KPU patuh pada konstitusi soal revisi omnibus law politik
9 November 2024 12:19 WIB
Anggota KPU RI Yulianto Sudrajat saat memberikan keterangan kepada awak media di Kantor KPU Batu, Malang, Jawa Timur, Sabtu (9/11/2024). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela/pri.
Batu, Malang (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan patuh dan taat pada konstitusi untuk merevisi delapan undang-undang politik dengan metode gabungan alias omnibus law.
"Saya rasa itu wilayah domainnya pembentuk undang-undang ya, itu pemerintah dan DPR. Kami sebagai penyelenggara pemilu tentu akan melaksanakan saja dan akan patuh dan taat pada konstitusi dan undang-undang," kata anggota KPU RI Yulianto Sudrajat saat ditemui awak media di Kantor KPU Batu, Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Dia menjelaskan kewenangan KPU berada pada sisi mengevaluasi penyelenggaraan pemilu hingga seluruh tahapan pilkada.
"Itu bagian yang akan kita sampaikan, masukan-masukan kalau kami diminta pendapat terkait revisi atau perubahan undang-undang ataupun omnibus law untuk pemilu yang akan datang," ujarnya.
Sebelumnya, Kamis (31/10), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mempertimbangkan usul Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk merevisi delapan undang-undang politik dengan metode gabungan alias omnibus law. Namun, hal itu masih perlu dikaji lebih lanjut pemerintah dan DPR.
"Bang Doli saya sudah baca juga, untuk menyusun revisi UU tersebut dalam satu paket, omnibus law. Ya, ini boleh saja salah satu opsi. Tapi kita perlu diskusikan antara DPR dengan pemerintah," kata Mendagri Tito Karnavian dalam rapat dengar pendapat di Komisi II DPR, Jakarta, Kamis.
Ia menilai pemerintah serius mengkaji ulang sistem pemilu dan demokrasi di Indonesia.
Dia menuturkan hal itu akan dilakukan usai gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada November 2024.
"Setelah selesai desk pilkada, itu adalah kita tadi disampaikan kita mulai memikirkan kembali tentang sistem demokrasi. Sistem kepemiluan. Sistem pilkada," tuturnya.
Tito mengaku telah menunjuk Wakil Menteri dalam Negeri Bima Arya untuk mengkaji rencana itu. Saat ini, Bima juga tengah diberi tugas sebagai Koordinator Pengawas Dirjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri.
Adapun pada Rabu (30/10), Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia membuka peluang untuk merevisi sejumlah undang -undang politik lewat metode omnibus law.
Doli menilai pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dievaluasi karena sejumlah masalah.
Dia menjelaskan ada delapan UU yang berpeluang direvisi dengan metode omnibus law, yakni UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Kemudian, berdasarkan hasil rapat pada beberapa kesempatan, sudah ada keinginan bersama untuk menyatukan UU Pemilu dan Pilkada.
"Saya tadi mengusulkan ya sudah, kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya," ucap Doli di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
"Saya rasa itu wilayah domainnya pembentuk undang-undang ya, itu pemerintah dan DPR. Kami sebagai penyelenggara pemilu tentu akan melaksanakan saja dan akan patuh dan taat pada konstitusi dan undang-undang," kata anggota KPU RI Yulianto Sudrajat saat ditemui awak media di Kantor KPU Batu, Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Dia menjelaskan kewenangan KPU berada pada sisi mengevaluasi penyelenggaraan pemilu hingga seluruh tahapan pilkada.
"Itu bagian yang akan kita sampaikan, masukan-masukan kalau kami diminta pendapat terkait revisi atau perubahan undang-undang ataupun omnibus law untuk pemilu yang akan datang," ujarnya.
Sebelumnya, Kamis (31/10), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mempertimbangkan usul Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk merevisi delapan undang-undang politik dengan metode gabungan alias omnibus law. Namun, hal itu masih perlu dikaji lebih lanjut pemerintah dan DPR.
"Bang Doli saya sudah baca juga, untuk menyusun revisi UU tersebut dalam satu paket, omnibus law. Ya, ini boleh saja salah satu opsi. Tapi kita perlu diskusikan antara DPR dengan pemerintah," kata Mendagri Tito Karnavian dalam rapat dengar pendapat di Komisi II DPR, Jakarta, Kamis.
Ia menilai pemerintah serius mengkaji ulang sistem pemilu dan demokrasi di Indonesia.
Dia menuturkan hal itu akan dilakukan usai gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada November 2024.
"Setelah selesai desk pilkada, itu adalah kita tadi disampaikan kita mulai memikirkan kembali tentang sistem demokrasi. Sistem kepemiluan. Sistem pilkada," tuturnya.
Tito mengaku telah menunjuk Wakil Menteri dalam Negeri Bima Arya untuk mengkaji rencana itu. Saat ini, Bima juga tengah diberi tugas sebagai Koordinator Pengawas Dirjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri.
Adapun pada Rabu (30/10), Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia membuka peluang untuk merevisi sejumlah undang -undang politik lewat metode omnibus law.
Doli menilai pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dievaluasi karena sejumlah masalah.
Dia menjelaskan ada delapan UU yang berpeluang direvisi dengan metode omnibus law, yakni UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Kemudian, berdasarkan hasil rapat pada beberapa kesempatan, sudah ada keinginan bersama untuk menyatukan UU Pemilu dan Pilkada.
"Saya tadi mengusulkan ya sudah, kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya," ucap Doli di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: