untuk produk-produk yang memerlukan pengeringan cepat seperti biskuit, daging, dan ikan beku.

Pemanasan gelombang mikro telah digunakan dalam pengolahan pangan baik di lingkungan domestik maupun industri. Teknologi ini memungkinkan pemanasan cepat dan penghematan waktu signifikan, khususnya untuk produk cairan. Teknologi ini sangat berguna untuk pasteurisasi dan sterilisasi makanan cair, seperti sup dan saus.

Terakhir, pemanasan ohmik menggunakan arus listrik yang langsung melewati bahan pangan untuk menghasilkan panas secara seragam di seluruh produk. Teknologi ini sangat bermanfaat untuk produk yang mengandung partikel besar, seperti sup dengan potongan sayur, karena memastikan pemanasan yang merata tanpa merusak kandungan nutrisi.

Teknologi non-termal terkini

Teknologi non-termal terus berkembang dan memberikan solusi yang inovatif untuk pengolahan pangan, terutama bagi produk yang membutuhkan metode pasteurisasi atau sterilisasi tanpa kehilangan kualitas nutrisi dan sensoris.

Salah satu teknologi terkini adalah High Pressure Processing (HPP), yang menggunakan tekanan sangat tinggi untuk menonaktifkan mikroorganisme dalam produk pangan tanpa panas sehingga mempertahankan bentuk dan rasa alami dari produk seperti jus, susu, dan produk olahan lainnya.

Selain itu, HPP juga efektif dalam memperpanjang masa simpan produk tanpa penambahan bahan pengawet, yang menarik bagi pasar yang mengutamakan produk bersih atau "clean label."

Teknologi non-termal lainnya adalah Pulsed Electric Field (PEF) dan Cold Plasma. PEF bekerja dengan menerapkan medan listrik berdenyut untuk menonaktifkan mikroorganisme pada produk pangan cair seperti jus dan produk berbasis cairan lainnya, tanpa mempengaruhi kandungan nutrisi dan rasa.

Sementara itu, teknologi Cold Plasma memberikan solusi sterilisasi yang efektif untuk permukaan makanan dan bahan kemasan, dengan menggunakan gas terionisasi yang membunuh bakteri tanpa meninggalkan residu berbahaya. Teknologi ini sangat bermanfaat untuk produk-produk segar seperti sayuran potong, karena tidak mempengaruhi warna dan rasa alami produk.

Tantangan adopsi teknologi

Adopsi teknologi baru di industri pangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk faktor sosial, ekonomi, dan teknis. Sumber daya dan keahlian menjadi salah satu faktor utama, dimana ketersediaan modal dan keterampilan sangat menentukan kemampuan perusahaan untuk mengadopsi teknologi baru.

Perusahaan dengan sumber daya yang besar cenderung lebih cepat beradaptasi dengan teknologi canggih dibandingkan perusahaan yang memiliki keterbatasan modal dan tenaga ahli.

Persepsi dan penerimaan konsumen juga memainkan peran penting dalam adopsi teknologi. Ketidaktahuan atau skeptisisme konsumen terhadap teknologi pangan baru seringkali menjadi penghambat, seperti yang terjadi pada teknologi iradiasi pangan. Walaupun teknologi ini terbukti aman, banyak konsumen yang masih menghindarinya karena kekhawatiran terhadap dampak radiasi, yang pada akhirnya membatasi adopsinya dalam pasar yang lebih luas.

Kompleksitas dan risiko teknologi juga menjadi pertimbangan besar bagi industri. Semakin kompleks suatu teknologi, semakin tinggi pula risiko dan biaya yang terkait dengan pelatihan karyawan, modifikasi fasilitas, dan manajemen risiko. Banyak perusahaan mempertimbangkan faktor ini dengan cermat sebelum mengadopsi teknologi baru, terutama jika manfaat ekonomisnya masih belum jelas. Kombinasi dari faktor-faktor ini mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan adopsi teknologi dalam industri pangan.

Solusi hilirisasi

Guna memberikan solusi hilirisasi yang komprehensif terhadap teknologi termal dan non-termal terkini dalam industri, beberapa langkah strategis dapat dilakukan.

Pertama, peningkatan aksesibilitas teknologi melalui pemberian subsidi atau insentif finansial oleh pemerintah atau lembaga terkait. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi beban biaya investasi awal pada teknologi mutakhir seperti High Pressure Processing (HPP), pemanasan frekuensi radio (RF), atau Pulsed Electric Field (PEF), sehingga dapat mendorong adopsi teknologi tersebut, terutama oleh industri kecil dan menengah. Selain itu, kemitraan teknologi antara industri dengan institusi penelitian atau universitas juga menjadi strategi penting. Melalui kerja sama ini, industri dapat memanfaatkan teknologi terbaru baik melalui lisensi maupun kolaborasi dalam pengembangan produk inovatif, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing dan efisiensi operasional.

Strategi kedua adalah pelatihan dan pengembangan kapasitas. Ini merupakan langkah strategis dalam mendukung hilirisasi teknologi termal dan non-termal terkini agar dapat diadopsi secara luas oleh industri. Penyelenggaraan program pelatihan intensif bagi tenaga kerja menjadi solusi utama untuk memastikan kemampuan operasional terhadap teknologi baru, seperti pemanasan ohmik atau Cold Plasma. Program ini dapat mencakup simulasi operasional, praktik langsung, serta pelatihan manajemen risiko untuk meminimalkan kesalahan dan meningkatkan efisiensi.

Selain itu, penyediaan panduan dan manual teknis yang komprehensif sangat penting untuk mendukung implementasi teknologi seperti High Pressure Processing (HPP). Panduan ini harus mencakup aspek teknis, regulasi, dan standar keamanan pangan, sehingga perusahaan dapat menerapkan teknologi dengan tepat, aman, dan sesuai regulasi.

Pelatihan tidak hanya difokuskan pada pekerja, tetapi juga melibatkan manajer produksi, pengembang produk, dan tenaga teknis untuk memastikan bahwa semua pihak dalam rantai produksi memahami keunggulan, cara kerja, dan kendala dari teknologi baru.

Strategi ketiga yang bisa dilakukan adalah penguatan infrastruktur dan fasilitas sebagai elemen kunci dalam hilirisasi teknologi. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah melalui investasi dalam penyediaan fasilitas bersama (shared facilities) yang memungkinkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengakses teknologi canggih seperti High Pressure Processing (HPP) atau pemanasan frekuensi radio (RF) tanpa harus menanggung biaya investasi yang besar.

Fasilitas ini dapat dikelola oleh pemerintah, asosiasi industri, atau lembaga independen untuk memastikan keberlanjutan operasionalnya.

Selain itu, modernisasi fasilitas produksi perlu dilakukan oleh perusahaan dengan mengadopsi teknologi hemat energi dan ramah lingkungan, seperti pemanasan gelombang mikro. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi energi tetapi juga membantu perusahaan memenuhi tuntutan pasar yang semakin peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.

Dengan langkah-langkah ini, penguatan infrastruktur dan fasilitas dapat mempercepat adopsi teknologi mutakhir di berbagai skala industri.

Keempat, edukasi konsumen merupakan langkah penting untuk mendukung adopsi teknologi ini. Kampanye informasi publik dapat menjadi strategi utama untuk mengedukasi konsumen tentang keamanan dan manfaat teknologi modern seperti Pulsed Electric Field (PEF) dan iradiasi pangan. Dengan memberikan informasi yang jelas dan berbasis ilmiah, skeptisisme masyarakat terhadap teknologi ini dapat diminimalkan, sehingga membuka jalan bagi penerimaan yang lebih luas.

Selain itu, penggunaan label produk yang transparan juga sangat penting. Label yang menonjolkan keunggulan teknologi, seperti "diproses dengan tekanan tinggi" untuk produk yang menggunakan High Pressure Processing (HPP), dapat memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk tersebut berkualitas tinggi, aman, dan bebas dari bahan pengawet. Langkah ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan konsumen tetapi juga memperkuat citra produk di pasar yang semakin kompetitif.

Kelima, riset dan inovasi berkelanjutan memainkan peran penting dalam mendukung hilirisasi teknologi termal dan non-termal di industri. Pengembangan produk baru menjadi salah satu fokus utama, di mana teknologi termal seperti pemanasan ohmik dapat dimanfaatkan untuk produk cair, sementara teknologi non-termal seperti Pulsed Electric Field (PEF) dapat diterapkan pada jus untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah, baik dari segi kualitas nutrisi maupun daya tahan simpan.

Selain itu, optimasi proses juga perlu dilakukan melalui penelitian yang berfokus pada peningkatan efisiensi energi dan pengurangan biaya operasional, seperti pada teknologi Cold Plasma. Upaya ini tidak hanya membantu perusahaan dalam menekan biaya produksi, tetapi juga memastikan bahwa teknologi yang digunakan lebih ramah lingkungan. Dengan pendekatan riset dan inovasi yang terencana, industri dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan pasar serta tantangan global yang dinamis.

Keenam, kebijakan pendukung merupakan elemen vital untuk mempercepat adopsi teknologi ini di industri. Pemerintah dengan persetujuan DPR perlu menerapkan regulasi progresif yang mendorong penggunaan teknologi baru dalam pengolahan pangan. Regulasi ini harus mencakup panduan yang jelas tentang standar keamanan, efisiensi, dan dampak lingkungan, sehingga memfasilitasi industri dalam mengintegrasikan teknologi seperti High Pressure Processing (HPP) atau Pulsed Electric Field (PEF).

Selain itu, pendanaan penelitian juga harus ditingkatkan untuk mendukung pengembangan dan penerapan teknologi tersebut. Penelitian yang didanai dapat membantu menjawab tantangan seperti ketidakseimbangan biaya dan manfaat, sehingga teknologi ini menjadi lebih terjangkau dan aplikatif bagi berbagai skala industri. Dengan kebijakan yang mendukung, industri pangan dapat lebih mudah bertransformasi menuju proses yang modern, efisien, dan berkelanjutan.

Strategi selanjutnya adalah penerapan model bisnis yang adaptif. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah penyediaan layanan outsourcing teknologi, di mana perusahaan teknologi menawarkan layanan pemrosesan berbasis kontrak. Dengan cara ini, industri, terutama yang berskala kecil dan menengah, dapat memanfaatkan teknologi mutakhir tanpa harus menanggung biaya investasi peralatan yang mahal.

Selain itu, pendekatan modular juga dapat diterapkan, yaitu dengan mengintegrasikan teknologi secara bertahap dalam skala kecil. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi risiko, menyesuaikan kapasitas produksi, dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien.

Dengan model bisnis yang fleksibel ini, adopsi teknologi modern dapat berjalan lebih inklusif dan berkelanjutan.



*) Kavadya Syska adalah Dosen Fakultas Teknologi Industri, Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali Cilacap, Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB University