Celios: 78 persen responden dukung RI netral dalam persaingan AS-China
15 November 2024 16:18 WIB
Arsip foto- Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Selasa (18/7/2023). ANTARA/Aji Cakti
Jakarta (ANTARA) - Laporan China-Indonesia Survey 2024 yang dirilis Center for Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa 78 persen responden mendukung sikap netral Indonesia dalam persaingan perang dagang AS-China.
Menurut Direktur Eksekutif di Celios Bhima Yudhistira hasil survei menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk menavigasi posisinya di tengah meningkatnya kompetisi geopolitik.
“Fakta bahwa 78 persen orang Indonesia mendukung sikap netral dalam persaingan AS-China mencerminkan keinginan yang kuat untuk mempertahankan otonomi nasional dalam kebijakan luar negeri,” kata Bhima dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Seiring berkembangnya pengaruh China, terutama di sektor investasi dan perdagangan, 51 persen responden mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai pengaruh ekonomi China di Indonesia.
"Hal ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap waspada, memastikan bahwa manfaat ekonomi dari hubungan ini tidak mengorbankan kedaulatan, lingkungan dan kesejahteraan rakyat," ujar Bhima.
China-Indonesia Survey 2024 sendiri melibatkan 1.414 responden, yang bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih luas terkait dinamika yang berkembang dalam hubungan Indonesia dan China, khususnya pada momen penting setelah transisi kepemimpinan Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto.
Dalam hasil survei itu, seiring berkembangnya pengaruh China, terutama di sektor investasi dan perdagangan, 51 persen responden mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai pengaruh ekonomi China di Indonesia.
“Hal ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap waspada, memastikan bahwa manfaat ekonomi dari hubungan ini tidak mengorbankan kedaulatan, lingkungan dan kesejahteraan rakyat," ujar Bhima.
Baca juga: CELIOS: RI perlu tekankan kerja sama China soal transisi energi
Baca juga: Celios: Pergantian pimpinan Pertamina pacu pengurangan subsidi BBM
Sebagai dua negara dengan pengaruh terbesar di Asia, Indonesia dan China telah menjalin hubungan bilateral yang semakin intensif dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini tercermin melalui kerja sama ekonomi yang signifikan di bawah payung Belt and Road Initiative (BRI), sebuah proyek ambisius yang digagas oleh China.
Negeri tirai bambu ini telah mengucurkan dana investasi besar-besaran ke infrastruktur, mineral kritis, energi, dan sektor-sektor penting lainnya. Meskipun hubungan ekonomi kedua negara sangat kuat, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan ketergantungan, kedaulatan, serta isu-isu geopolitik dalam hubungannya dengan China.
Direktur China-Indonesia Desk di Celios Zulfikar Rakhmat menyatakan bahwa Survei China-Indonesia 2024 menyoroti semakin kompleksnya hubungan Indonesia dengan China.
Dalam survei tersebut, 58 persen responden menyarankan agar pemerintah Indonesia meningkatkan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan. Persentase ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan untuk memperkuat kerja sama kedua negara, khususnya di sektor ekonomi.
Meskipun pemerintah Indonesia mengakui manfaat ekonomi yang signifikan dari China, penting untuk mendorong kerja sama yang saling menguntungkan, sambil tetap menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional.
"Semangat Indonesia untuk memperkuat peran di kancah global patut diapresiasi, namun penting untuk terus berhati-hati dalam mengelola kerja sama dengan mitra internasional, terutama terkait masalah ketergantungan yang berlebihan dan potensi pengaruh politik yang besar," kata Zulfikar.
Lebih lanjut, Bhima menambahkan bahwa persepsi publik terhadap proyek infrastruktur China di Indonesia masih problematik. Sekitar 44 persen responden menyatakan bahwa proyek infrastruktur China memiliki dampak negatif terbesar terhadap hubungan Indonesia-China.
"Kekhawatiran mengenai infrastruktur ini berkorelasi dengan 43 persen responden yang setuju bahwa China berperan dalam merusak lingkungan di Indonesia. Hal ini perlu segera diatasi dengan penguatan langkah pengamanan, transparansi, keterlibatan masyarakat, serta pengalihan insentif fiskal untuk mendorong investasi yang lebih ramah lingkungan," tambah Bhima.
Lebih lanjut, Bhima juga menyoroti peran China dalam isu-isu kawasan dan masalah energi. Sebanyak 66 persen orang Indonesia masih percaya bahwa China memiliki pengaruh positif secara politik di Indonesia, dan 51 persen percaya bahwa China mampu memimpin dunia.
Selain itu, peneliti di Celios Yeta Purnama menyampaikan bahwa hasil survei mengungkapkan beragam persepsi publik, mulai dari optimisme terhadap potensi ekonomi hubungan China-Indonesia hingga kekhawatiran mengenai degradasi lingkungan dan pengaruh budaya. Meskipun China dipandang sebagai mitra penting, terdapat kekhawatiran signifikan mengenai dampak sosial dan lingkungan dari investasi China di Indonesia.
"Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk terlibat dalam diskusi yang lebih mendalam dan pembuatan kebijakan yang proaktif untuk memastikan bahwa hubungan masa depan dengan China memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat," ujarnya.
Kemudian Celios menekankan harapan mereka agar survei ini dapat dilakukan setiap tahun, untuk memberikan wawasan dan mendorong pemahaman yang lebih dalam bagi berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintah, peneliti akademik, jurnalis, dan masyarakat umum.
Dengan melanjutkan inisiatif ini, Celios yakin bahwa survei ini akan menjadi alat penting dalam memberikan informasi yang lebih baik untuk pengambilan keputusan kebijakan, memperkaya diskursus akademik, dan meningkatkan kesadaran publik mengenai perkembangan hubungan China-Indonesia yang terus berubah.
Selain itu, Celios berkomitmen untuk terus memantau, menganalisis, dan memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai dinamika yang berubah antara China dan Indonesia di masa depan, serta memastikan bahwa penelitian ini tetap menjadi sumber daya utama dalam menavigasi kompleksitas hubungan bilateral ini.
Baca juga: Ekonom: Keanggotaan RI di BRICS berpotensi pengaruhi aksesi OECD
Baca juga: CELIOS: Indonesia saatnya menerapkan ekonomi restoratif
Menurut Direktur Eksekutif di Celios Bhima Yudhistira hasil survei menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk menavigasi posisinya di tengah meningkatnya kompetisi geopolitik.
“Fakta bahwa 78 persen orang Indonesia mendukung sikap netral dalam persaingan AS-China mencerminkan keinginan yang kuat untuk mempertahankan otonomi nasional dalam kebijakan luar negeri,” kata Bhima dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Seiring berkembangnya pengaruh China, terutama di sektor investasi dan perdagangan, 51 persen responden mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai pengaruh ekonomi China di Indonesia.
"Hal ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap waspada, memastikan bahwa manfaat ekonomi dari hubungan ini tidak mengorbankan kedaulatan, lingkungan dan kesejahteraan rakyat," ujar Bhima.
China-Indonesia Survey 2024 sendiri melibatkan 1.414 responden, yang bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih luas terkait dinamika yang berkembang dalam hubungan Indonesia dan China, khususnya pada momen penting setelah transisi kepemimpinan Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto.
Dalam hasil survei itu, seiring berkembangnya pengaruh China, terutama di sektor investasi dan perdagangan, 51 persen responden mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai pengaruh ekonomi China di Indonesia.
“Hal ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap waspada, memastikan bahwa manfaat ekonomi dari hubungan ini tidak mengorbankan kedaulatan, lingkungan dan kesejahteraan rakyat," ujar Bhima.
Baca juga: CELIOS: RI perlu tekankan kerja sama China soal transisi energi
Baca juga: Celios: Pergantian pimpinan Pertamina pacu pengurangan subsidi BBM
Sebagai dua negara dengan pengaruh terbesar di Asia, Indonesia dan China telah menjalin hubungan bilateral yang semakin intensif dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini tercermin melalui kerja sama ekonomi yang signifikan di bawah payung Belt and Road Initiative (BRI), sebuah proyek ambisius yang digagas oleh China.
Negeri tirai bambu ini telah mengucurkan dana investasi besar-besaran ke infrastruktur, mineral kritis, energi, dan sektor-sektor penting lainnya. Meskipun hubungan ekonomi kedua negara sangat kuat, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan ketergantungan, kedaulatan, serta isu-isu geopolitik dalam hubungannya dengan China.
Direktur China-Indonesia Desk di Celios Zulfikar Rakhmat menyatakan bahwa Survei China-Indonesia 2024 menyoroti semakin kompleksnya hubungan Indonesia dengan China.
Dalam survei tersebut, 58 persen responden menyarankan agar pemerintah Indonesia meningkatkan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan. Persentase ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan untuk memperkuat kerja sama kedua negara, khususnya di sektor ekonomi.
Meskipun pemerintah Indonesia mengakui manfaat ekonomi yang signifikan dari China, penting untuk mendorong kerja sama yang saling menguntungkan, sambil tetap menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional.
"Semangat Indonesia untuk memperkuat peran di kancah global patut diapresiasi, namun penting untuk terus berhati-hati dalam mengelola kerja sama dengan mitra internasional, terutama terkait masalah ketergantungan yang berlebihan dan potensi pengaruh politik yang besar," kata Zulfikar.
Lebih lanjut, Bhima menambahkan bahwa persepsi publik terhadap proyek infrastruktur China di Indonesia masih problematik. Sekitar 44 persen responden menyatakan bahwa proyek infrastruktur China memiliki dampak negatif terbesar terhadap hubungan Indonesia-China.
"Kekhawatiran mengenai infrastruktur ini berkorelasi dengan 43 persen responden yang setuju bahwa China berperan dalam merusak lingkungan di Indonesia. Hal ini perlu segera diatasi dengan penguatan langkah pengamanan, transparansi, keterlibatan masyarakat, serta pengalihan insentif fiskal untuk mendorong investasi yang lebih ramah lingkungan," tambah Bhima.
Lebih lanjut, Bhima juga menyoroti peran China dalam isu-isu kawasan dan masalah energi. Sebanyak 66 persen orang Indonesia masih percaya bahwa China memiliki pengaruh positif secara politik di Indonesia, dan 51 persen percaya bahwa China mampu memimpin dunia.
Selain itu, peneliti di Celios Yeta Purnama menyampaikan bahwa hasil survei mengungkapkan beragam persepsi publik, mulai dari optimisme terhadap potensi ekonomi hubungan China-Indonesia hingga kekhawatiran mengenai degradasi lingkungan dan pengaruh budaya. Meskipun China dipandang sebagai mitra penting, terdapat kekhawatiran signifikan mengenai dampak sosial dan lingkungan dari investasi China di Indonesia.
"Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk terlibat dalam diskusi yang lebih mendalam dan pembuatan kebijakan yang proaktif untuk memastikan bahwa hubungan masa depan dengan China memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat," ujarnya.
Kemudian Celios menekankan harapan mereka agar survei ini dapat dilakukan setiap tahun, untuk memberikan wawasan dan mendorong pemahaman yang lebih dalam bagi berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintah, peneliti akademik, jurnalis, dan masyarakat umum.
Dengan melanjutkan inisiatif ini, Celios yakin bahwa survei ini akan menjadi alat penting dalam memberikan informasi yang lebih baik untuk pengambilan keputusan kebijakan, memperkaya diskursus akademik, dan meningkatkan kesadaran publik mengenai perkembangan hubungan China-Indonesia yang terus berubah.
Selain itu, Celios berkomitmen untuk terus memantau, menganalisis, dan memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai dinamika yang berubah antara China dan Indonesia di masa depan, serta memastikan bahwa penelitian ini tetap menjadi sumber daya utama dalam menavigasi kompleksitas hubungan bilateral ini.
Baca juga: Ekonom: Keanggotaan RI di BRICS berpotensi pengaruhi aksesi OECD
Baca juga: CELIOS: Indonesia saatnya menerapkan ekonomi restoratif
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024
Tags: