KPAI rilis hasil temuan pekerja anak di Indonesia
14 November 2024 19:28 WIB
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah pada saat peluncuran “Policy Brief Penanggulangan Pekerja Anak di Indonesia 2024” di Kampus UI Salemba Jakarta, Kamis (14/11/2024). ANTARA/Chairul Rohman.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru saja merilis berbagai temuan dan juga pengawasan mengenai pekerja anak di Indonesia yang dirangkum dalam buku “Policy Brief Penanggulangan Pekerja Anak di Indonesia 2024”.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah di Jakarta Kamis, mengatakan bahwa hasil temuan ini dilakukan sejak lima tahun belakang. Nantinya, hasil pengawasan ini bakal dikemukakan secara gamblang dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) mendatang.
“Dalam hasil elaborasi dan analisis bersama ini menjadi sebuah policy brief. Nah ini yang kami persembahkan di akhir tahun karena kami akan rakornas nanti, mudah-mudahan Pak Presiden bisa hadir di KPAI untuk menyampaikan secara sistematis hasil pengawasan ini,” kata Ai usai peluncuran “Policy Brief Penanggulangan Pekerja Anak di Indonesia 2024” di UI Salemba Jakarta.
Dalam hasil pengawasan ini, dirinya menyebutkan bahwa terdapat peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2019. Terlebih, ketika COVID-19 melanda Indonesia, di mana banyak anak di bawah umur harus ikut bekerja dengan alasan membantu penghasilan keluarga.
Dalam hal ini, pekerjaan terburuk yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah dengan menjajakan diri untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK) oleh oknum-oknum tertentu melalui aplikasi kencan.
“Bahkan ada bentuk pekerjaan terburuk yang seringkali kalau KPAI konfirmasi di antaranya eksploitasi seksual ya. Anak-anak dilacurkan misalnya, lalu mereka juga banyak masuk dalam eksploitasi seks berbayar misalnya melalui online daring dan lain sebagainya,” ucapnya.
Tidak itu saja, pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik juga kerapkali ditemukan seperti di industri perkebunan dan juga pertanian dengan tingkat risiko yang tinggi yang menggunakan alat-alat berbahaya ataupun pekerjaan yang memang dilarang untuk anak-anak.
Hingga saat ini, pola pikir masyarakat Indonesia masih mengedepankan anak sebagai asset yang penting untuk membantu perekonomian keluarga. Pada tahun 2020, KPAI menemukan sekitar 50 persen mengaku mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan orang tua mengizinkan untuk anak-anak mereka bekerja di tempat yang tidak semestinya.
Situasi tersebut, dikatakan oleh Ai sangat rentan pada pelanggaran hak anak seperti tidak terpenuhinya hak pendidikan, kesehatan, pengasuhan, dan menjadi korban atas permasalahan kekerasan hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Policy brief ini merupakan komitmen dan kerja bersama yang dilakukan oleh kolaborasi KPAI dengan Sekretariat Nasional Jarak, SKSG UI dan Save Children Indonesia dengan berbagai mitra ahli lainnya dalam melihat situasi pekerja anak saat ini,” tutup Ai.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah di Jakarta Kamis, mengatakan bahwa hasil temuan ini dilakukan sejak lima tahun belakang. Nantinya, hasil pengawasan ini bakal dikemukakan secara gamblang dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) mendatang.
“Dalam hasil elaborasi dan analisis bersama ini menjadi sebuah policy brief. Nah ini yang kami persembahkan di akhir tahun karena kami akan rakornas nanti, mudah-mudahan Pak Presiden bisa hadir di KPAI untuk menyampaikan secara sistematis hasil pengawasan ini,” kata Ai usai peluncuran “Policy Brief Penanggulangan Pekerja Anak di Indonesia 2024” di UI Salemba Jakarta.
Dalam hasil pengawasan ini, dirinya menyebutkan bahwa terdapat peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2019. Terlebih, ketika COVID-19 melanda Indonesia, di mana banyak anak di bawah umur harus ikut bekerja dengan alasan membantu penghasilan keluarga.
Dalam hal ini, pekerjaan terburuk yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah dengan menjajakan diri untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK) oleh oknum-oknum tertentu melalui aplikasi kencan.
“Bahkan ada bentuk pekerjaan terburuk yang seringkali kalau KPAI konfirmasi di antaranya eksploitasi seksual ya. Anak-anak dilacurkan misalnya, lalu mereka juga banyak masuk dalam eksploitasi seks berbayar misalnya melalui online daring dan lain sebagainya,” ucapnya.
Tidak itu saja, pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik juga kerapkali ditemukan seperti di industri perkebunan dan juga pertanian dengan tingkat risiko yang tinggi yang menggunakan alat-alat berbahaya ataupun pekerjaan yang memang dilarang untuk anak-anak.
Hingga saat ini, pola pikir masyarakat Indonesia masih mengedepankan anak sebagai asset yang penting untuk membantu perekonomian keluarga. Pada tahun 2020, KPAI menemukan sekitar 50 persen mengaku mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan orang tua mengizinkan untuk anak-anak mereka bekerja di tempat yang tidak semestinya.
Situasi tersebut, dikatakan oleh Ai sangat rentan pada pelanggaran hak anak seperti tidak terpenuhinya hak pendidikan, kesehatan, pengasuhan, dan menjadi korban atas permasalahan kekerasan hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Policy brief ini merupakan komitmen dan kerja bersama yang dilakukan oleh kolaborasi KPAI dengan Sekretariat Nasional Jarak, SKSG UI dan Save Children Indonesia dengan berbagai mitra ahli lainnya dalam melihat situasi pekerja anak saat ini,” tutup Ai.
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: