Aksara Jawa di ruang digital permudah komunikasi tak sekadar dekorasi
Oleh Eka Arifa Rusqiyati
11 November 2024 11:17 WIB
Ilustrasi - Salah satu peserta Kompetisi Bahasa dan Sastra yang digelar Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta sedang mengetik menggunakan aksara Jawa dari komputer. ANTARA/HO-Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta
Yogyakarta (ANTARA) - Perkembangan teknologi digital mau tidak mau, suka tidak suka akan memberikan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat bahkan menyentuh sisi budaya yang sudah lebih dulu berkembang sebelum teknologi dan digitalisasi itu muncul.
Meskipun terkadang ada efek buruk yang ditimbulkan, namun digitalisasi juga memiliki banyak manfaat bagi perkembangan kebudayaan, salah satunya adalah pada penggunaan aksara Jawa.
Dengan digitalisasi, penggunaan aksara Jawa “Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga” yang lazim digunakan pada abad ke-16 hingga ke-20 itu kini bisa diakses melalui berbagai gawai yang jamak digunakan masyarakat masa kini, seperti komputer dan telepon genggam.
Layaknya menulis dengan aksara latin, aksara Jawa juga sudah bisa dimanfaatkan untuk berkirim pesan melalui aplikasi pesan singkat yang sudah dikenal masyarakat seperti WhatsApp (WA) atau digunakan untuk menulis status dan takarir di media sosial seperti di Instagram, TikTok, Facebook maupun X.
Cukup dengan mengunduh aplikasi papan ketik aksara Jawa di perangkat, proses penulisan pesan atau informasi pun bisa langsung dilakukan dengan mudah dan cepat.
Bahasa yang digunakan pun bisa bisa beragam, dari Bahasa Jawa atau Bahasa Indonesia bahkan Bahasa Inggris atau bahasa asing lain meski penulisannya lebih rumit. Nanti, aksara yang tertulis dan terkirim sudah langsung dalam bentuk aksara Jawa.
Komunitas aksara Jawa
Anggota komunitas aksara Jawa Sega Jabung Arif Budiarto mengatakan, komunitasnya sudah sering berkirim pesan dengan menggunakan aksara Jawa. Biasanya melalui WA atau untuk menyampaikan informasi dan pengumuman di komunitas.
Arif juga merupakan salah satu kreator yang mengembangkan font nyk Ngayogyang jejeg atau font aksara Jawa dengan gaya huruf tegak. Font tegak tersebut dipilih Kundha (Dinas) Kabudayan DIY beserta tim Kongres Aksara Jawa untuk penulisan resmi di media digital.
Menurut dia, digitalisasi sangat membantu upaya pelestarian aksara Jawa di kalangan masyarakat Jawa itu sendiri.
"Salah satu bentuk pelestarian warisan budaya, khususnya aksara adalah dengan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan dipakai untuk komunikasi maka aksara Jawa ini tidak dilupakan,” katanya.
Selain memudahkan komunikasi, digitalisasi aksara Jawa tersebut juga mampu menarik minat generasi muda untuk lebih mengenalnya.
Generasi sekarang, sangat mudah tertarik tentang sesuatu yang disampaikan dengan media digital. Sehingga pengenalan aksara Jawa secara digital bisa menarik minat Gen Z atau bahkan Gen Alpha untuk lebih mengenal dan kemudian menggunakan aksara Jawa untuk komunikasi atau kebutuhan lain.
Rasa ingin tau Gen Z yang lebih besar membuat mereka senang mencoba hal-hal baru dalam berkomunikasi. Apalagi muncul perasaan lebih keren karena bisa berkomunikasi dengan aksara yang tidak semua orang bisa memahami.
Saat ini pengguna aksara Jawa di ruang digital justru lebih banyak berasal dari generasi muda dan bukan dari generasi yang lebih senior karena ukuran aksara Jawa cenderung lebih kecil dibanding huruf latin.
Biasanya generasi yang sudah senior memilih menggunakan ukuran huruf yang besar di HP mereka. Jika menggunakan keyboard aksara Jawa, maka ukuran huruf harus sangat dibesarkan dan ini membuat hurufnya terpotong-potong, jadi lebih sulit untuk dibaca.
Jika sudah mulai digandrungi anak muda, tinggal bagaimana sekarang terus menyosialisasikan aksara Jawa yang sudah didigitalisasi ini ke masyarakat luas supaya penggunanya pun semakin bertambah.
Di lingkungan pendidikan, upaya untuk melestarikan aksara Jawa dilakukan dengan menggelar Olimpiade yang diikuti siswa setingkat SMA/SMK dan seluruh rangkaian kompetisi sudah dilakukan secara digital.
Selain itu, berbagai komunitas aksara Jawa bersama Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) pun tengah berusaha untuk membuat domain internet dengan aksara Jawa. Upaya ini sudah pernah di lakukan beberapa tahun silam namun gagal.
Komunitas aksara Jawa Sega Jabung masih berupaya lagi untuk pengajuannya tetapi tidak langsung ke top level domain tetapi ke second level domain dulu.
Tidak sekadar dekorasi
Di Kota Yogyakarta, penggunaan aksara Jawa juga dilakukan di ruang publik, salah satunya untuk melengkapi tulisan huruf latin di papan nama jalan atau kantor.
Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta Ismawati Retno Wigiarti mengungkapkan, di aplikasi peta seperti Gmaps juga sudah ada beberapa lokasi yang dilengkapi dengan aksara Jawa.
Supaya penggunaan aksara Jawa lebih berkembang sehingga tidak hanya untuk kepentingan dekorasi saja, maka Pemerintah Kota Yogyakarta juga menunjukkan komitmen pelestarian dengan membekali pegawai dengan pelatihan menulis aksara Jawa.
Pelatihan dilakukan karena aksara Jawa juga digunakan untuk kepentingan korespondensi, salah satunya untuk kop surat dinas seperti yang diatur dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 144 Tahun 2020 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas.
Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta juga membuka konsultasi bagi organisasi perangkat daerah terkait penulisan aksara Jawa yang benar. Dan hampir setiap minggu, ada saja dinas, kemantren (kecamatan) atau kelurahan hingga sekolah yang meminta koreksi penulisan aksara Jawa yang telah mereka susun.
Selain di lingkungan birokrasi, sosialisasi penggunaan aksara Jawa juga dilakukan di masyarakat secara langsung. Kundha Kabudayan juga melakukan pawiyatan aksara Jawa di lebih dari 30 kampung.
Petugas yang turun sering diminta masyarakat untuk mengoreksi penulisan aksara Jawa yang ada di papan nama jalan atau penanda lainnya.
Ismawati menuturkan, sebenarnya masyarakat sudah bisa memanfaatkan sejumlah aplikasi untuk penulisan aksara Jawa secara akurat dan benar, salah satunya adalah “salinsaja” yang dimiliki oleh Kundha Kabudayan DIY.
Di aplikasi tersebut, masyarakat tinggal menuliskan kata atau kalimat dengan huruf latin dan langsung ada terjemahan atau tulisan dalam aksara Jawa. Sembilan puluh sembilan persen penulisan aksara Jawa yang disusun sudah benar.
Upaya pelestarian aksara Jawa juga dilakukan dengan menggelar kompetisi yang diikuti siswa dari jenjang SD, SMP, hingga SMA dan sederajat.
Menurut Ismawati, jumlah peserta kompetisi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan begitu juga dengan kualitas kompetisi yang terus membaik.
Ia yakin bahwa budaya Jawa termasuk di dalamnya penggunaan aksara Jawa tidak akan punah karena minat generasi muda untuk mempelajarinya juga masih cukup besar.
Sekarang, lanjut dia, upaya yang harus dilakukan adalah terus memopulerkan penggunaan aksara Jawa sebagai salah satu alat komunikasi sehari-hari dan bukan sekadar dekorasi di ruang publik sehingga aksara ini tidak akan hilang.
Digitalisasi memang sangat membantu mempopulerkan penggunaan aksara Jawa untuk kebutuhan komunikasi dan membuka peluang siapa saja untuk bisa mempelajarinya.
Sudah saatnya memperbanyak lomba-lomba aksara Jawa tidak hanya di Yogyakarta dan Jawa Tengah, tetapi juga secara nasional yang diikuti utusan dari berbagai daerah.
Meskipun terkadang ada efek buruk yang ditimbulkan, namun digitalisasi juga memiliki banyak manfaat bagi perkembangan kebudayaan, salah satunya adalah pada penggunaan aksara Jawa.
Dengan digitalisasi, penggunaan aksara Jawa “Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga” yang lazim digunakan pada abad ke-16 hingga ke-20 itu kini bisa diakses melalui berbagai gawai yang jamak digunakan masyarakat masa kini, seperti komputer dan telepon genggam.
Layaknya menulis dengan aksara latin, aksara Jawa juga sudah bisa dimanfaatkan untuk berkirim pesan melalui aplikasi pesan singkat yang sudah dikenal masyarakat seperti WhatsApp (WA) atau digunakan untuk menulis status dan takarir di media sosial seperti di Instagram, TikTok, Facebook maupun X.
Cukup dengan mengunduh aplikasi papan ketik aksara Jawa di perangkat, proses penulisan pesan atau informasi pun bisa langsung dilakukan dengan mudah dan cepat.
Bahasa yang digunakan pun bisa bisa beragam, dari Bahasa Jawa atau Bahasa Indonesia bahkan Bahasa Inggris atau bahasa asing lain meski penulisannya lebih rumit. Nanti, aksara yang tertulis dan terkirim sudah langsung dalam bentuk aksara Jawa.
Komunitas aksara Jawa
Anggota komunitas aksara Jawa Sega Jabung Arif Budiarto mengatakan, komunitasnya sudah sering berkirim pesan dengan menggunakan aksara Jawa. Biasanya melalui WA atau untuk menyampaikan informasi dan pengumuman di komunitas.
Arif juga merupakan salah satu kreator yang mengembangkan font nyk Ngayogyang jejeg atau font aksara Jawa dengan gaya huruf tegak. Font tegak tersebut dipilih Kundha (Dinas) Kabudayan DIY beserta tim Kongres Aksara Jawa untuk penulisan resmi di media digital.
Menurut dia, digitalisasi sangat membantu upaya pelestarian aksara Jawa di kalangan masyarakat Jawa itu sendiri.
"Salah satu bentuk pelestarian warisan budaya, khususnya aksara adalah dengan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan dipakai untuk komunikasi maka aksara Jawa ini tidak dilupakan,” katanya.
Selain memudahkan komunikasi, digitalisasi aksara Jawa tersebut juga mampu menarik minat generasi muda untuk lebih mengenalnya.
Generasi sekarang, sangat mudah tertarik tentang sesuatu yang disampaikan dengan media digital. Sehingga pengenalan aksara Jawa secara digital bisa menarik minat Gen Z atau bahkan Gen Alpha untuk lebih mengenal dan kemudian menggunakan aksara Jawa untuk komunikasi atau kebutuhan lain.
Rasa ingin tau Gen Z yang lebih besar membuat mereka senang mencoba hal-hal baru dalam berkomunikasi. Apalagi muncul perasaan lebih keren karena bisa berkomunikasi dengan aksara yang tidak semua orang bisa memahami.
Saat ini pengguna aksara Jawa di ruang digital justru lebih banyak berasal dari generasi muda dan bukan dari generasi yang lebih senior karena ukuran aksara Jawa cenderung lebih kecil dibanding huruf latin.
Biasanya generasi yang sudah senior memilih menggunakan ukuran huruf yang besar di HP mereka. Jika menggunakan keyboard aksara Jawa, maka ukuran huruf harus sangat dibesarkan dan ini membuat hurufnya terpotong-potong, jadi lebih sulit untuk dibaca.
Jika sudah mulai digandrungi anak muda, tinggal bagaimana sekarang terus menyosialisasikan aksara Jawa yang sudah didigitalisasi ini ke masyarakat luas supaya penggunanya pun semakin bertambah.
Di lingkungan pendidikan, upaya untuk melestarikan aksara Jawa dilakukan dengan menggelar Olimpiade yang diikuti siswa setingkat SMA/SMK dan seluruh rangkaian kompetisi sudah dilakukan secara digital.
Selain itu, berbagai komunitas aksara Jawa bersama Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) pun tengah berusaha untuk membuat domain internet dengan aksara Jawa. Upaya ini sudah pernah di lakukan beberapa tahun silam namun gagal.
Komunitas aksara Jawa Sega Jabung masih berupaya lagi untuk pengajuannya tetapi tidak langsung ke top level domain tetapi ke second level domain dulu.
Tidak sekadar dekorasi
Di Kota Yogyakarta, penggunaan aksara Jawa juga dilakukan di ruang publik, salah satunya untuk melengkapi tulisan huruf latin di papan nama jalan atau kantor.
Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta Ismawati Retno Wigiarti mengungkapkan, di aplikasi peta seperti Gmaps juga sudah ada beberapa lokasi yang dilengkapi dengan aksara Jawa.
Supaya penggunaan aksara Jawa lebih berkembang sehingga tidak hanya untuk kepentingan dekorasi saja, maka Pemerintah Kota Yogyakarta juga menunjukkan komitmen pelestarian dengan membekali pegawai dengan pelatihan menulis aksara Jawa.
Pelatihan dilakukan karena aksara Jawa juga digunakan untuk kepentingan korespondensi, salah satunya untuk kop surat dinas seperti yang diatur dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 144 Tahun 2020 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas.
Kundha Kabudayan Kota Yogyakarta juga membuka konsultasi bagi organisasi perangkat daerah terkait penulisan aksara Jawa yang benar. Dan hampir setiap minggu, ada saja dinas, kemantren (kecamatan) atau kelurahan hingga sekolah yang meminta koreksi penulisan aksara Jawa yang telah mereka susun.
Selain di lingkungan birokrasi, sosialisasi penggunaan aksara Jawa juga dilakukan di masyarakat secara langsung. Kundha Kabudayan juga melakukan pawiyatan aksara Jawa di lebih dari 30 kampung.
Petugas yang turun sering diminta masyarakat untuk mengoreksi penulisan aksara Jawa yang ada di papan nama jalan atau penanda lainnya.
Ismawati menuturkan, sebenarnya masyarakat sudah bisa memanfaatkan sejumlah aplikasi untuk penulisan aksara Jawa secara akurat dan benar, salah satunya adalah “salinsaja” yang dimiliki oleh Kundha Kabudayan DIY.
Di aplikasi tersebut, masyarakat tinggal menuliskan kata atau kalimat dengan huruf latin dan langsung ada terjemahan atau tulisan dalam aksara Jawa. Sembilan puluh sembilan persen penulisan aksara Jawa yang disusun sudah benar.
Upaya pelestarian aksara Jawa juga dilakukan dengan menggelar kompetisi yang diikuti siswa dari jenjang SD, SMP, hingga SMA dan sederajat.
Menurut Ismawati, jumlah peserta kompetisi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan begitu juga dengan kualitas kompetisi yang terus membaik.
Ia yakin bahwa budaya Jawa termasuk di dalamnya penggunaan aksara Jawa tidak akan punah karena minat generasi muda untuk mempelajarinya juga masih cukup besar.
Sekarang, lanjut dia, upaya yang harus dilakukan adalah terus memopulerkan penggunaan aksara Jawa sebagai salah satu alat komunikasi sehari-hari dan bukan sekadar dekorasi di ruang publik sehingga aksara ini tidak akan hilang.
Digitalisasi memang sangat membantu mempopulerkan penggunaan aksara Jawa untuk kebutuhan komunikasi dan membuka peluang siapa saja untuk bisa mempelajarinya.
Sudah saatnya memperbanyak lomba-lomba aksara Jawa tidak hanya di Yogyakarta dan Jawa Tengah, tetapi juga secara nasional yang diikuti utusan dari berbagai daerah.
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024
Tags: