Jakarta, (ANTARA News) - Pukul 10 pagi adalah waktu yang sudah terlalu terik untuk beraktivitas di bawah matahari bagi penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 beraktivitas di luar ruangan.
Rabu siang itu, di hari ketiga Lebaran, Sutiyem (87) tahun duduk di depan pintu masuk salah satu ruangan panti.
Ada puluhan nenek rekan Sutiyem di dalam ruangan. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Berkerudung coklat panjang yang hampir menutupi pakaian yang dikenakannya, nenek Sutiyem duduk di atas kursi berwarna coklat.
Sesekali dia melihat ke deretan kursi dan meja makan di depannya, ada seorang nenek yang tengah asik menyantap sarapan paginya.
Muka nenek Sutiyem tampak putih seperti habis mengenakan semacam bedak.
Sekitar 50 meter dari tempat Sutiyem duduk, penghuni lainnya yaitu M Sulaiman (82) mondar-mandir untuk mengcek saluran air dan memperbaiki mesin pompa air yang macet bersama petugas panti.
Beralaskan sendal jepit berwarna gelap, kakek Leman, sebutan bagi Sulaiman, masih gesit bergerak dari satu sudut ke sudut lain.
Panti Sosial Werdha Budi Mulia merupakan satu dari lima panti werdha yang dikelola Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Panti itu terletak di Jalan Margaguna, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
Berdasarkan sejarahnya, PSTW Budi Mulia 4 berdiri tahun 1965, ketika itu berlokasi di Kelurahan Ceger.
Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah sekitar tahun 1971 membuat panti itu harus pindah ke Kelurahan Dukuh Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur diatas lahan seluas 23.000 meter persegi dengan sistem pelayanan Cottage.
Lokasi di Kelurahan Dukuh terletak pada dataran rendah dan sering dilanda banjir dari luapan kali Krukut atau banjir kiriman dari Bogor maka pada tahun 2002, PSTW Budi Mulia dipindahkan ke Jalan Margaguna hingga sekarang.
Selain Sutiyem dan Sulaiman, masih ada 180 para lansia di panti tersebut yang menempati 13 ruangan.
Sebanyak 200 lansia (70 laki-laki dan sisanya perempuan) tersebut dibagi dalam tiga kategori yaitu renta, setengah renta dan mandiri.
Staf Bagian Perawatan Panti Werdha Budi Mulia 4 Winarni mengatakan pembagian kategori tersebut bertujuan untuk memudahkan pihak panti dalam mengontrol dan mengurus para lansia.
"Renta itu lansia yang sudah bed rest, lansia yang menderita pikun masuk kategori setengah renta, dan yang masih bisa melakukan aktivitas masuk kategori mandiri," kata Winarni yang sudah bekerja puluhan tahun di panti tersebut.
Terdapat satu ruang yang diberi nama Gardena untuk lansia penderita psikotik atau gangguan jiwa.
Ada juga ruang observasi untuk lansia yang baru dateng ke panti tersebut.
"Ruang obeservasi diperuntukkan bagi lansia yang baru dateng ke panti untuk kami identifikasi dan 'assesment' terlebih dahulu sehingga bisa diketahui kondisi lansia tersebut," ujar Winarni.
Panti yang memiliki petugas sebanyak 40 orang tersebut memiliki 51 lansia yang menderita psikotik, sedangkan ruang gardena hanya mampu menampung sembilan orang.
Untuk mengatasinya terkadang penderita psikotik tersebut ditempatkan di ruang observasi.
Suasana Lebaran
Bagi Sutiyem, perayaan lebaran tahun 2014 menandakan sudah 11 tahun dirinya berada di panti tersebut.
Sutiyem menceritakan setiap tahun, satu hari sebelum perayaan idul fitri, dirinya selalu dijemput oleh sanak saudara dari majikannya untuk berlebaran bersama.
Nenek Sutiyem semasa mudanya menjadi pekerja rumah tangga pada sebuah keluarga, dia menyebutnya Ibu Lis yang tinggal di daerah Matraman.
"Di Ibu Lis (bekerja) selama 20 tahun, tapi dia sudah meninggal dan sekarang saya tetap masih berlebaran di rumah keluarganya," kata nenek asal Purworejo Jawa Tengah tersebut.
Sementara itu kakek Sulaiman mengungkapkan baru lima tahun berada di panti tersebut dan sebelumnya tinggal di Kampung Basmol, Cengkareng Jakarta Barat.
Setiap lebaran, kakek Leman selalu berkunjung ke kampung tersebut, dirinya sudah puluhan tahun "ngontrak" di sebuah rumah di wilayah tersebut sambil berjualan pempek sebagai penyambung hidupnya.
"Sebelum saya di panti, ketika warga di sekitar rumah kontrakan mudik, saya yang ikut menjaga misalnya menyalakan lampu rumah mereka. Namun meskipun saya sudah di panti, hubungan silaturahmi kami selalu terjaga," kata Leman yang pernah patah tulang kakinya karena terjatuh saat pulang dari mengunjungi kampung Basmol.
Bagi nenek Sutiyem dan kakek Leman, tetap saja aktivitas dan suasana panti membuat mereka betah untuk menghabiskan waktu di tempat tersebut.
Keduanya enggan lama-lama meninggalkan panti meskipun sekedar bersilaturahmi dengan saudaranya.
"Saya ke Matraman (rumah sanak saudara Bu Lis) hari Minggu (27/7) dan sudah kembali ke panti hari Selasa (29/7). Mbah ga betah tinggal lama di sana, enakan di panti karena ramai dan banyak teman ngobrol," kata Sutiyem.
Begitu juga dengan kakek Leman yang berkunjung ke Kampung Basmol hanya sehari saja karena dirinya menilai banyak aktivitas yang bisa dilakukannya di panti.
Selain itu banyak teman yang bisa diajaknya untuk ngobrol apapun.
"Kami di panti ini sudah seperti keluarga mas, sering bercerita apapun, saling tukar pikiran agar tidak stres," ujar kakek yang mengaku senang beraktivitas di panti untuk menghindari kekakuan otot tubuhnya.
Saat Idul Fitri sudah lewat dua hari, suasana di panti tersebut masih tetap ramai dikunjungi sanak keluarga para lansia.
Di ruang penerimaan tamu yang terdiri dari tiga set tempat duduk berjejer rapi, ketika pukul 11.00 WIB sudah ramai dipenuhi keluarga para lansia.
Misalnya Sulasmini (63) warga Tanjung Duren yang mengunjungi ibunya bernama Suryatin (87) yang baru diketahui keberadaannya di panti tersebut sejak sepekan lalu.
Sulasmini yang kala itu mengenakan baju, celana dan kerudung serba putih itu mengatakan ibunya meninggalkan rumah ketika dirinya solat Isya pada 21 April 2014, lalu ditangkap petugas Satuan Polisi Pamong Praja pada 11 Mei 2014 di daerah Cengkareng, Jakarta Barat.
Maklum saja, nenek Suryatin menderita penyakit pikun atau Alzheimer.
Rambut nenek Suryatin terlihat pendek seperti habis cukur botak. Memang setiap lansia yang ada di panti itu hasil razia diharuskan rambutnya dicukur habis.
"Lansia hasil razia dari jalanan kan tidak diketahui kondisinya termasuk rambutnya sehingga kami cukur habis karena takut ada kutunya," kata Winarni.
Fisik para lansia di panti itu memang tidak segagah ketika mereka masih muda, namun semangat mereka untuk terus melanjutkan hidup dan menjalin silaturahmi yang tidak pernah padam.
Keberadaan mereka di Panti werdha tidak menjadikan bagi para lansia itu menjadi manusia yang asosial, namun panti itu yang membuat mereka selalu peka dan bersahabat terhadap lingkungan dan orang luar yang datang ke panti tersebut. Karena itu yang menyebabkan panti itu tidak pernah sepi.
Lebaran di panti werdha
Oleh Imam Budilaksono
31 Juli 2014 15:57 WIB
ilustrasi panti werdha (ANTARA/Noveradika)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014
Tags: