12 desa di Indonesia diakui UNESCO berkompeten dalam hadapi tsunami
11 November 2024 07:14 WIB
(kiri ke kanan) Deputi Bidang Geofisika BMKG Nelly Florida Riama, Direktur Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Daryono, Chair of The Programming Committee Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium Harkunti P. Rahayu, Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah, memotong tali bunga tanda dimulainya forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, 10-14 November 2024. (ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo)
Aceh (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan sebanyak 12 desa di Indonesia mendapat pengakuan sebagai bagian dari komunitas masyarakat di dunia yang berkompeten dalam menghadapi bencana tsunami dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Komisi Oseanografi Antarpemerintah (IOC) UNESCO dijadwalkan menyerahkan sertifikat Tsunami Ready Community kepada 12 desa tersebut dalam sesi khusus Forum Second Global Tsunami Symposium di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh pada 12 November 2024.
"Pengakuan ini adalah prestasi, karena menjadikan lebih banyak lagi desa di Indonesia sebagai bagian dari Tsunami Ready Community UNESCO, dalam agenda ini ada 12 desa," kata Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah saat ditemui di Banda Aceh, Senin.
Baca juga: BMKG dampingi verifikasi lapangan masyarakat siaga tsunami di Cilacap
Suci menjelaskan bahwa desa-desa tersebut, di antaranya adalah Desa Pangastulan (Kabupaten Buleleng, Bali) yang menghadapi ancaman tsunami dari Laut Utara Bali, Desa Galala dan Desa Hative Kecil (Kota Ambon, Maluku) yang memiliki sejarah bencana tsunami pada 1950, serta Desa Sidaurip (Cilacap, Jawa Tengah) yang berada di zona megathrust selatan Jawa Tengah.
Selain itu, terdapat empat kelurahan di pesisir Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta, yakni Kelurahan Tirtohargo, Parangtritis, Poncosari, dan Gadingsari.
Suci yang juga tim verifikator program mengatakan hal ini patut dianggap sebagai prestasi, karena untuk meraih status ini tidaklah mudah, setiap desa tersebut harus memenuhi 12 indikator dalam tiga komponen yang ditetapkan UNESCO, yakni asesmen (penilaian), preparedness (kesiapsiagaan), dan response (respons).
Adapun beberapa indikator penting, di antaranya adalah desa memiliki peta zona rawan tsunami, memiliki inventaris jumlah dan sebaran penduduk di zona bahaya, serta memiliki sarana informasi untuk evakuasi lengkap dengan rambu-rambunya.
Pendampingan yang diberikan secara intensif dari BMKG selaku verifikator bersama dengan para kepala daerah dan berbagai lembaga swasta berkontribusi besar dalam mengantarkan desa hingga bisa meraih prestasi ini.
Dengan tambahan 12 desa baru, ada 22 desa di Indonesia telah memperoleh pengakuan dari UNESCO. Sebelumnya ada 10 desa Tsunami Ready Community seperti Desa Lamkruet dan Gampong Mon Ikeun, pesisir barat Aceh.
Baca juga: ICTIC Unesco verifikasi lapangan tsunami di Desa Galala
Baca juga: BNPB ekspedisi Desa Tangguh Bencana pesisir Jawa jalur evakuasi
Pengakuan dari UNESCO diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir dalam menghadapi ancaman tsunami, serta menjadi contoh kompeten bagi masyarakat di seluruh dunia dalam membangun sistem kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas.
"Tidak berhenti sampai di sini saja, contoh desa lain termasuk di wilayah Mentawai, Sumatera Barat saat ini sedang dalam proses persiapan untuk memenuhi standar Tsunami Ready Community, yang mencakup pengumpulan dokumen dan pemenuhan infrastruktur yang diperlukan," kata dia.
Komisi Oseanografi Antarpemerintah (IOC) UNESCO dijadwalkan menyerahkan sertifikat Tsunami Ready Community kepada 12 desa tersebut dalam sesi khusus Forum Second Global Tsunami Symposium di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh pada 12 November 2024.
"Pengakuan ini adalah prestasi, karena menjadikan lebih banyak lagi desa di Indonesia sebagai bagian dari Tsunami Ready Community UNESCO, dalam agenda ini ada 12 desa," kata Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah saat ditemui di Banda Aceh, Senin.
Baca juga: BMKG dampingi verifikasi lapangan masyarakat siaga tsunami di Cilacap
Suci menjelaskan bahwa desa-desa tersebut, di antaranya adalah Desa Pangastulan (Kabupaten Buleleng, Bali) yang menghadapi ancaman tsunami dari Laut Utara Bali, Desa Galala dan Desa Hative Kecil (Kota Ambon, Maluku) yang memiliki sejarah bencana tsunami pada 1950, serta Desa Sidaurip (Cilacap, Jawa Tengah) yang berada di zona megathrust selatan Jawa Tengah.
Selain itu, terdapat empat kelurahan di pesisir Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta, yakni Kelurahan Tirtohargo, Parangtritis, Poncosari, dan Gadingsari.
Suci yang juga tim verifikator program mengatakan hal ini patut dianggap sebagai prestasi, karena untuk meraih status ini tidaklah mudah, setiap desa tersebut harus memenuhi 12 indikator dalam tiga komponen yang ditetapkan UNESCO, yakni asesmen (penilaian), preparedness (kesiapsiagaan), dan response (respons).
Adapun beberapa indikator penting, di antaranya adalah desa memiliki peta zona rawan tsunami, memiliki inventaris jumlah dan sebaran penduduk di zona bahaya, serta memiliki sarana informasi untuk evakuasi lengkap dengan rambu-rambunya.
Pendampingan yang diberikan secara intensif dari BMKG selaku verifikator bersama dengan para kepala daerah dan berbagai lembaga swasta berkontribusi besar dalam mengantarkan desa hingga bisa meraih prestasi ini.
Dengan tambahan 12 desa baru, ada 22 desa di Indonesia telah memperoleh pengakuan dari UNESCO. Sebelumnya ada 10 desa Tsunami Ready Community seperti Desa Lamkruet dan Gampong Mon Ikeun, pesisir barat Aceh.
Baca juga: ICTIC Unesco verifikasi lapangan tsunami di Desa Galala
Baca juga: BNPB ekspedisi Desa Tangguh Bencana pesisir Jawa jalur evakuasi
Pengakuan dari UNESCO diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir dalam menghadapi ancaman tsunami, serta menjadi contoh kompeten bagi masyarakat di seluruh dunia dalam membangun sistem kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas.
"Tidak berhenti sampai di sini saja, contoh desa lain termasuk di wilayah Mentawai, Sumatera Barat saat ini sedang dalam proses persiapan untuk memenuhi standar Tsunami Ready Community, yang mencakup pengumpulan dokumen dan pemenuhan infrastruktur yang diperlukan," kata dia.
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: