OJK tindak tegas pelanggaran hukum di sektor jasa keuangan
12 November 2024 15:32 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (tengah) berbicara kepada awak media di sela-sela The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024 di Jakarta, Selasa (12/11/2024). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya melakukan langkah penegakan hukum secara tegas terhadap kasus terkait dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan termasuk pada kasus PT Investree Radhika Jaya.
“Bahwa kemudian ada perusahaan-perusahaan yang tadi menghadapi persoalan dan apalagi dalam perjalanannya melanggar hukum, itu upaya kita jelas untuk aspek penindakan hukumnya,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di sela-sela The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024 di Jakarta, Selasa.
Mahendra menuturkan, pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya penindakan hukum yang diperlukan secara konsisten untuk menangani kasus-kasus dugaan tindak pidana di sektor Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.
Untuk saat ini, OJK dan aparat penegak hukum terus berupaya membawa mantan Chief Executive Officer (CEO) Investree Adrian Asharyanto Gunadi kembali ke Indonesia untuk menjalani proses hukum terkait.
“Saya belum ada update terbaru tapi yang terakhir memang kita akan terus mengupayakan untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kebutuhan yang kita lakukan dalam proses untuk penegakan hukum,” ujarnya.
Di sisi lain, Mahendra menuturkan keberadaan fintech P2P lending memberikan manfaat yang semakin besar bagi masyarakat dan para pelaku usaha dalam mengakses pembiayaan.
"Untuk P2P lending sampai saat terakhir saya pahami, nilai pinjaman ini sudah berada di atas Rp700 triliun," ujar Mahendra.
Outstanding pembiayaan melalui industri fintech P2P lending pada September 2024 tumbuh sebesar 33,73 persen secara year on year (yoy), dengan nominal sebesar Rp74,48 triliun. Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,38 persen.
Dalam membangun industri fintech P2P lending yang lebih tangguh, OJK terus berupaya memperkuat aspek pelindungan konsumen melalui berbagai langkah, antara lain meningkatkan kepatuhan industri terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, dan mendorong industri meningkatkan kualitas pelayanan.
Hal tersebut dilakukan untuk membangun suatu proses bisnis yang lebih kredibel dan lebih baik ke dalam industri fintech P2P lending.
“Upaya untuk peningkatan perlindungan konsumen akan dilakukan dengan sekuat tenaga dan dengan peningkatan dari kualitas pelayanan walaupun juga upaya untuk memberikan kepastian dalam usaha yang lebih baik di sektor yang ada,” ujarnya.
OJK mencabut izin usaha Investree yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jend. Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Indonesia 12930. Hal ini didasari dengan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024.
Pencabutan izin usaha Investree terutama karena melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), serta kinerja yang memburuk yang mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.
Baca juga: OJK targetkan peraturan innovative credit scoring selesai akhir 2024
Baca juga: OJK terus meningkatkan edukasi terkait aset kripto kemasyarakat
Baca juga: OJK bahas kerja sama pelindungan konsumen dengan Korsel dan Hong Kong
“Bahwa kemudian ada perusahaan-perusahaan yang tadi menghadapi persoalan dan apalagi dalam perjalanannya melanggar hukum, itu upaya kita jelas untuk aspek penindakan hukumnya,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di sela-sela The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024 di Jakarta, Selasa.
Mahendra menuturkan, pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya penindakan hukum yang diperlukan secara konsisten untuk menangani kasus-kasus dugaan tindak pidana di sektor Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.
Untuk saat ini, OJK dan aparat penegak hukum terus berupaya membawa mantan Chief Executive Officer (CEO) Investree Adrian Asharyanto Gunadi kembali ke Indonesia untuk menjalani proses hukum terkait.
“Saya belum ada update terbaru tapi yang terakhir memang kita akan terus mengupayakan untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kebutuhan yang kita lakukan dalam proses untuk penegakan hukum,” ujarnya.
Di sisi lain, Mahendra menuturkan keberadaan fintech P2P lending memberikan manfaat yang semakin besar bagi masyarakat dan para pelaku usaha dalam mengakses pembiayaan.
"Untuk P2P lending sampai saat terakhir saya pahami, nilai pinjaman ini sudah berada di atas Rp700 triliun," ujar Mahendra.
Outstanding pembiayaan melalui industri fintech P2P lending pada September 2024 tumbuh sebesar 33,73 persen secara year on year (yoy), dengan nominal sebesar Rp74,48 triliun. Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,38 persen.
Dalam membangun industri fintech P2P lending yang lebih tangguh, OJK terus berupaya memperkuat aspek pelindungan konsumen melalui berbagai langkah, antara lain meningkatkan kepatuhan industri terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, dan mendorong industri meningkatkan kualitas pelayanan.
Hal tersebut dilakukan untuk membangun suatu proses bisnis yang lebih kredibel dan lebih baik ke dalam industri fintech P2P lending.
“Upaya untuk peningkatan perlindungan konsumen akan dilakukan dengan sekuat tenaga dan dengan peningkatan dari kualitas pelayanan walaupun juga upaya untuk memberikan kepastian dalam usaha yang lebih baik di sektor yang ada,” ujarnya.
OJK mencabut izin usaha Investree yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jend. Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Indonesia 12930. Hal ini didasari dengan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024.
Pencabutan izin usaha Investree terutama karena melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), serta kinerja yang memburuk yang mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.
Baca juga: OJK targetkan peraturan innovative credit scoring selesai akhir 2024
Baca juga: OJK terus meningkatkan edukasi terkait aset kripto kemasyarakat
Baca juga: OJK bahas kerja sama pelindungan konsumen dengan Korsel dan Hong Kong
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024
Tags: