Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, kerja sama dengan China yang dibangun pada era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto harus mengarah pada transisi energi bersih.

Menurutnya, peran China dalam mendorong transisi energi semakin besar di tengah perubahan geopolitik pascaterpilihnya Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS.

“Diharapkan pemerintah maupun pelaku usaha China menjadi katalisator dari investasi hijau, yang ramah lingkungan. Seperti mempercepat penggantian PLTU batu bara di kawasan hilirisasi dengan sumber energi terbarukan. Selain itu, diharapkan relokasi industri komponen energi terbarukan seperti panel surya, mikro-hidro dan tenaga angin dari China bisa memberi angin segar bagi sektor industri pengolahan Indonesia,” kata Bhima dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Diketahui, Presiden Prabowo mulai melakukan serangkaian lawatan diplomatik untuk memperkuat kemitraan strategis Indonesia dengan beberapa negara. Lawatan pertama ini diawali dengan menyambangi dua kekuatan besar yang paling berpengaruh di dunia, China dan AS.

Pertemuan dengan para petinggi China tersebut dilakukan pada 9 November 2024 bertujuan membahas kerja sama ekonomi, politik, pertahanan hingga budaya.

Lawatan ini menghasilkan beberapa Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) di berbagai sektor yang penting untuk kedua negara di antaranya, pengembangan perikanan minyak dan gas, sumber daya mineral, mineral hijau, sumber daya air, keselamatan maritim, ekonomi biru, perumahan, hingga impor kelapa segar dari Indonesia.

Tidak hanya itu, pertemuan para pebisnis kedua negara juga menyepakati kerja sama bisnis dengan nilai mencapai 10 juta dolar AS atau setara Rp157 miliar.

Dalam hal ini, CELIOS memberikan catatan dari hasil pertemuan Indonesia dan China.

Pertama, terkait kerja sama pengembangan minyak dan gas dengan penyematan informasi pada wilayah yang memiliki tumpang tindih klaim antara kedua negara. Ini diperkirakan merujuk pada wilayah perairan Natuna Utara.

Dalam konteks tersebut, kedua negara sepakat untuk membentuk sebuah Komite Pengarah Bersama Antar Pemerintah untuk mengeksplorasi dan mendorong kerja sama yang saling menguntungkan dan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di kedua negara.

Direktur China-Indonesia Desk CELIOS Muhammad Zulfikar Rakhmat menanggapi bahwa bentuk kerja sama ini merupakan strategi yang unik oleh Prabowo, namun sangat berisiko meningkatkan eskalasi konflik kedepannya.

“Saya cukup pesimis pada keberhasilan kerja sama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih terutama kedua negara sepakat untuk menggunakan hukum dan peraturan yang sesuai dengan negara masing-masing, perbedaan hukum ini saja sudah mengkhawatirkan, ketika Indonesia memakai hukum United Nations Convention Law Of the Sea (UNCLOS) sedangkan China berkiblat pada 10 dash-line,” terangnya.

Lebih lanjut, Peneliti CELIOS Yeta Purnama juga memberikan komentar bahwa pertimbangan Indonesia ini kemungkinan didorong oleh faktor China yang menyatakan untuk memberikan dukungan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan program inti pemerintahan 5 tahun ke depan.

"Risiko diplomasi Indonesia terhadap China yang masih plin plan dapat berimplikasi pada kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia telah secara konsisten mendukung code of conduct di kawasan Laut China Selatan sebagai salah satu upaya resolusi sengketa antara negara anggota dengan China," jelasnya.

Adapun kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke China pada 8-10 November 2024 telah menghasilkan sejumlah hasil konkret, baik bidang ekonomi dan bisnis maupun juga politik luar negeri.

Pemerintahan China juga sepakat untuk mendukung pendanaan program makan bergizi gratis. Kedua negara dalam hal ini menyepakati pendanaan "Food Supplementaion and School Feeding Programme in Indonesia".

Kesepakatan itu dibacakan dalam acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan pemerintah China yang disaksikan langsung oleh Prabowo dan Xi Jinping.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa China yang akan mendukung program Indonesia ini, telah lebih dulu melaksanakan program tersebut untuk rakyat mereka.

"Ya mereka (pemerintah China) akan men-support karena mereka juga sudah melaksanakan makan bergizi di sini," kata Airlangga kepada wartawan di Beijing, Minggu (10/11/).

Baca juga: Pemerintah mengembangkan energi terbarukan percepat transisi energi
Baca juga: IETD 2024 tetapkan sembilan rekomendasi percepatan transisi energi RI
Baca juga: Bappenas ungkap peluang investasi untuk transisi energi era Prabowo