Jakarta (ANTARA) - Pakar kehutanan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sandy Nurvianto menyoroti pentingnya melindungi wilayah riparian sungai untuk menjaga kualitas air serta memastikan tidak terjadi kekeringan di wilayah tersebut.

Dalam diskusi daring yang diadakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diikuti dari Jakarta, Kamis, Sandy Nurvianto menyebut wilayah riparian merujuk ke daerah sempadan sungai yang menjadi zona penyangga antara ekosistem perairan dan daratan, didominasi oleh vegetasi atau lahan basah di sepanjang sisinya.

Akademisi Fakultas Kehutanan UGM itu juga menyoroti peran riparian yaitu sebagai fungsi ekologi untuk pengatur iklim, penyaring air serta habitat untuk satwa, selain juga memiliki fungsi sosial ekonomi salah satunya untuk penyokong pertanian, kehutanan dan aktivitas manusia lain.

"Kerusakan riparian masih terjadi sampai saat ini apalagi dengan maraknya perkembangan sawit," katanya.

Pembukaan lahan tanpa meninggalkan wilayah riparian sebagai penyangga, jelasnya, akan memberikan dampak kepada ekosistem di sekitarnya. Salah satunya dapat menurunkan kualitas air.

"Akibatnya setelah itu terjadi, ada kerusakan habitat di daerah riparian sempadan sungai. Di mana itu berdampak panjang, salah satunya penurunan kualitas dan kuantitas air sungai karena kemampuan infiltrasi tanah jadi berkurang," ujar Sandy.

Dalam kasus pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, pembersihan lahan tanpa mempertimbangkan fungsi-fungsi dari bagian tertentu sebuah ekosistem dapat mengakibatkan lokasi tersebut rawan kekeringan.

Oleh karena itu, jelasnya, diperlukan kegiatan restorasi ekosistem riparian yang sampai saat ini belum dilakukan secara masif di kawasan Asia Tenggara. Selain kegiatan restorasi, dia merekomendasikan adanya edukasi dan inventarisasi selain perlindungan dan manajemen berkelanjutan.

Baca juga: BBWS berharap BPN tak asal terbitkan sertifikat tanah sempadan sungai
Baca juga: Menteri PUPR: Sempadan Sungai Cibeet Bekasi harus dipertahankan