BNPT: Kolaborasi multipihak cegah ekstremisme mengarah terorisme
14 November 2024 16:46 WIB
BNPT menyelenggarakan seminar bertajuk "Membangun Harapan dan Strategi Kolaboratif untuk Mencegah Ekstremisme Berbasis Kekerasan Mengarah pada Terorisme dan Meningkatkan Kohesi Sosial" di Jakarta, Rabu (13/11/2024). (ANTARA/HO-BNPT RI)
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan bahwa kolaborasi multipihak dan kohesi sosial penting dalam upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Dalam seminar di Jakarta, Rabu (13/11), Deputi Bidang Kerja sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto mengatakan kolaborasi dan kohesi sosial sangat dibutuhkan mengingat kompleksitas dari masalah terorisme itu sendiri.
"Masalah ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme semakin kompleks, untuk itu perlu ada intervensi multipihak dan peningkatan kohesi sosial," ujar Andhika seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurut Andhika, signifikansi dari berbagai kerja yang sifatnya kolaboratif dalam penanggulangan terorisme juga sejalan dengan semboyan yang digaungkan kepala BNPT Komjen Pol. Eddy Hartono, yaitu "Kolaboratif dalam Penanggulangan Terorisme yang Tercerahkan dalam Keikhlasan".
Dia menjelaskan komitmen kolaboratif multipihak dan peningkatan kohesi sosial telah dijalankan BNPT secara nyata melalui Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Di dalam RAN PE, BNPT melakukan pendekatan seluruh pemerintahan (whole government) dan seluruh masyarakat (whole society), terlebih dalam RAN PE Fase Kedua (2025-2029).
"Kami mendorong penguatan kohesi sosial yang kami yakini dengan kohesi sosial masyarakat akan kuat dan tidak mudah terjerumus terorisme," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif The Habibie Center Mohammad Hasan Ansori turut menilai program kolaborasi dan peningkatan kohesi sosial sangat tepat dilakukan dalam penanggulangan terorisme. Alasannya, persoalan terorisme tidak bersifat eksklusif, tetapi justru inklusif.
"Persoalan terorisme bukan eksklusif tapi inklusif karena semua lapisan masyarakat terkena dampaknya, untuk itu kolaborasi bersama dan peningkatan kohesi sosial sangat penting untuk dilakukan," ujar Hasan dalam kesempatan yang sama.
Dirinya menambahkan, kata kunci kolaborasi dan kohesi sosial dalam rangka menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia juga sangat erat kaitannya dalam membangun dan menguatkan prinsip demokrasi di Indonesia.
Dengan begitu, sambung dia, hadirnya masyarakat yang kohesi menjadi syarat untuk menuju masyarakat yang demokratis.
Baca juga: LPSK ajak elemen bangsa cegah tindakan ekstrimisme berbasis kekerasan
Baca juga: Ahli BNPT: Kontranarasi terorisme masyarakat di dunia maya diperlukan
Dalam seminar di Jakarta, Rabu (13/11), Deputi Bidang Kerja sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto mengatakan kolaborasi dan kohesi sosial sangat dibutuhkan mengingat kompleksitas dari masalah terorisme itu sendiri.
"Masalah ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme semakin kompleks, untuk itu perlu ada intervensi multipihak dan peningkatan kohesi sosial," ujar Andhika seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurut Andhika, signifikansi dari berbagai kerja yang sifatnya kolaboratif dalam penanggulangan terorisme juga sejalan dengan semboyan yang digaungkan kepala BNPT Komjen Pol. Eddy Hartono, yaitu "Kolaboratif dalam Penanggulangan Terorisme yang Tercerahkan dalam Keikhlasan".
Dia menjelaskan komitmen kolaboratif multipihak dan peningkatan kohesi sosial telah dijalankan BNPT secara nyata melalui Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Di dalam RAN PE, BNPT melakukan pendekatan seluruh pemerintahan (whole government) dan seluruh masyarakat (whole society), terlebih dalam RAN PE Fase Kedua (2025-2029).
"Kami mendorong penguatan kohesi sosial yang kami yakini dengan kohesi sosial masyarakat akan kuat dan tidak mudah terjerumus terorisme," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif The Habibie Center Mohammad Hasan Ansori turut menilai program kolaborasi dan peningkatan kohesi sosial sangat tepat dilakukan dalam penanggulangan terorisme. Alasannya, persoalan terorisme tidak bersifat eksklusif, tetapi justru inklusif.
"Persoalan terorisme bukan eksklusif tapi inklusif karena semua lapisan masyarakat terkena dampaknya, untuk itu kolaborasi bersama dan peningkatan kohesi sosial sangat penting untuk dilakukan," ujar Hasan dalam kesempatan yang sama.
Dirinya menambahkan, kata kunci kolaborasi dan kohesi sosial dalam rangka menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia juga sangat erat kaitannya dalam membangun dan menguatkan prinsip demokrasi di Indonesia.
Dengan begitu, sambung dia, hadirnya masyarakat yang kohesi menjadi syarat untuk menuju masyarakat yang demokratis.
Baca juga: LPSK ajak elemen bangsa cegah tindakan ekstrimisme berbasis kekerasan
Baca juga: Ahli BNPT: Kontranarasi terorisme masyarakat di dunia maya diperlukan
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: