Jakarta, (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI akan melakukan program-program penumbuhan dan pengembangan industri yang masih tertunda untuk segera diselesaikan pada 100 hari massa akhir Kabinet Indonesia Bersatu II.

"Pertama, Kemenperin akan merevitalisasi dan penumbuhan industri kikia dasar melalui fasilitasi pembangunan pabrik pupuk Kaltim-5 dan fasilitasi pembangunan pabrik pupuk Pusri II-B," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, saat ini perkembangan rencana tersebut antara lain memfasilitasi proyek pembangunan pabrik Kaltim-5 yang telah mencapai 97,95 persen dan proyek Pusri II-B sampai Juni 2014 mencapai 58,85 persen.

Menurut dia, tindak lanjut yang dilakukan kementeriannya adalah mempercepat fasilitasi pembangunan pabrik pupuk Kaltim-5 dengan target kemajuan sebesar 98 persen.

"Tindak lanjut lainnya adalah mempercepat fasilitasi pembangunan pabrik pupuk Pusri IIb dengan target kemajuan sebesar 65 persen," ujarnya.

Program kedua, menurut dia, yang akan diselesaikan Kemenperin adalah revitalisasi dan penumbuhan industri makanan hasil laut dan perikanan. Hal itu ujar M.S Hidayat dilakukan melalui pemberian bantuan keringanan pembelian mesin peralatan pada 25 pabrik gula melalui sistem "reimbursement".

Dia menjelaskan, saat ini perkembangannya telah diterima dokumen permohonan mengikuti program bantuan keringanan pembiayaan mesin atau peralatan dari PTPN IX tanggal 23 April 2014, PTPN X tanggal 14 April 2014, PG Rajawali I tanggal 25 April 2014, dan PG RAjawali II tanggal 23 April 2014.

"Selain itu perkembangannya tersedianya laporan verifikasi harga mesin atau peralatan PTPN X, PG Rajawali I, dan PG Rajawali II," katanya.

Menurut dia, Kemenperin saat ini sedang menyusun laporan verifikasi harga mesin atau peralatan pabrik gula oleh LPI sebagai tindak lanjutnya.

Program ketiga menurut dia, pengembangan industri gas bumi dan pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni di Papua Barat.

Menurut dia saat ini perkembangan program tersebut sudah dialokasikan gas untuk pengembangan industri pupuk di Teluk Bintuni sebesar 180 mmscfd sudah dijamin ketersediannya.

"Alokasi gas untuk pengembangan industri petrokimia akan diupayakan dari sumber lain dengan tetap mempertimbangkan keekonomian," ujarnya.

Selain itu, M.S Hidayat mengatakan, perkembangan saat ini sudah dikirim surat Menteri Perindustrian kepada presiden mengenai Rancangan Peraturan Presiden mengenai pengembangan industri gas bumi di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Perkembangan lainnya, menurut dia, sudah disusun dokumen perencanaan pembangunan kawasan industri namun masih terkendala alih fungsi lahan hutan produksi dan hutan produksi terbatas.

"Tindak lanjut yang kami lakukan dengan memproses penyelesaian Perpres mengenai pengembangan industri gas bumi di Teluk Bintuni dan mengusulkan surat Menteri Perindustrian kepada Menteri Kehutanan untuk alih fungsi lahan," katanya menambahkan. (*)