Sejarah Candi Mendut
7 November 2024 17:58 WIB
Arsip foto - Sejumlah Bhikkhu melakukan Pradaksina dengan berjalan mengelilingi candi saat prosesi penyematan Air Suci di Candi Mendut, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (22/5/2024). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/wpa.
Jakarta (ANTARA) - Candi Mendut, salah satu destinasi wisata sejarah di Magelang, Jawa Tengah, masih berada segaris hanya 3 kilometer dari Candi Borobudur.
Candi Mendut merupakan candi bercorak keagamaan Buddha yang terletak di Jalan Mayor Kusen, Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini dinamakan mendut karena terletak di Desa Mendut.
Candi Mendut didirikan pada masa pemerintahan Raja Indra dari Dinasti Syailendra. Menurut ahli arkeologi Belanda, J.G. de Casparis, menghubungkan candi ini dengan Raja dari wangsa Syailendra, Indra dibangun pada tahun 824 M.
Hal itu didasarkan pada isi Prasasti Karangtengah yang berangka tahun 824 M pada masa pemerintahan Raja Samaratungga menyebutkan bahwa Raja Indra, telah mendirikan bangunan suci bernama çrimad venuvana yang berarti bangunan suci di hutan bambu.
Diperkirakan usia Candi Mendut lebih tua dari Candi Borobudur atau paling tidak, sejaman dengan Candi Borobudur. Hal ini berdasarkan temuan tulisan pendek (inskripsi) yang diduga berasal dari bagian atas pintu masuk.
Dari segi paleografis, tulisan tersebut ada persamaan dengan tulisan-tulisan pendek yang tertera pada bagian atas panel relief Karmawibhangga Candi Borobudur, dilansir laman Kebudayaan Kemdikbud.
Namun, Candi ini kemudian terabaikan bersamaan dengan keruntuhan Kerajaaan Mataran Kuno, tertimbun tanah dan pasir akibat letusan Gunung Merapi.
Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1836 dalam kondisi keadaan runtuh tertimbun tanah dan ditumbuhi semak belukar. Kemudian pada tahun tersebut, candi mulai dibersihkan, seluruh bangunan Candi Mendut diketemukan kecuali bagian atapnya.
Pada tahun 1897-1904 dilakukan usaha penggalian, pemugaran dan perbaikan perdana oleh Belanda, dan berhasil membangun bagian kaki dan tubuh candi.
Pada tahun 1908 T.Van Erp melanjutkan perbaikan Candi Mendut bersamaan dengan perbaikan Candi Borobudur, namun perbaikan tersebut belum selesai karena atapnya belum dapat dipasang. Pada 1925, dilakukan perbaikan selanjutnya yang menghasilkan beberapa stupa kecil dapat dipasangkan kembali pada atap candi.
Candi Mendut ini terbuat dari batu andesit pada bagian luar dan bata pada bagian dalam bangunan (tidak terlihat). Candi Mendut menghadap ke barat laut, berlawanan dengan Candi Borobudur yang menghadap ke Timur.
Bangunan Candi Mendut secara arsitektural dibagi menjadi 3 bagian yaitu kaki, tubuh, dan atap. Candi ini denahnya berbentuk persegi panjang, dengan tinggi batur (bagian kaki candi) setinggi 3,7 meter dan terdapat tangga masuk yang terdiri dari 14 anak tangga.
Atap Candi Mendut terdapat stupa-stupa berjumlah 48 buah, yang terdiri dari 24 buah pada tingkat pertama, 16 buah pada tingkat kedua, dan 8 buah pada bagian teratas.
Pangkal pipi tangga dihiasi makara, yaitu bentuk kepala naga berbelalai gajah yang mulutnya sedang terbuka lebar. Makara ini berjumlah 2 buah (sepasang). Di dalam mulut naga terdapat seekor singa. Di bawah kepala naga terdapat panil berbentuk makhluk kerdil (Gana).
Dinding pipi tangga dihiasi dengan beberapa panil berpahat yang menggambarkan berbagai cerita yang mengandung ajaran Buddha (relief-relief cerita Pañcatantra dan Jataka).
Pañcatantra adalah sebuah karya sastra dunia yang berasal dari Kashmir, India, mengisahkan seorang brahmana bernama Wisnusarma yang mengajari tiga pangeran putra Prabu Amarasakti mengenai kebijaksanaan duniawi dan kehidupan, atau secara lebih spesifik disebut ilmu politik atau ilmu ketatanegaraan, yang terdiri atas lima ajaran.
Sementara Jataka ini berisi cerita hewan/fabel yang sarat dengan makna ajaran-ajaran hukum ‘Sebab dan Akibat’ dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemudian, dalam bilik candi ini terdapat tiga arca Buddha yaitu arca Cakyamuni dengan posisi duduk bersila bersikap sedang melakukan khotbah, arca Avalokitesvara sebagai bodhisattva penolong manusia, dan arca Maitreya sebagai Bodhisatva pembebas manusia kelak di kemudian hari.
Hingga sekarang, Candi Mendut masih menjadi tempat peribadatan umat Buddha dan juga telah berfungsi sebagai destinasi wisata bersejarah. Untuk masuk ke tempat wisata Jawa Tengah ini, harga tiketnya mulai dari Rp10.000 untuk wisatawan domestik dan Rp5.000 untuk pelajar/anak-anak, serta Rp20.000 untuk wisatawan mancanegara.
Baca juga: Asal usul Candi Cetho di lereng Gunung Lawu
Baca juga: Peneliti: Flora-fauna di relief Karmawibhangga punya makna signifikan
Baca juga: BRIN: Matahari dan bulan berperan dalam pembangunan Candi Prambanan
Candi Mendut merupakan candi bercorak keagamaan Buddha yang terletak di Jalan Mayor Kusen, Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini dinamakan mendut karena terletak di Desa Mendut.
Candi Mendut didirikan pada masa pemerintahan Raja Indra dari Dinasti Syailendra. Menurut ahli arkeologi Belanda, J.G. de Casparis, menghubungkan candi ini dengan Raja dari wangsa Syailendra, Indra dibangun pada tahun 824 M.
Hal itu didasarkan pada isi Prasasti Karangtengah yang berangka tahun 824 M pada masa pemerintahan Raja Samaratungga menyebutkan bahwa Raja Indra, telah mendirikan bangunan suci bernama çrimad venuvana yang berarti bangunan suci di hutan bambu.
Diperkirakan usia Candi Mendut lebih tua dari Candi Borobudur atau paling tidak, sejaman dengan Candi Borobudur. Hal ini berdasarkan temuan tulisan pendek (inskripsi) yang diduga berasal dari bagian atas pintu masuk.
Dari segi paleografis, tulisan tersebut ada persamaan dengan tulisan-tulisan pendek yang tertera pada bagian atas panel relief Karmawibhangga Candi Borobudur, dilansir laman Kebudayaan Kemdikbud.
Namun, Candi ini kemudian terabaikan bersamaan dengan keruntuhan Kerajaaan Mataran Kuno, tertimbun tanah dan pasir akibat letusan Gunung Merapi.
Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1836 dalam kondisi keadaan runtuh tertimbun tanah dan ditumbuhi semak belukar. Kemudian pada tahun tersebut, candi mulai dibersihkan, seluruh bangunan Candi Mendut diketemukan kecuali bagian atapnya.
Pada tahun 1897-1904 dilakukan usaha penggalian, pemugaran dan perbaikan perdana oleh Belanda, dan berhasil membangun bagian kaki dan tubuh candi.
Pada tahun 1908 T.Van Erp melanjutkan perbaikan Candi Mendut bersamaan dengan perbaikan Candi Borobudur, namun perbaikan tersebut belum selesai karena atapnya belum dapat dipasang. Pada 1925, dilakukan perbaikan selanjutnya yang menghasilkan beberapa stupa kecil dapat dipasangkan kembali pada atap candi.
Candi Mendut ini terbuat dari batu andesit pada bagian luar dan bata pada bagian dalam bangunan (tidak terlihat). Candi Mendut menghadap ke barat laut, berlawanan dengan Candi Borobudur yang menghadap ke Timur.
Bangunan Candi Mendut secara arsitektural dibagi menjadi 3 bagian yaitu kaki, tubuh, dan atap. Candi ini denahnya berbentuk persegi panjang, dengan tinggi batur (bagian kaki candi) setinggi 3,7 meter dan terdapat tangga masuk yang terdiri dari 14 anak tangga.
Atap Candi Mendut terdapat stupa-stupa berjumlah 48 buah, yang terdiri dari 24 buah pada tingkat pertama, 16 buah pada tingkat kedua, dan 8 buah pada bagian teratas.
Pangkal pipi tangga dihiasi makara, yaitu bentuk kepala naga berbelalai gajah yang mulutnya sedang terbuka lebar. Makara ini berjumlah 2 buah (sepasang). Di dalam mulut naga terdapat seekor singa. Di bawah kepala naga terdapat panil berbentuk makhluk kerdil (Gana).
Dinding pipi tangga dihiasi dengan beberapa panil berpahat yang menggambarkan berbagai cerita yang mengandung ajaran Buddha (relief-relief cerita Pañcatantra dan Jataka).
Pañcatantra adalah sebuah karya sastra dunia yang berasal dari Kashmir, India, mengisahkan seorang brahmana bernama Wisnusarma yang mengajari tiga pangeran putra Prabu Amarasakti mengenai kebijaksanaan duniawi dan kehidupan, atau secara lebih spesifik disebut ilmu politik atau ilmu ketatanegaraan, yang terdiri atas lima ajaran.
Sementara Jataka ini berisi cerita hewan/fabel yang sarat dengan makna ajaran-ajaran hukum ‘Sebab dan Akibat’ dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemudian, dalam bilik candi ini terdapat tiga arca Buddha yaitu arca Cakyamuni dengan posisi duduk bersila bersikap sedang melakukan khotbah, arca Avalokitesvara sebagai bodhisattva penolong manusia, dan arca Maitreya sebagai Bodhisatva pembebas manusia kelak di kemudian hari.
Hingga sekarang, Candi Mendut masih menjadi tempat peribadatan umat Buddha dan juga telah berfungsi sebagai destinasi wisata bersejarah. Untuk masuk ke tempat wisata Jawa Tengah ini, harga tiketnya mulai dari Rp10.000 untuk wisatawan domestik dan Rp5.000 untuk pelajar/anak-anak, serta Rp20.000 untuk wisatawan mancanegara.
Baca juga: Asal usul Candi Cetho di lereng Gunung Lawu
Baca juga: Peneliti: Flora-fauna di relief Karmawibhangga punya makna signifikan
Baca juga: BRIN: Matahari dan bulan berperan dalam pembangunan Candi Prambanan
Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024
Tags: