Jakarta (ANTARA) - Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai kesepakatan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping soal tumpang tindih klaim perairan di Laut China Selatan sebagai langkah diplomasi pertahanan geostrategis.

“Bisa dibilang ini adalah diplomasi pertahanan geostrategis,” ujar Simon, sapaan akrab Ngasiman, ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.

Simon menilai kerja sama tersebut dapat meredakan ketegangan antara Indonesia dengan China dalam jangka pendek, terutama dalam konteks ketegangan militer.

“Di mana belakangan ini militer China sering mengganggu di wilayah yang diklaim China masih tumpang tindih, sehingga memaksa TNI untuk mengambil tindakan,” kata Simon.

Simon memandang bahwa kerja sama tersebut juga memberi keuntungan bagi Indonesia sebagai negara yang netral di hadapan negara-negara adidaya, terutama di tengah ketegangan yang terjadi dalam peperangan Ukraina-Rusia, Palestina-Israel, dan China-Amerika Serikat.

“Saya kira ini efektif untuk mencegah ketegangan militer antarnegara. Kerja sama ini memberikan keuntungan tersebut,” ucap dia.

Meskipun demikian, Simon menyoroti dampak jangka panjang dari kesepakatan tersebut, terutama di bidang ekonomi.

“Wilayah yang ada tumpang tindih itu ada nilai ekonomisnya di sana. Apakah kita rela jika China mengeksplorasinya? Atau kita rela untuk berbagi? Nah, saya kira ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah,” kata Simon.

Simon tak ingin bila Indonesia dirugikan dalam kesepakatan tersebut untuk jangka panjangnya.

Oleh karena itu, menurut dia, Presiden Prabowo Subianto sebaiknya melakukan konsultasi dengan DPR, karena kerja sama tersebut terkait dengan batas wilayah dan kedaulatan negara.

“Harus benar-benar dihitung konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan,” ucapnya.

Presiden RI Prabowo Subianto, dalam kunjungannya ke China akhir pekan lalu, menyepakati pernyataan bersama dengan Presiden China Xi Jinping terkait penguatan kerja sama strategis dan komprehensif di sejumlah bidang pada 9 November.

Dalam pernyataan yang memuat 14 poin tersebut, Indonesia dan China sepakat membangun pola baru kerja sama dan pembangunan di semua lini, di antaranya interaksi antar-masyarakat, kerja sama pembangunan maritim, serta kerja sama pertahanan dan keamanan.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menegaskan bahwa Pernyataan Bersama Indonesia-China yang disepakati dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing bukan pengakuan atas klaim sepihak China di Laut China Selatan (LCS).

Kemenlu menyatakan, kerja sama tersebut bertujuan memajukan berbagai aspek kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan di kawasan, dengan tetap menghargai prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan.