Pakar primata ingatkan peran penting primata untuk regenerasi hutan
13 November 2024 13:02 WIB
Tangkapan layar - Ahli konservasi primata dari Universitas Nasional Dr Sri Suci Utami Atmoko (panel atas) dalam diskusi daring Ditjen PPI KLH yang diikuti dari Jakarta, Rabu (13/11/2024). ANTARA/Prisca Triferna.
Jakarta (ANTARA) - Ahli konservasi primata dari Universitas Nasional (Unas) Dr Sri Suci Utami Atmoko menyebutkan primata memiliki peran penting dalam penanganan perubahan iklim termasuk mendukung regenerasi hutan yang menjadi tempat tinggalnya.
"Yang paling penting adalah peran dalam regenerasi hutan dan membantu mengurangi emisi karena pohon yang ada di hutan itu sebagian besar mereka yang menyebar bijinya," kata Sri Suci Utami Atmoko dalam diskusi daring yang diadakan oleh Ditjen Penanganan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dipantau dari Jakarta, Rabu.
Suci menjelaskan, beberapa penelitian telah memperlihatkan peran strategis satwa masuk dalam famili primata, seperti orangutan dan tarsius yang ada di Indonesia.
Merujuk kepada penelitian yang dilakukannya di Ketambe, Aceh menemukan penyebaran tanaman yang dilakukan oleh orang utan di Taman Nasional Gunung Leuser dan memiliki potensi pemanfaatan oleh manusia. Termasuk peradah (Garcinia parvifolia) yang digunakan masyarakat sekitar mengobati panas dalam atau sariawan serta bau langit (Cyathocalyx sumatranus) yang digunakan untuk diare.
Kemudian di sisi lain, primata seperti orang utan menghadapi potensi kehilangan habitatnya akibat aktivitas manusia seperti pembukaan hutan dan kebakaran hutan. Tidak hanya itu, mereka juga menghadapi dampak dari perubahan iklim termasuk sebagai dampak dari peningkatan suhu global.
"Tidak hanya kaitannya dengan makanan tapi juga ruang mereka, habitat mereka untuk daerah jelajah," jelasnya.
Jika primata tersebut tidak dapat berpindah atau beradaptasi, Suci memperingatkan potensi jenis satwa tersebut akan punah di masa depan.
Indonesia sendiri memiliki beberapa jenis primata, termasuk sembilan spesies primata dari jenis fylobatidae seperti owa, 23 spesies dari colobinae seperti lutung, tiga spesies pongo termasuk orang utan, 12 spesies tarsiidae termasuk tarsius, 11 spesies cercopithecidae seperit monyet dan tujuh spesies lorisidae seperti kukang.
"Yang paling penting adalah peran dalam regenerasi hutan dan membantu mengurangi emisi karena pohon yang ada di hutan itu sebagian besar mereka yang menyebar bijinya," kata Sri Suci Utami Atmoko dalam diskusi daring yang diadakan oleh Ditjen Penanganan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dipantau dari Jakarta, Rabu.
Suci menjelaskan, beberapa penelitian telah memperlihatkan peran strategis satwa masuk dalam famili primata, seperti orangutan dan tarsius yang ada di Indonesia.
Merujuk kepada penelitian yang dilakukannya di Ketambe, Aceh menemukan penyebaran tanaman yang dilakukan oleh orang utan di Taman Nasional Gunung Leuser dan memiliki potensi pemanfaatan oleh manusia. Termasuk peradah (Garcinia parvifolia) yang digunakan masyarakat sekitar mengobati panas dalam atau sariawan serta bau langit (Cyathocalyx sumatranus) yang digunakan untuk diare.
Kemudian di sisi lain, primata seperti orang utan menghadapi potensi kehilangan habitatnya akibat aktivitas manusia seperti pembukaan hutan dan kebakaran hutan. Tidak hanya itu, mereka juga menghadapi dampak dari perubahan iklim termasuk sebagai dampak dari peningkatan suhu global.
"Tidak hanya kaitannya dengan makanan tapi juga ruang mereka, habitat mereka untuk daerah jelajah," jelasnya.
Jika primata tersebut tidak dapat berpindah atau beradaptasi, Suci memperingatkan potensi jenis satwa tersebut akan punah di masa depan.
Indonesia sendiri memiliki beberapa jenis primata, termasuk sembilan spesies primata dari jenis fylobatidae seperti owa, 23 spesies dari colobinae seperti lutung, tiga spesies pongo termasuk orang utan, 12 spesies tarsiidae termasuk tarsius, 11 spesies cercopithecidae seperit monyet dan tujuh spesies lorisidae seperti kukang.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: