Tari Saman Gayo sambut ilmuwan dunia peringati 20 tahun tsunami Aceh
10 November 2024 16:25 WIB
Sejumlah ilmuwan dunia menyaksikan pertunjukan Tari Saman Gayo dalam side-event Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium di Balee Meuseuraya Aceh, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Minggu (10/11/2024). ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo
Aceh (ANTARA) - Puluhan ilmuwan dan ahli teknologi kebencanaan geofisika dari berbagai negara di dunia disambut hangat oleh masyarakat Aceh dengan mempersembahkan pertunjukan Tari Saman Gayo dalam rangkaian acara Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium, Minggu.
Tari Saman Gayo tersebut dibawakan secara apik oleh sejumlah mahasiswa pegiat seni dan budaya dari Sanggar Cika Genta binaan Pemerintah Provinsi Aceh dalam acara yang digelar untuk memperingati 20 tahun bencana tsunami Aceh itu.
"Bagian dari penghormatan kepada mereka yang berkomitmen mencarikan solusi supaya Aceh tangguh menghadapi potensi bencana, khususnya tsunami di masa depan," kata Ketua Sanggar Cika Genta, Muhammad Alkausar, saat ditemui di Balee Meuseuraya Kota Banda Aceh.
Tari Saman Gayo atau juga dikenal dengan Tarian Ratoh Jaroe merupakan tarian tradisional masyarakat adat Aceh yang berasal dari dataran tinggi Kabupaten Gayo Lues, Aceh.
Menurut Alkausar, setiap gerak dan syair dalam tarian yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia tak benda ini mengandung doa serta puji-pujian kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala serta sholawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alayhi Wasallam yang mencerminkan budaya dan nilai keislaman masyarakat Aceh.
"Jadi tak hanya memperkenalkan budaya masyarakat Aceh kepada dunia atas ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Esa. Pertunjukan dapat diartikan juga kalau kami mendoakan semoga semua yang berkontribusi dalam upaya kebaikan ini diberkahi," ujarnya.
Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Aceh 2004.
Sebanyak 1.000 peserta termasuk ilmuwan, ahli kebencanaan dari 54 negara di antaranya seperti Jepang, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, India, Bangladesh, China, India dan komunitas masyarakat sadar bencana nasional berkumpul dan akan terlibat aktif dalam acara Second Global Tsunami Symposium di Banda Aceh, Aceh, pada 10-14 November 2024.
Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah mengatakan bahwa para peserta akan saling bertukar informasi, ilmu, dan pengalaman dari negara masing-masing yang kemudian dapat bersama dirumuskan menjadi strategi mitigasi bencana tsunami global yang lebih efektif di masa depan.
Simposium ini menghadirkan beberapa pembicara utama seperti Prof Irwan Meilano, Dr Finn Lovholt, Sunanda Manneela, dan Dr Harkunti Pertiwi Rahayu dari Institut Teknologi Bandung yang akan membahas pentingnya mengidentifikasi daerah berisiko tinggi dan membangun sistem peringatan yang responsif.
Sesi khusus tentang bagaimana negara-negara di dunia menciptakan komunitas masyarakat yang siap menghadapi potensi tsunami pada 2030 sebagaimana yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan dipaparkan secara rinci oleh sejumlah ahli seperti Dr Rustian, Bernardo Aliaga, Dr Laura Kong, Rosalind Cook, dan Ardito M. Kodijat.
BMKG juga memperkenalkan kepada para peserta tentang program Tsunami Ready Village, yang merupakan inisiatif UNESCO-IOC dan Pemerintah Indonesia untuk membangun Desa Siaga Tsunami, seperti di Desa Lamkruet dan Gampong Mon Ikeun di Aceh.
Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman langsung kepada peserta tentang upaya kesiapsiagaan yang diterapkan di masyarakat Aceh, sebagai salah satu wilayah di Asia yang paling terdampak tsunami Samudera Hindia pada 2004 untuk potensi bencana setupa di masa depan.
Baca juga: Ilmuwan dunia rumuskan strategi global atasi tantangan tsunami di Aceh
Baca juga: Gubernur Aceh: Ilmu mitigasi bencana harus sampai ke warga akar rumput
Tari Saman Gayo tersebut dibawakan secara apik oleh sejumlah mahasiswa pegiat seni dan budaya dari Sanggar Cika Genta binaan Pemerintah Provinsi Aceh dalam acara yang digelar untuk memperingati 20 tahun bencana tsunami Aceh itu.
"Bagian dari penghormatan kepada mereka yang berkomitmen mencarikan solusi supaya Aceh tangguh menghadapi potensi bencana, khususnya tsunami di masa depan," kata Ketua Sanggar Cika Genta, Muhammad Alkausar, saat ditemui di Balee Meuseuraya Kota Banda Aceh.
Tari Saman Gayo atau juga dikenal dengan Tarian Ratoh Jaroe merupakan tarian tradisional masyarakat adat Aceh yang berasal dari dataran tinggi Kabupaten Gayo Lues, Aceh.
Menurut Alkausar, setiap gerak dan syair dalam tarian yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia tak benda ini mengandung doa serta puji-pujian kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala serta sholawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alayhi Wasallam yang mencerminkan budaya dan nilai keislaman masyarakat Aceh.
"Jadi tak hanya memperkenalkan budaya masyarakat Aceh kepada dunia atas ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Esa. Pertunjukan dapat diartikan juga kalau kami mendoakan semoga semua yang berkontribusi dalam upaya kebaikan ini diberkahi," ujarnya.
Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Aceh 2004.
Sebanyak 1.000 peserta termasuk ilmuwan, ahli kebencanaan dari 54 negara di antaranya seperti Jepang, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, India, Bangladesh, China, India dan komunitas masyarakat sadar bencana nasional berkumpul dan akan terlibat aktif dalam acara Second Global Tsunami Symposium di Banda Aceh, Aceh, pada 10-14 November 2024.
Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah mengatakan bahwa para peserta akan saling bertukar informasi, ilmu, dan pengalaman dari negara masing-masing yang kemudian dapat bersama dirumuskan menjadi strategi mitigasi bencana tsunami global yang lebih efektif di masa depan.
Simposium ini menghadirkan beberapa pembicara utama seperti Prof Irwan Meilano, Dr Finn Lovholt, Sunanda Manneela, dan Dr Harkunti Pertiwi Rahayu dari Institut Teknologi Bandung yang akan membahas pentingnya mengidentifikasi daerah berisiko tinggi dan membangun sistem peringatan yang responsif.
Sesi khusus tentang bagaimana negara-negara di dunia menciptakan komunitas masyarakat yang siap menghadapi potensi tsunami pada 2030 sebagaimana yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan dipaparkan secara rinci oleh sejumlah ahli seperti Dr Rustian, Bernardo Aliaga, Dr Laura Kong, Rosalind Cook, dan Ardito M. Kodijat.
BMKG juga memperkenalkan kepada para peserta tentang program Tsunami Ready Village, yang merupakan inisiatif UNESCO-IOC dan Pemerintah Indonesia untuk membangun Desa Siaga Tsunami, seperti di Desa Lamkruet dan Gampong Mon Ikeun di Aceh.
Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman langsung kepada peserta tentang upaya kesiapsiagaan yang diterapkan di masyarakat Aceh, sebagai salah satu wilayah di Asia yang paling terdampak tsunami Samudera Hindia pada 2004 untuk potensi bencana setupa di masa depan.
Baca juga: Ilmuwan dunia rumuskan strategi global atasi tantangan tsunami di Aceh
Baca juga: Gubernur Aceh: Ilmu mitigasi bencana harus sampai ke warga akar rumput
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: