"Banyak lansia dan anak di sini, ada sekitar 50 orang kurang lebih," kata Kepala Dusun A, Desa Pululera, Kabupaten Flores Timur, Konstantinus Balo saat ditemui ANTARA di lokasi pengungsian mandiri pada Jumat.
Konstantinus mengatakan para pengungsi darurat tersebut telah menetap di lokasi pengungsian selama sekitar empat hari, terhitung sejak waktu erupsi dahsyat Gunung Lewotobi Laki-Laki pada Minggu (3/11).
Sementara adanya bantuan yang masuk merupakan bantuan swadaya dari masyarakat dan organisasi kesusteran setempat, berupa kasur lipat dan kebutuhan pangan, yang dinilai jauh dari kata memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka semua.
"Kami membutuhkan listrik, lampu, tenda kemah, sembako, selimut, dan juga obat-obatan," kata Konstantinus.
Di samping itu Konstantinus mengatakan para pengungsi tidak mampu memenuhi kebutuhan Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK)-nya di lokasi ini.
"Biasanya warga pulang ke rumah untuk mandi dan kembali lagi ke sini. Kalau sudah malam tapi mau buang air, biasanya kami masuk ke hutan," ujarnya.
Adapun kondisi pengungsian ini jauh dari kata layak, terletak di wilayah hutan dan tanpa penerangan sama sekali. Oleh karenanya Konstantinus berharap berbagai bantuan dari pemerintah bisa segera masuk ke pos pengungsian mandiri ini.
Diketahui, posko pengungsian swadaya ini berada pada radius kurang lebih 10 km dari puncak Gunung Lewotobi Laki-laki. Pengungsian ini didirikan secara swadaya oleh masyarakat, sebab Desa Pululera merupakan wilayah dengan radius tujuh km dari puncak gunung tersebut.
Namun untuk mengevakuasi warganya ke posko pengungsian terpadu terdekat di Desa Konga, evakuasi hanya bisa dilakukan melewati Jalan Raya Nasional Trans Flores, yang melintasi wilayah rawan, dengan radius lima km dari Puncak Lewotobi Laki-laki.
Namun untuk mengevakuasi warganya ke posko pengungsian terpadu terdekat di Desa Konga, evakuasi hanya bisa dilakukan melewati Jalan Raya Nasional Trans Flores, yang melintasi wilayah rawan, dengan radius lima km dari Puncak Lewotobi Laki-laki.