Budayawan sebut wayang jadi representasi kehidupan manusia
7 November 2024 16:48 WIB
Budayawan Mohamad Sobary (kanan) saat dialog budaya “Nilai Etika Moral Pewayangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta, Kamis. (ANTARA/ Putri Hanifa)
Jakarta (ANTARA) - Wayang, sebagai salah satu warisan budaya yang tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga menyimpan pesan mendalam terkait etika dan moral kehidupan manusia.
Hal tersebut ditegaskan oleh Budayawan Mohamad Sobary, yang melihat wayang sebagai sebuah representasi dari kehidupan manusia, bukan sebagai sumber ajaran yang berdiri sendiri.
“Wayang itu hanya representasi dari kehidupan manusia. Jadi wayang bukan sumber, sumbernya itu hidup kita, tapi hidup kita dijadikan kisah dalam dunia sastra namanya wayangan. Jadi wayang bukan sumber dari apa yang kita jadikan kiblat. Kita ini dijadikan kiblat bagi dunia wayang,” kata Sobary saat dialog budaya “Nilai Etika Moral Pewayangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta, Kamis.
Dalam dunia sastra sendiri, wayang sebanding dengan bentuk-bentuk sastra lain seperti novel, puisi, drama, atau film yang mencerminkan kehidupan manusia dalam berbagai dimensi.
Baca juga: Peringati Hari Wayang Nasional, Menbud ajak lestarikan wayang
Baca juga: Ketua Pepadi apresiasi generasi penerus dunia wayang masa kini
Dengan kata lain, wayang bukanlah sumber dari moral dan etika, melainkan justru kehidupan manusia dan ajaran-ajaran luhur yang ada di dalamnya, yang kemudian dituangkan dalam bentuk wayang.
Sobary menjelaskan terdapat tiga "kiblat" yang menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupan. “Kiblat pertama itu karya para pujangga. Kiblat kedua kehidupan para resi. Yang ketiga itu ajaran agama,” ungkapnya.
Dari ketiga sumber tersebut, wayang lahir dan berkembang sebagai bentuk seni yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik masyarakat untuk memahami etika dan moral yang seharusnya dijunjung.
Sobary menambahkan bahwa wayang memiliki kekuatan untuk mengajarkan etika, yaitu bagaimana kita seharusnya bertindak dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam masyarakat maupun dalam konteks negara.
Baca juga: Pemerintah dukung upaya mendekatkan seni wayang ke Gen Z
Etika yang ada dalam dunia wayang, menurutnya, tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi pemimpin.
Pemimpin yang baik, seperti dalam cerita-cerita wayang, adalah pemimpin yang memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai moral, adil, dan bijaksana.
Dalam konteks tersebut, wayang dapat dilihat sebagai alat pendidikan moral, di mana setiap tindakan dan pilihan yang diambil oleh tokoh-tokohnya memiliki konsekuensi yang mengajarkan masyarakat untuk memilih jalan yang benar.
Etika dalam wayang bukan hanya berbicara tentang perbuatan baik atau buruk, tetapi lebih kepada bagaimana hidup dengan penuh kesederhanaan, kejujuran, dan tanggung jawab terhadap sesama.
Dengan demikian, wayang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai pengingat pentingnya etika dan moral dalam kehidupan, yang selaras dengan ajaran-ajaran luhur yang mengarah pada kebaikan dan keadilan sosial.
Baca juga: Pepadi optimistis kesenian wayang tidak akan ketinggalan zaman
Baca juga: Dongeng masa lalu yang dituturkan melalui wayang kartun
Hal tersebut ditegaskan oleh Budayawan Mohamad Sobary, yang melihat wayang sebagai sebuah representasi dari kehidupan manusia, bukan sebagai sumber ajaran yang berdiri sendiri.
“Wayang itu hanya representasi dari kehidupan manusia. Jadi wayang bukan sumber, sumbernya itu hidup kita, tapi hidup kita dijadikan kisah dalam dunia sastra namanya wayangan. Jadi wayang bukan sumber dari apa yang kita jadikan kiblat. Kita ini dijadikan kiblat bagi dunia wayang,” kata Sobary saat dialog budaya “Nilai Etika Moral Pewayangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta, Kamis.
Dalam dunia sastra sendiri, wayang sebanding dengan bentuk-bentuk sastra lain seperti novel, puisi, drama, atau film yang mencerminkan kehidupan manusia dalam berbagai dimensi.
Baca juga: Peringati Hari Wayang Nasional, Menbud ajak lestarikan wayang
Baca juga: Ketua Pepadi apresiasi generasi penerus dunia wayang masa kini
Dengan kata lain, wayang bukanlah sumber dari moral dan etika, melainkan justru kehidupan manusia dan ajaran-ajaran luhur yang ada di dalamnya, yang kemudian dituangkan dalam bentuk wayang.
Sobary menjelaskan terdapat tiga "kiblat" yang menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupan. “Kiblat pertama itu karya para pujangga. Kiblat kedua kehidupan para resi. Yang ketiga itu ajaran agama,” ungkapnya.
Dari ketiga sumber tersebut, wayang lahir dan berkembang sebagai bentuk seni yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik masyarakat untuk memahami etika dan moral yang seharusnya dijunjung.
Sobary menambahkan bahwa wayang memiliki kekuatan untuk mengajarkan etika, yaitu bagaimana kita seharusnya bertindak dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam masyarakat maupun dalam konteks negara.
Baca juga: Pemerintah dukung upaya mendekatkan seni wayang ke Gen Z
Etika yang ada dalam dunia wayang, menurutnya, tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi pemimpin.
Pemimpin yang baik, seperti dalam cerita-cerita wayang, adalah pemimpin yang memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai moral, adil, dan bijaksana.
Dalam konteks tersebut, wayang dapat dilihat sebagai alat pendidikan moral, di mana setiap tindakan dan pilihan yang diambil oleh tokoh-tokohnya memiliki konsekuensi yang mengajarkan masyarakat untuk memilih jalan yang benar.
Etika dalam wayang bukan hanya berbicara tentang perbuatan baik atau buruk, tetapi lebih kepada bagaimana hidup dengan penuh kesederhanaan, kejujuran, dan tanggung jawab terhadap sesama.
Dengan demikian, wayang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai pengingat pentingnya etika dan moral dalam kehidupan, yang selaras dengan ajaran-ajaran luhur yang mengarah pada kebaikan dan keadilan sosial.
Baca juga: Pepadi optimistis kesenian wayang tidak akan ketinggalan zaman
Baca juga: Dongeng masa lalu yang dituturkan melalui wayang kartun
Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: