Jakarta (ANTARA) - International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) mengatakan, peningkatan akses terhadap obat inovatif dan kebijakan kesehatan preventif yang efektif berpotensi mengurangi kerugian ekonomi hingga USD 130 miliar atau lebih dari Rp2.000 triliun per tahun.

"Akses terhadap obat-obatan inovatif bukan hanya merupakan isu kesehatan, tetapi juga prioritas ekonomi nasional. Dengan menyusun strategi yang kohesif, Indonesia dapat mengurangi kehilangan produktivitas akibat penyakit dan mendorong pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi," kata Ketua Umum IPMG Dr. Ait-AIlah Mejri.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Ait-Allah Mejri menyebutkan bahwa saat ini, Indonesia hanya memiliki akses ke 9 persen obat inovatif yang diluncurkan secara global, terendah dibanding negara-negara Asia Pasifik lainnya. Oleh karena itu, katanya, transformasi bidang kesehatan yang mendukung inovasi medis menjadi kebutuhan yang mendesak demi terciptanya sistem kesehatan yang mandiri dan berkelanjutan.

Dia menjelaskan, tersedianya akses bagi penerima manfaat BPJS Kesehatan terhadap sebagian obat-obatan baru pada umumnya membutuhkan rata-rata waktu 71 bulan sejak pertama kali diluncurkan di tingkat dunia.

"Keterlambatan ini menyebabkan sekitar 2 juta orang Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain mencari pengobatan di luar negeri setiap tahunnya, yang berkontribusi pada kerugian devisa hingga USD 11,5 miliar (IDR 180 triliun)," dia menambahkan.

Ia menilai, untuk memperluas akses obat-obatan baru, perlu adanya sinergi dengan para pemangku kepentingan di sektor kesehatan, untuk membentuk tim khusus guna mengembangkan dan mengimplementasikan strategi nasional untuk obat-obatan dan vaksin inovatif.

"Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia 40 kawasan Asia Pasifik sekaligus membangun infrastruktur kesehatan yang tangguh yang dapat mendorong inovasi dan memperluas akses layanan kesehatan," dia menjelaskan.

Selain itu, katanya, IPMG juga menyerukan agar dilakukan tinjauan terhadap sistem negosiasi dan pengadaan obat di BPJS Kesehatan saat ini dengan cara mengutamakan sebuah model yang menįamin transparansi, efisiensi, dan keberlanjutan.

Menyadari pentingnya investasi strategis di bidang kesehatan, pihaknya juga menekankan perlunya peningkatan proses Penilaian Teknologi Kesehatan/Health Technology Assessment (HTA), di mana industri juga perlu dilibatkan.

Selain itu, kerangka regulasi juga perlu diperkuat, di mana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu memprioritaskan pemberian izin untuk obat-obatan penting tersebut. Kemudian, katanya, proses regulasi perlu disesuaikan dengan standar global, agar lebih mudah aksesnya di pasar.

Ait-allah juga menyoroti pentingnya kemitraan strategis dan investasi di sektor kesehatan, serta mendorong pendanaan yang lebih baik untuk sektor kesehatan guna meningkatkan ketahanan dan efisiensi.

Baca juga: IPMG Dorong Transformasi Kesehatan dan Penguatan Ekonomi Indonesia
Baca juga: IPMG dukung kebijakan antigratifikasi Kemenkes
Baca juga: IPMG minta pemerintah perangi pemalsuan obat