Pekabaru (ANTARA) - Di lahan kurang dari 1000 meter persegi yang dikelilingi permukiman di Jalan Purwodadi, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, terhampar kebun sayur okra yang hijau subur. Dari tanaman asal Afrika yang dikenal mampu membantu mengontrol gula darah ini, Ernawati berhasil mengantongi pendapatan hingga Rp25 juta per bulan.
Okra sendiri memiliki bentuk yang menyerupai sayur oyong, sejenis gambas. Okra merupakan sayuran dengan banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Sayuran ini juga populer dengan nama lady finger yang memiliki nama ilmiah Abelmoschus esculentus. Biasanya tanaman ini hanya tumbuh di negara beriklim tropis. Sayangnya, sayuran ini belum terlalu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Padahal, sayuran ini mengandung beragam nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh.
Siapa sangka okra yang dikenal sebagai sayuran ini mampu disulap Erna menjadi aneka panganan dan minuman "kopi", dengan segudang manfaat. Awalnya, usaha ini hanya percobaan iseng, tapi berkat ketelatenannya, Erna, kini bisa membantu meningkatkan pendapatan ibu-ibu di kompleks perumahannya. Melalui perusahaan yang didirikannya pada tahun 2022, Erna juga mampu membuka lapangan pekerjaan bagi beberapa orang di sekitar tempat tinggalnya.
Dari hasil panen okra, Erna yang cuma seorang ibu rumah tangga ini memproduksi berbagai olahan komersial, seperti nuget, keripik, dan minuman "kopi". Produk ini, bahkan sudah menembus pasar di kota-kota besar, seperti Medan (Sumatera Utara), hingga Surabaya (Jawa Timur).
Di rumah tipe 36 yang juga dijadikannya tempat produksi, Erna berbagi cerita tentang eksperimennya mengolah okra menjadi minuman, beberapa tahun lalu. Respons positif dari konsumen mendorongnya untuk mendirikan perusahaan, setelah bergabung dengan satu institut dan mendapat bimbingan dari Rumah BUMN Pekanbaru.
"Awalnya didampingi dinas perdagangan dan koperasi. Mereka menyarankan untuk menambahkan jahe merah, gula aren kering, dan krimer dalam pembuatan kopi okra," ujar Erna, saat ditemui ANTARA, belum lama ini.
Racikan ini membuat "kopi" okra aman bagi lambung, dengan tetap mempertahankan khasiat pengontrol gula darah dari sayuran itu. Tanamannya pun bebas dari bahan kimia, karena dibudidayakan dengan menggunakan pupuk alami.
Erna menanam okra di lahan sekitar rumah, memanfaatkan lahan tidur yang sebelumnya tidak terpakai. Sebelum penanaman, ia menggemburkan tanah dan menaburkan kapur alam atau dolomit serta pupuk kandang. Setelah dua pekan, bibit okra mulai dipindahkan dari polybag ke lahan. Bibit okra dirawat dengan pupuk alami dari cangkang telur, serta cairan dari sayuran sisa pembuatan nuget dan keripik.
Sebagian juga dijual saat masih muda, dan ibu-ibu di daerah itu ikut menanam untuk dibeli oleh Erna. Kebetulan, perempuan itu juga memiliki kelompok tani di lingkungannya.
Kopi okra
Untuk memproduksi kopi okra, Erna menggunakan biji okra kering, bagian yang tidak terpakai dalam olahan nuget dan keripik. Biji okra ini dikeringkan menggunakan oven selama beberapa jam, sesuai petunjuk dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar terhindar dari kontaminasi bakteri.
Setelah dikeringkan, biji digiling halus dan dicampur dengan jahe merah, gula aren, serta krimer, hingga menjadi bubuk yang siap disajikan dalam kemasan.
Saat ini, produk "kopi" tersebut sudah dijual di berbagai kota, seperti Surabaya, Medan, Yogyakarta, Probolinggo, Bandung, dan Jambi. Erna berharap bisa membawa produknya ke pasar internasional, melalui program Pertamina UMK Academy 2024.
Saat mengikuti pameran UMKM di Bandung, baru-baru ini, Erna berhasil menjalin kontrak tahunan dengan salah satu pusat oleh-oleh di Jawa Barat itu. Tidak hanya itu, ia juga menggandeng beberapa reseller untuk memperluas jaringan pemasaran produknya.
Bimbingan dari sejumlah pihak, khususnya dinas koperasi dan perdagangan serta dari badan usaha milik negara (BUMN), membuat usahanya lebih tertata, baik dari segi pembukuan hingga tampilan kemasan.
Dengan pendampingan itu, dia semakin bersemangat untuk mengembangkan usaha yang pada akhirnya omzet juga meningkat. Dengan demikian, maka dampak lebih besar dari usahanya akan lebih terlihat, karena melibatkan masyarakat lain di sekitar tempat tinggalnya.
Kini merek "kopi" dari okra sudah didaftarkan hak patennya agar tidak ditiru atau dicaplok pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Berbagai pelatihan dan pameran kerap dikuti Erna dan kelompoknya agar usahanya terus berkembang dan menambah jaringan usaha. Produk minuman kopi dari biji okra, saat ini, di Indonesia, memang bukan hanya Erna yang membuat.
Dari kisah Erna, bisa dipetik pelajaran bahwa ketekunan dan keuletan menggarap sesuatu untuk dijadikan ladang bisnis adalah sesuatu yang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh ibu rumah tangga, yang kemudian berdampak bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.
Selain itu, keinginan terus belajar agar berkembang juga perlu dibudayakan agar produk yang dihasilkan bisa diterima pasar.
Dari kisah Erna, peran pihak lain, seperti swasta atau pemerintah dalam melirik potensi seseorang juga sangat penting, terlebih dalam situasi saat ini dimana program ketahanan pangan dan jiwa wirausahawan melalui UMKM terus digalakkan oleh pemerintah. Setelah itu, proses pendampingan juga menjadi faktor pendukung yang sangat penting bagi pelaku usaha agar mampu bertahan.
Bukan hanya pemerintah dan swasta, kalangan akademisi juga bisa melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pelaku usaha rintisan, termasuk pada tanaman okra ini. Misalnya, penelitian yang mampu menghasilkan okra berkualitas dan bisa dipanen sepanjang tahun, tanpa terpengaruh cuaca. Ini adalah sebuah tantangan tersendiri bagi para peneliti dari dunia kampus.
Kisah Erna mengajarkan bahwa bangsa Indonesia masih membutuhkan munculnya Erna-Erna lain yang lebih kreatif dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ekonomis, termasuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi kalangan ibu-ibu rumah tangga.
Artikel
"Kopi" Okra buatan Erna tembus pasar Nusantara
Oleh Riski Maruto dan Annisa Firdausi
8 November 2024 20:54 WIB
Biji okra yang dicapur irisan jahe yang siap dibuat kopi. (ANTARA/Anissa Firdausi)
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024
Tags: