Telaah
Potensi-potensi cuan dalam olahraga
Oleh Aditya Ramadhan
7 November 2024 19:33 WIB
Pebalap memacu sepeda saat ajang balap sepeda Sukun Tour de Muria 2024 di Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (2/11/2024). Kegiatan yang diikuti sekitar 600 pebalap profesional hingga amatir dari berbagai daerah di Indonesia tersebut menempuh jarak 158 kilometer yang melintasi Kabupaten Kudus, Pati, Blora dan Grobogan itu sebagai ajang Sport tourism atau promosi wisata daerah yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kunjungan wisata. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/agr (ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO)
Jakarta (ANTARA) - Olahraga kini bukan melulu soal adu ketangkasan fisik dan adu otak, tapi juga sudah menjadi industri yang menawarkan potensi cuan atau keuntungan besar apabila dikelola dengan baik dengan strategi pemasaran yang segar.
Seperti klub-klub olahraga di Eropa dan Amerika Serikat yang sukses secara finansial, cara-cara meraih laba bisa didapatkan bukan hanya dari pertandingan, tapi juga dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan olahraga.
Sebagai gambaran, cabang-cabang populer seperti sepak bola, bulu tangkis, voli, dan bola basket, Indonesia sudah bisa memaksimalkan keuntungan lewat basis penggemar fanatik.
Setiap klub atau olahragawan harus memiliki basis penggemar yang kuat yang bisa ditempuh dengan berbagai cara, yang tentu saja dimulai dari prestasi.
Olahraga adalah tontonan yang menghibur. Setiap tim dan atlet harus memiliki kemampuan menyajikan pertandingan yang menghibur yang membangun basis penggemar yang besar. Ketika penggemar sudah militan, maka apapun akan dilakukannya demi idola.
Korea Selatan bisa menjadi contoh sukses mengenai bagaimana membangun basis penggemar yang kuat.
Melalui musik dan drama, mereka membuat penggemar-penggemarnya termasuk di Indonesia keranjingan kepada mereka, sampai rela membeli pernak-pernik atau mengeluarkan uang hanya untuk bertegur sapa dengan idolanya.
Baca juga: Menpora Dito berencana bentuk deputi khusus bidang industri olahraga
Pelibatan atau engagement menjadi raja dalam era ini, bagi siapa pun yang bisa menjual sesuatu.
Dalam olahraga, pelibatan penonton pertama kali didapat dari kualitas pertandingan yang menghibur.
Sebuah tim harus jago dalam pertandingan yang bisa menyenangkan penggemar. Setelah itu ,lagi-lagi engagement. Persona atlet harus terbangun agar menciptakan pelibatan tersebut.
Ambil contoh kompetisi bola basket IBL, yang musim ini mengubah format kompetisi dari pertandingan yang diselenggarakan oleh manajemen IBL, menjadi dikelola sepenuhnya oleh klub. Hasilnya, IBL sukses mendulang cuan tambahan bagi klub.
Pada Final IBL, Pelita Jaya Jakarta yang memenangkan final itu, membanderol harga tiket termurahnya pada Rp300 ribu. Tiket semahal itu tetap disambar penggemar sampai stadion disesaki oleh penonton. Tak ada kursi kosong.
Pelita Jaya juga berinovasi dalam menjual tiket pertandingan, dengan cara menjual kursi di tepi lapangan dengan harga tertinggi, namun disertai hak istimewa kepada penonton, yakni boleh berswafoto dan mendapatkan tandatangan pemain.
Cuan juga didapatkan dari cara lain, mulai dari penjualan jersey, merchandise, sampai semua produk terkait klub. Ini bisa menjadi sumber pendapatan besar.
Penggemar yang tergila-gila kepada klubnya niscaya membeli produk-produk ini untuk menunjukkan dukungan dan kecintaan mereka kepada klub itu.
Baca juga: Industri olahraga China kembangkan potensi dalam satu dekade terakhir
Belajar dari Eropa dan Amerika Serikat
Mengembangkan industri olahraga bisa berguru kepada siapa saja, tapi tentunya di tempat-tempat yang sudah maju, seperti Amerika Serika. Di sana, industri olahraga berjalan dengan baik karena didukung faktor-faktor positif.
Yang utama adalah para pemilik klub membenamkan investasi besar dalam infrastruktur olahraga, mulai stadion, pusat latihan, sampai fasilitas-fasilitas pendukung.
Kelengkapan itu membuat pertandingan dan kompetisi olahraga pun terlihat jauh lebih menarik sehingga membesarkan animo penonton kepada olahraga.
Kedua, dukungan media dan penyiaran. Amerika Serikat dan Eropa memiliki industri media yang kuat dan berpengaruh, yang bisa mempublikasikan apa pun mengenai olahraga.
Tujuan publikasi olahraga sendiri adalah untuk membangun engagement dengan penggemar.
Lain halnya dengan penyiaran olahraga. Aspek ini menjadi sumber pendapatan besar, yang didapatkan dari mekanisme kontrak siaran, iklan, dan hak siar.
Baca juga: Konferensi Industri Olahraga Luar Ruangan 2024 dibuka di Dali, China
Satu hal lagi yang bisa dipelajari Indonesia dari Barat adalah industri olahraga juga berkaitan dengan sponsor. Aspek ini penting dalam kaitannya dengan mendapatkan dukungan finansial dan pemasok untuk mendukung produk-produk olahraga.
Sponsor dan pemasok memiliki sumbangsih besar untuk pendanaan, produk, dan layanan yang mendukung pertandingan dan kompetisi olahraga.
Tak hanya mengandalkan swasta, pemerintah-pemerintah di Amerika Serikat dan Eropa juga memberikan dukungan melalui kebijakan dan program yang mempromosikan olahraga.
Dukungan ini mencakup pendanaan, insentif pajak, dan program pengembangan olahraga untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
Terakhir yang tak kalah pentingnya dari semua hal yang sudah disebut di atas itu adalah pariwisata olahraga.
Olahraga menjadi salah satu alat pariwisata yang sangat populer di AS dan Eropa yang mendatangkan pemasukan yang besar dari pengunjung yang datang untuk menyaksikan pertandingan olahraga, mengikuti acara, dan mengunjungi lokasi olahraga, bahkan hal-hal yang tak ada kaitan langsung dengan olahraga.
Baca juga: Menpora luncurkan Inaspro untuk dorong kemajuan industri olahraga
Sportainment dan Sport Tourism
Yang juga besar sumbangsihnya bagi industri olahraga adalah menggabungkan elemen hiburan dalam olahraga atau sportainment, dan menggabungkan elemen pariwisata dalam olahraga atau sport tourism. Kedua hal ini bisa meningkatkan partisipasi masyarakat.
Itu semua adalah bisnis baru yang menawarkan peluang ekonomi yang besar.
Peluang inilah yang sudah dimulai dilakukan dalam industri kreatif Indonesia melalui para aktor dan pesohor dengan menggelar pertandingan tenis, tinju, bahkan catur. Kuncinya adalah menciptakan engagement dengan penggemar terlebih dulu.
Pemerintah atau penyelenggara kompetisi olahraga bisa meniru berbagai kegiatan serupa dalam banyak cabang olahraga.
Dengan mengikatkan masyarakat lewat acara olahraga berbalut hiburan, secara sadar dan tak sadar orang akan mulai meniru aktivitas olahraga yang diperkenalkan tersebut. Maka, minat kepada olahraga pun meningkat.
Akan halnya sportainment. Ini tak melulu berkaitan dengan artis dan pesohor.
Acara olahraga yang bersifat riang gembira tanpa perlu mementingkan kompetisi, seperti marathon, fun bike, dan trail running, bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, setidaknya di lokasi acara-acara olahraga itu diadakan.
Baca juga: Kemenperin-KONI kolaborasi optimalkan P3DN guna pacu industri olahraga
Bali Marathon, Festival Mentawai, Jakarta Marathon, Sungailiat Bangka Belitung, Trail Tour de Singkarak, Tour De Ijen, Tour de Bintan, dan MotoGP Mandalika adalah buktinya. Perhelatan-perhelatan itu membuktikan olahraga di tanah air telah berkembang sebagai industri yang berpotensi besar menaikkan garaih ekonomi Indonesia.
Mengenai pariwisata olahraga, perhelatan olahraga yang digelar di suatu daerah dengan potensi pariwisata tinggi, juga menjadi sumber pendapatan besar bagi perekonomian tempat itu, bahkan nasional. Itu termasuk hard sport tourism dan soft tourism.
Yang pertama adalah konsep untuk pariwisata olahraga yang berkaitan dengan ajang-ajang akbar seperti Olimpiade, Asian Games, Sea Games, dan Pekan Olahraga Nasional (PON).
Contohnya, PON Aceh-Sumut 2024 lalu menghasilkan perputaran uang sampai sekitar Rp8,6 triliun.
Sedangkan soft sport tourism merupakan kegiatan olahraga wisata yang berkaitan dengan tren atau gaya hidup di sebuah negara atau daerah, termasuk jasa pemanduan lintas alam atau trekking hutan, bukit, dan gunung.
Contohnya adalah bukit Sentul Kabupaten Bogor yang sukses menyulap bukit yang awalnya hanya pemukiman biasa menjadi berbagai jalur trekking dengan pemandangan yang memikat siapa pun.
Ditambah pengelolaan yang baik lewat sistem swadaya masyarakat dan dimulai sejak pandemi Covid-19, bukit Sentul masih menjadi pilihan pariwisata baru bagi masyarakat yang ingin melepas penat karen sibuk bekerja dengan menikmati hutannya. Ini menambah sumber penghasilan baru bagi warga sekitar.
Semua fakta itu menunjukkan olahraga sudah menjadi industri besar, tak terkecuali di Indonesia. Saatnya untuk semakin aktif memperlakukan olahraga tak sekadar kompetisi, tapi juga sebagai peluang dan potensi ekonomi.
Baca juga: Menperin: Kompetisi olahraga pacu penyerapan produk industri lokal
Seperti klub-klub olahraga di Eropa dan Amerika Serikat yang sukses secara finansial, cara-cara meraih laba bisa didapatkan bukan hanya dari pertandingan, tapi juga dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan olahraga.
Sebagai gambaran, cabang-cabang populer seperti sepak bola, bulu tangkis, voli, dan bola basket, Indonesia sudah bisa memaksimalkan keuntungan lewat basis penggemar fanatik.
Setiap klub atau olahragawan harus memiliki basis penggemar yang kuat yang bisa ditempuh dengan berbagai cara, yang tentu saja dimulai dari prestasi.
Olahraga adalah tontonan yang menghibur. Setiap tim dan atlet harus memiliki kemampuan menyajikan pertandingan yang menghibur yang membangun basis penggemar yang besar. Ketika penggemar sudah militan, maka apapun akan dilakukannya demi idola.
Korea Selatan bisa menjadi contoh sukses mengenai bagaimana membangun basis penggemar yang kuat.
Melalui musik dan drama, mereka membuat penggemar-penggemarnya termasuk di Indonesia keranjingan kepada mereka, sampai rela membeli pernak-pernik atau mengeluarkan uang hanya untuk bertegur sapa dengan idolanya.
Baca juga: Menpora Dito berencana bentuk deputi khusus bidang industri olahraga
Pelibatan atau engagement menjadi raja dalam era ini, bagi siapa pun yang bisa menjual sesuatu.
Dalam olahraga, pelibatan penonton pertama kali didapat dari kualitas pertandingan yang menghibur.
Sebuah tim harus jago dalam pertandingan yang bisa menyenangkan penggemar. Setelah itu ,lagi-lagi engagement. Persona atlet harus terbangun agar menciptakan pelibatan tersebut.
Ambil contoh kompetisi bola basket IBL, yang musim ini mengubah format kompetisi dari pertandingan yang diselenggarakan oleh manajemen IBL, menjadi dikelola sepenuhnya oleh klub. Hasilnya, IBL sukses mendulang cuan tambahan bagi klub.
Pada Final IBL, Pelita Jaya Jakarta yang memenangkan final itu, membanderol harga tiket termurahnya pada Rp300 ribu. Tiket semahal itu tetap disambar penggemar sampai stadion disesaki oleh penonton. Tak ada kursi kosong.
Pelita Jaya juga berinovasi dalam menjual tiket pertandingan, dengan cara menjual kursi di tepi lapangan dengan harga tertinggi, namun disertai hak istimewa kepada penonton, yakni boleh berswafoto dan mendapatkan tandatangan pemain.
Cuan juga didapatkan dari cara lain, mulai dari penjualan jersey, merchandise, sampai semua produk terkait klub. Ini bisa menjadi sumber pendapatan besar.
Penggemar yang tergila-gila kepada klubnya niscaya membeli produk-produk ini untuk menunjukkan dukungan dan kecintaan mereka kepada klub itu.
Baca juga: Industri olahraga China kembangkan potensi dalam satu dekade terakhir
Belajar dari Eropa dan Amerika Serikat
Mengembangkan industri olahraga bisa berguru kepada siapa saja, tapi tentunya di tempat-tempat yang sudah maju, seperti Amerika Serika. Di sana, industri olahraga berjalan dengan baik karena didukung faktor-faktor positif.
Yang utama adalah para pemilik klub membenamkan investasi besar dalam infrastruktur olahraga, mulai stadion, pusat latihan, sampai fasilitas-fasilitas pendukung.
Kelengkapan itu membuat pertandingan dan kompetisi olahraga pun terlihat jauh lebih menarik sehingga membesarkan animo penonton kepada olahraga.
Kedua, dukungan media dan penyiaran. Amerika Serikat dan Eropa memiliki industri media yang kuat dan berpengaruh, yang bisa mempublikasikan apa pun mengenai olahraga.
Tujuan publikasi olahraga sendiri adalah untuk membangun engagement dengan penggemar.
Lain halnya dengan penyiaran olahraga. Aspek ini menjadi sumber pendapatan besar, yang didapatkan dari mekanisme kontrak siaran, iklan, dan hak siar.
Baca juga: Konferensi Industri Olahraga Luar Ruangan 2024 dibuka di Dali, China
Satu hal lagi yang bisa dipelajari Indonesia dari Barat adalah industri olahraga juga berkaitan dengan sponsor. Aspek ini penting dalam kaitannya dengan mendapatkan dukungan finansial dan pemasok untuk mendukung produk-produk olahraga.
Sponsor dan pemasok memiliki sumbangsih besar untuk pendanaan, produk, dan layanan yang mendukung pertandingan dan kompetisi olahraga.
Tak hanya mengandalkan swasta, pemerintah-pemerintah di Amerika Serikat dan Eropa juga memberikan dukungan melalui kebijakan dan program yang mempromosikan olahraga.
Dukungan ini mencakup pendanaan, insentif pajak, dan program pengembangan olahraga untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
Terakhir yang tak kalah pentingnya dari semua hal yang sudah disebut di atas itu adalah pariwisata olahraga.
Olahraga menjadi salah satu alat pariwisata yang sangat populer di AS dan Eropa yang mendatangkan pemasukan yang besar dari pengunjung yang datang untuk menyaksikan pertandingan olahraga, mengikuti acara, dan mengunjungi lokasi olahraga, bahkan hal-hal yang tak ada kaitan langsung dengan olahraga.
Baca juga: Menpora luncurkan Inaspro untuk dorong kemajuan industri olahraga
Sportainment dan Sport Tourism
Yang juga besar sumbangsihnya bagi industri olahraga adalah menggabungkan elemen hiburan dalam olahraga atau sportainment, dan menggabungkan elemen pariwisata dalam olahraga atau sport tourism. Kedua hal ini bisa meningkatkan partisipasi masyarakat.
Itu semua adalah bisnis baru yang menawarkan peluang ekonomi yang besar.
Peluang inilah yang sudah dimulai dilakukan dalam industri kreatif Indonesia melalui para aktor dan pesohor dengan menggelar pertandingan tenis, tinju, bahkan catur. Kuncinya adalah menciptakan engagement dengan penggemar terlebih dulu.
Pemerintah atau penyelenggara kompetisi olahraga bisa meniru berbagai kegiatan serupa dalam banyak cabang olahraga.
Dengan mengikatkan masyarakat lewat acara olahraga berbalut hiburan, secara sadar dan tak sadar orang akan mulai meniru aktivitas olahraga yang diperkenalkan tersebut. Maka, minat kepada olahraga pun meningkat.
Akan halnya sportainment. Ini tak melulu berkaitan dengan artis dan pesohor.
Acara olahraga yang bersifat riang gembira tanpa perlu mementingkan kompetisi, seperti marathon, fun bike, dan trail running, bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, setidaknya di lokasi acara-acara olahraga itu diadakan.
Baca juga: Kemenperin-KONI kolaborasi optimalkan P3DN guna pacu industri olahraga
Bali Marathon, Festival Mentawai, Jakarta Marathon, Sungailiat Bangka Belitung, Trail Tour de Singkarak, Tour De Ijen, Tour de Bintan, dan MotoGP Mandalika adalah buktinya. Perhelatan-perhelatan itu membuktikan olahraga di tanah air telah berkembang sebagai industri yang berpotensi besar menaikkan garaih ekonomi Indonesia.
Mengenai pariwisata olahraga, perhelatan olahraga yang digelar di suatu daerah dengan potensi pariwisata tinggi, juga menjadi sumber pendapatan besar bagi perekonomian tempat itu, bahkan nasional. Itu termasuk hard sport tourism dan soft tourism.
Yang pertama adalah konsep untuk pariwisata olahraga yang berkaitan dengan ajang-ajang akbar seperti Olimpiade, Asian Games, Sea Games, dan Pekan Olahraga Nasional (PON).
Contohnya, PON Aceh-Sumut 2024 lalu menghasilkan perputaran uang sampai sekitar Rp8,6 triliun.
Sedangkan soft sport tourism merupakan kegiatan olahraga wisata yang berkaitan dengan tren atau gaya hidup di sebuah negara atau daerah, termasuk jasa pemanduan lintas alam atau trekking hutan, bukit, dan gunung.
Contohnya adalah bukit Sentul Kabupaten Bogor yang sukses menyulap bukit yang awalnya hanya pemukiman biasa menjadi berbagai jalur trekking dengan pemandangan yang memikat siapa pun.
Ditambah pengelolaan yang baik lewat sistem swadaya masyarakat dan dimulai sejak pandemi Covid-19, bukit Sentul masih menjadi pilihan pariwisata baru bagi masyarakat yang ingin melepas penat karen sibuk bekerja dengan menikmati hutannya. Ini menambah sumber penghasilan baru bagi warga sekitar.
Semua fakta itu menunjukkan olahraga sudah menjadi industri besar, tak terkecuali di Indonesia. Saatnya untuk semakin aktif memperlakukan olahraga tak sekadar kompetisi, tapi juga sebagai peluang dan potensi ekonomi.
Baca juga: Menperin: Kompetisi olahraga pacu penyerapan produk industri lokal
Copyright © ANTARA 2024
Tags: