Penguasaan teknik karakterisasi nuklir penting untuk keamanan nasional
8 November 2024 18:37 WIB
Arsip - Kegiatan Latihan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir Nasional 2024 yang digelar oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) di Kawasan Sains Teknologi (KST) B.J. Habibie, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (25/9/2024). (ANTARA/HO-Bapeten)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti BRIN Erlina Neorpitasari mengatakan penguasaan teknik karakterisasi bahan nuklir dan radioaktif untuk forensik nuklir penting dimiliki oleh suatu negara sehingga dapat mendukung keamanan nuklir tidak hanya tingkat nasional tetapi juga internasional.
Ia mengatakan kasus kriminal yang melibatkan bahan nuklir diharapkan tidak terjadi sebab dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Meski begitu, kata Erlina, pemangku kepentingan terkait tetap harus bersiap sebagai langkah antisipasi.
“Mau tidak mau kita harus siap. Oleh karena itu, proyek yang sedang kami lakukan dengan IAEA dalam rangka mempersiapkan diri jika ada suatu kasus. Kita mengembangkan teknik-teknik karakterisasi dan melakukan latihan-latihan, supaya kalau nanti ada kasus betulan, kita tidak gagap menyiapkan SOP. Dan tetap kolaborasi dengan Bapeten dan Polri,” kata Erlina dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Forensik nuklir merupakan cara untuk membuktikan atau mengungkap suatu kasus yang melibatkan bahan nuklir atau zat radioaktif atau barang bukti yang terkontaminasi radionuklida.
Dalam forensik nuklir, Erlina menjelaskan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berperan di dalam proses analisis bahan nuklir yang ditemukan di luar kendali regulasi.
Selain itu, pemangku kepentingan lainnya juga terlibat dalam forensik nuklir yaitu Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) sebagai lembaga pengawas serta Polri sebagai penegak hukum.
Apabila terjadi suatu kasus di tingkat nasional, Bapeten akan meresponnya melalui tim satuan tanggap darurat. Bapeten akan mengidentifikasi tingkat kedaruratan kasus.
Selanjutnya, bahan nuklir yang ditemukan akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
“Jika ada suatu temuan, kita analisis hasilnya dan kita bandingkan dengan database (untuk memastikan) apakah bahan tersebut milik Indonesia atau bukan. Nanti setelah terbukti, kita berkoordinasi dengan penegak hukum untuk dilanjutkan analisis penuh yang digabungkan dengan hasil lainnya dari Puslabfor Polri,” kata Erlina.
Teknik karakterisasi termasuk salah satu tahapan dalam forensik nuklir yang berperan penting untuk menentukan sifat-sifat bahan nuklir. Apabila terjadi suatu kasus, hasil akhir pengujian forensik nuklir dapat menjadi bukti formal yang bisa digunakan untuk penuntutan dalam proses hukum.
Karakterisasi dapat dilakukan melalui analisis kimia, fisika, serta komposisi isotopik dan nilai umur.
Erlina mengatakan bahwa BRIN sebenarnya sudah sangat menguasai untuk karakterisasi melalui analisis kimia, fisika, dan komposisi isotopik sebab karakterisasi tersebut juga digunakan untuk keperluan riset di fabrikasi bahan bakar nuklir.
Namun, karakterisasi melalui nilai umur belum pernah dilakukan sehingga hal ini perlu disiapkan dan dikuasai.
Ia mengatakan, informasi mengenai umur atau waktu saat proses produksi suatu bahan nuklir sangat bermanfaat untuk membantu mengungkap dari mana bahan tersebut berasal.
“Dengan radiochronometry atau penanggalan radiometrik, ini salah satu signature yang sangat penting di forensik nuklir karena bisa mengungkap kira-kira kapan bahan nuklir dibuat. Itu kan setiap negara khusus, ya, itu bisa kita telusuri dengan sejarahnya,” kata Erlina.
Baca juga: BAPETEN mitigasi ancaman radioaktif dan nuklir di World Water Forum
Baca juga: Praktisi : Mandi dan makan bantu hilangkan paparan radiasi nuklir
Ia mengatakan kasus kriminal yang melibatkan bahan nuklir diharapkan tidak terjadi sebab dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Meski begitu, kata Erlina, pemangku kepentingan terkait tetap harus bersiap sebagai langkah antisipasi.
“Mau tidak mau kita harus siap. Oleh karena itu, proyek yang sedang kami lakukan dengan IAEA dalam rangka mempersiapkan diri jika ada suatu kasus. Kita mengembangkan teknik-teknik karakterisasi dan melakukan latihan-latihan, supaya kalau nanti ada kasus betulan, kita tidak gagap menyiapkan SOP. Dan tetap kolaborasi dengan Bapeten dan Polri,” kata Erlina dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Forensik nuklir merupakan cara untuk membuktikan atau mengungkap suatu kasus yang melibatkan bahan nuklir atau zat radioaktif atau barang bukti yang terkontaminasi radionuklida.
Dalam forensik nuklir, Erlina menjelaskan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berperan di dalam proses analisis bahan nuklir yang ditemukan di luar kendali regulasi.
Selain itu, pemangku kepentingan lainnya juga terlibat dalam forensik nuklir yaitu Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) sebagai lembaga pengawas serta Polri sebagai penegak hukum.
Apabila terjadi suatu kasus di tingkat nasional, Bapeten akan meresponnya melalui tim satuan tanggap darurat. Bapeten akan mengidentifikasi tingkat kedaruratan kasus.
Selanjutnya, bahan nuklir yang ditemukan akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
“Jika ada suatu temuan, kita analisis hasilnya dan kita bandingkan dengan database (untuk memastikan) apakah bahan tersebut milik Indonesia atau bukan. Nanti setelah terbukti, kita berkoordinasi dengan penegak hukum untuk dilanjutkan analisis penuh yang digabungkan dengan hasil lainnya dari Puslabfor Polri,” kata Erlina.
Teknik karakterisasi termasuk salah satu tahapan dalam forensik nuklir yang berperan penting untuk menentukan sifat-sifat bahan nuklir. Apabila terjadi suatu kasus, hasil akhir pengujian forensik nuklir dapat menjadi bukti formal yang bisa digunakan untuk penuntutan dalam proses hukum.
Karakterisasi dapat dilakukan melalui analisis kimia, fisika, serta komposisi isotopik dan nilai umur.
Erlina mengatakan bahwa BRIN sebenarnya sudah sangat menguasai untuk karakterisasi melalui analisis kimia, fisika, dan komposisi isotopik sebab karakterisasi tersebut juga digunakan untuk keperluan riset di fabrikasi bahan bakar nuklir.
Namun, karakterisasi melalui nilai umur belum pernah dilakukan sehingga hal ini perlu disiapkan dan dikuasai.
Ia mengatakan, informasi mengenai umur atau waktu saat proses produksi suatu bahan nuklir sangat bermanfaat untuk membantu mengungkap dari mana bahan tersebut berasal.
“Dengan radiochronometry atau penanggalan radiometrik, ini salah satu signature yang sangat penting di forensik nuklir karena bisa mengungkap kira-kira kapan bahan nuklir dibuat. Itu kan setiap negara khusus, ya, itu bisa kita telusuri dengan sejarahnya,” kata Erlina.
Baca juga: BAPETEN mitigasi ancaman radioaktif dan nuklir di World Water Forum
Baca juga: Praktisi : Mandi dan makan bantu hilangkan paparan radiasi nuklir
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: