Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024 mengalami defisit Rp309,2 triliun atau 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per Oktober.

“Defisit ini masih lebih kecil dari yang ditetapkan bersama DPR pada UU APBN, yakni sebesar 2,29 persen. Ini artinya, defisit Oktober lebih kecil dibandingkan UU,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2024 di Jakarta, Jumat.

Menkeu menjelaskan, defisit diperoleh lantaran belanja negara lebih tinggi daripada pendapatan negara. Belanja negara tercatat Rp2.556,7 triliun atau 76,9 persen dari pagu, tumbuh 14,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara pendapatan negara tercatat Rp2.247,5 triliun atau 80,2 persen dari target, tumbuh 0,3 persen yoy.

Secara rinci, realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat (BPP) Rp1.834,5 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp722,2 triliun.

Realisasi BPP setara 74,3 persen dari target APBN Rp2.467,5 triliun, tumbuh 16,7 persen. Sementara realisasi TKD setara 84,2 persen APBN Rp857,6 triliun, tumbuh 8 persen.

BPP terbagi menjadi belanja kementerian/lembaga (K/L) yang terealisasi sebesar Rp933,5 triliun atau 85,6 persen dari target Rp1.090,8 triliun (tumbuh 21,4 persen) dan belanja non-K/L terealisasi Rp901 triliun dari target Rp1.376,7 triliun (tumbuh 12,1 persen).

Sedangkan penerimaan negara yang berasal dari perpajakan tercatat sebesar Rp1.749,3 triliun (setara 75,7 persen dari target Rp2.309,9 triliun, tumbuh 0,3 persen), terdiri dari penerimaan pajak Rp1.517,5 triliun (76,3 persen dari target Rp1.988,9 triliun, melambat 0,4 persen) dan kepabeanan dan cukai Rp231,7 triliun (72,2 persen dari target Rp321 triliun, tumbuh 4,9 persen).

Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terealisasi sebesar Rp477,5 triliun, setara 971, persen dari target Rp492 triliun, namun melambat 3,4 persen.

Meski APBN 2024:mengalami defisit, keseimbangan primer masih tercatat surplus, yaitu sebesar Rp97,1 triliun. Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Baca juga: Menkeu: Efek kemenangan Trump ke rupiah lebih baik dari mata uang lain
Baca juga: Sri Mulyani: Kemenangan Trump berpotensi pengaruhi harga minyak dunia