Warga Aceh tak lagi bangun rumah bertingkat atasi trauma masa lalu
13 November 2024 15:54 WIB
Peserta Forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium melintas sesuai arah tanda petunjuk jalur evakuasi yang ada pada bangunan fasilitas umum di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Aceh, Rabu (13/11/2024). ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo
Aceh (ANTARA) - Mayoritas warga di Desa Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Aceh saat ini tidak lagi membangun rumah bertingkat demi keselamatan sekaligus guna mengatasi rasa trauma atas gempa bumi berskala 9,1 magnitudo pada tahun 2004.
Sekretaris Desa Mon Ikeun Irma Lisa mengatakan bahwa banyak rumah dan bangunan fasilitas umum yang ada di desanya retak bahkan roboh saat gempa dua dekade yang lalu, kemudian tsunami datang membuat semuanya hancur rata dengan tanah.
"Apalagi setelah gempa 2004 ini cukup sering kami merasakan gempa skala 4 - 5, ini membuat warga termasuk saya pun memilih rumah satu tingkat saja," kata Irma yang ditemui seusai menerima kunjungan ratusan peserta Forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium 20 tahun Tsunami Aceh di Lhoknga, Rabu.
Menurut Irma, kemampuan ekonomi keluarga yang menurun pascabencana juga menjadi faktor mengapa warga desa Gampong Mon Ikeun sampai saat ini rumahnya demikian, padahal sebelumnya tak sedikit warga yang memiliki rumah bertingkat.
"Beruntungnya selain pemerintah kami juga dibantu oleh lembaga swasta seperti CRS untuk memiliki rumah," imbuhnya.
Ia menyebutkan bahwa rumah-rumah warga Desa Mon Ikeun kini dibangun dengan cukup layak dan mempertimbangkan aspek keamanan.
Hal ini salah satunya dapat dilihat dari pemilihan lokasi di mana rumah dibangun di zona aman dan dipastikan melalui perhitungan pemerintah termasuk sukarelawan.
Meski beberapa masih bertempat tinggal di kawasan rawan seperti beberapa meter dari perairan sungai/pantai, tapi lokasi tersebut sudah terintegrasi dengan sistem peringatan dini gempa dan tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Mon Ikeun ini desa wisata. Mayoritas warga itu bekerja sebagai nelayan atau jasa pariwisata menyediakan homestay, tapi semua sudah diantisipasi, kami sudah mendapat pengakuan UNESCO," imbuhnya
Mon Ikeun merupakan salah satu dari 22 desa di Indonesia yang diakui sebagai bagian dari komunitas masyarakat di dunia yang berkompeten dalam menghadapi bencana tsunami dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Pengakuan diberikan setelah sejumlah desa tersebut memenuhi beberapa indikator penting ketangguhan mitigasi tsunami (Tsunami Ready Community) dari UNESCO, yang antara lain sudah memiliki peta zona rawan tsunami, memiliki inventaris jumlah dan sebaran penduduk di zona bahaya, petugas siaga, serta memiliki sarana informasi untuk evakuasi lengkap dengan rambu-rambunya.
Menjadi sebuah kehormatan karena sertifikat sebagai Tsunami Ready Community itu diberikan langsung oleh Sekretaris Eksekutif UNESCO-IOC Vidar Helgesen kepada para perwakilan masyarakat dari 22 desa di Balai Meuseuraya Aceh, Senin (12/11).
Baca juga: Warga Desa Mon Ikeun Aceh lebih siap hadapi ancaman tsunami masa depan
Baca juga: BPBD: Dua gampong di Aceh Besar raih sertifikat siaga tsunami
Sekretaris Desa Mon Ikeun Irma Lisa mengatakan bahwa banyak rumah dan bangunan fasilitas umum yang ada di desanya retak bahkan roboh saat gempa dua dekade yang lalu, kemudian tsunami datang membuat semuanya hancur rata dengan tanah.
"Apalagi setelah gempa 2004 ini cukup sering kami merasakan gempa skala 4 - 5, ini membuat warga termasuk saya pun memilih rumah satu tingkat saja," kata Irma yang ditemui seusai menerima kunjungan ratusan peserta Forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium 20 tahun Tsunami Aceh di Lhoknga, Rabu.
Menurut Irma, kemampuan ekonomi keluarga yang menurun pascabencana juga menjadi faktor mengapa warga desa Gampong Mon Ikeun sampai saat ini rumahnya demikian, padahal sebelumnya tak sedikit warga yang memiliki rumah bertingkat.
"Beruntungnya selain pemerintah kami juga dibantu oleh lembaga swasta seperti CRS untuk memiliki rumah," imbuhnya.
Ia menyebutkan bahwa rumah-rumah warga Desa Mon Ikeun kini dibangun dengan cukup layak dan mempertimbangkan aspek keamanan.
Hal ini salah satunya dapat dilihat dari pemilihan lokasi di mana rumah dibangun di zona aman dan dipastikan melalui perhitungan pemerintah termasuk sukarelawan.
Meski beberapa masih bertempat tinggal di kawasan rawan seperti beberapa meter dari perairan sungai/pantai, tapi lokasi tersebut sudah terintegrasi dengan sistem peringatan dini gempa dan tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Mon Ikeun ini desa wisata. Mayoritas warga itu bekerja sebagai nelayan atau jasa pariwisata menyediakan homestay, tapi semua sudah diantisipasi, kami sudah mendapat pengakuan UNESCO," imbuhnya
Mon Ikeun merupakan salah satu dari 22 desa di Indonesia yang diakui sebagai bagian dari komunitas masyarakat di dunia yang berkompeten dalam menghadapi bencana tsunami dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Pengakuan diberikan setelah sejumlah desa tersebut memenuhi beberapa indikator penting ketangguhan mitigasi tsunami (Tsunami Ready Community) dari UNESCO, yang antara lain sudah memiliki peta zona rawan tsunami, memiliki inventaris jumlah dan sebaran penduduk di zona bahaya, petugas siaga, serta memiliki sarana informasi untuk evakuasi lengkap dengan rambu-rambunya.
Menjadi sebuah kehormatan karena sertifikat sebagai Tsunami Ready Community itu diberikan langsung oleh Sekretaris Eksekutif UNESCO-IOC Vidar Helgesen kepada para perwakilan masyarakat dari 22 desa di Balai Meuseuraya Aceh, Senin (12/11).
Baca juga: Warga Desa Mon Ikeun Aceh lebih siap hadapi ancaman tsunami masa depan
Baca juga: BPBD: Dua gampong di Aceh Besar raih sertifikat siaga tsunami
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: